Senin 30 May 2016 14:15 WIB

Disintensif Penyaluran Kredit tak Tepat

Red:

JAKARTA--Bank Indonesia (BI) berencana akan memberikan disinsentif kepada bank yang cenderung malas menyalurkan kredit untuk nasabah baru. Kemalasan bank untuk melakukan penyaluran kredit ini disebabkan oleh perlambatan ekonomi.

Ekonom BCA, David Sumual, mengatakan, disintensif untuk perbankan belum tepat jika dilakukan saat pertumbuhan perekonomian sedang melemah. Alasan bank untuk menjaga likuiditas mereka dalam penyaluran kredit sebenarnya tidak begitu salah.

"Melihat perekonomian melemah, bank juga agak riskan memberikan kredit karena ada pelemahan ekonomi. Takutnya ini membuat kredit macet semakin bertambah," ujar Sumual, Ahad (29/5). Selain memperhitungkan peningkatan kredit macet, Sumual menilai bahwa masyarakat saat ini masih kesulitan mencari peluang bisnis saat pelemahan ekonomi.

Ini membuat banyak pelaku usaha yang baru masih sedikit yang bermunculan. Hasilnya, kredit yang diberikan bank masih cenderung kepada pelaku usaha yang sudah berjalan.

Menurut Sumual, BI dan pemerintah seharusnya memberikan insentif lain kepada bank maupun masyarakat sehingga mereka mau melakukan pembiayaan melalui kredit usaha rakyat (KUR). Selain itu, bisa juga mencari segmentasi lain yang bisa menyerap KUR agar menstimulus pertumbuhan ekonomi.

Sebelumnya, Direktur Departemen Kebijakan Makro Prudensial Bank Indonesia (BI) Yati Kurniati menjelaskan, di tengah perlambatan ekonomi ini, kalangan perbankan cenderung masih mengambil sikap hati-hati dalam memberikan penyaluran kredit. Hal ini untuk menghindari risiko kredit bermasalah.

Tercatat, hingga akhir kuartal I 2016, pertumbuhan kredit perbankan hanya sebesar 8,71 persen. Hal itu diperburuk dengan adanya peningkatan rasio kredit bermasalah pada akhir kuartal I 2016 yang naik menjadi 2,83 persen.

Yati mengungkapkan, berdasarkan survei BI, ditemukan bahwa perbankan lebih cenderung menyalurkan kredit hanya kepada nasabah yang sudah mendapatkan kredit, baik dari banknya maupun bank lain. Selain itu, dari sisi perekonomian juga menurun karena perekonomian masih lambat.

Di sisi lain, BI melihat banyak bank yang laba dan likuiditas atau indikator-indikator perbankan lainnya bagus, tetapi loan to funding ratio (LFR) berada di bawah batas ketentuan, yakni 78 persen-92 persen. Padahal, BI telah menaikkan LFR menjadi 94 persen. Bank yang demikian, menurut dia, tergolong malas melakukan intermediasi. "Mereka harusnya mendorong kredit untuk fungsi intermediasi, bukan menumpuk pendapatan dari fee based income. Kami akan kaji disinsentif terhadap bank yang demikian," ujar dia, pekan lalu.   rep: Debbie Sutrisno, c37, ed: Ichsan Emrald Alamsyah 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement