Rabu 04 May 2016 14:00 WIB

Aturan Fintech Cegah Penipuan

Red:

JAKARTA -- Langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan melansir aturan untuk mengatur financial technology (fintech) disambut baik. Menurut ekonom dari PT Bank Central Asia Tbk David Sumual, aturan ini dapat menghindarkan konsumen dari adanya tipu-menipu dalam industri keuangan berbasis teknologi.

Mengingat teknologi semakin berkembang, regulasi ini pun harus segera disiapkan. "Dari sisi pengembangannya kan produk baru, masyarakat belum mengerti betul risikonya dan potensi timbal hasilnya. Ini yang perlu dibuat aturan dari OJK mengenai transparansi produk. Karena di beberapa negara yang sudah mengembangkan itu kekhawatirannya kan menjadi tipu-menipu," ujar David di Jakarta, Selasa (3/5).

David menjelaskan, di beberapa negara di Amerika dan Eropa serta Cina, fintech ini telah berkembang sejak lima hingga enam tahun lalu. Khusus di Cina, banyak yang menggunakan fintech sebagai ajang investasi bodong.

Dengan begitu, di Indonesia harus mempersiapkan ini agar tidak terjadi hal yang serupa. "Perkembangan fintech itu suatu keniscayaan. Untuk generasi depan, terutama generasi milenial yang fasih menggunakan gadget. Ke depan akan terus berkembang. Jadi, untuk itu, otoritas harus antisipasi yang jelas mengenai ini. Rambu-rambunya harus disiapkan dengan jelas dari sekarang," katanya.

Saat ini, beberapa fintech memang menerapkan suku bunga pinjaman yang tinggi. Untuk itu, kata David, otoritas pun perlu mendengarkan pendapat pemangku kepentingan terkait mengenai penerapan aturan suku bunga dan manajemennya nanti.

Bukan tidak mungkin, fintech juga dapat dikolaborasikan dengan bank, seperti di Amerika dan Eropa. Kolaborasi tersebut dimaksudkan untuk membantu perbankan mencapai nasabah di daerah remote area.

Sebab, penetrasi telepon seluler lebih cepat dibandingkan bank-bank untuk membuka cabang di daerah terpencil. "Apalagi, penetrasi dari cell phone sudah lebih cepat daripada penetrasi perbankan ke daerah-daerah pelosok. Itu bisa menggunakan tools itu dan bisa lebih murah. Jadi, saya pikir bisa sinergi antara bank dengan fintech," kata David.

Calon penilai

OJK menerbitkan peraturan mengenai pendaftaran calon penilai pemerintah untuk revaluasi aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang terdaftar di pasar modal atau sebagai emiten. Pelaksana Tugas Direktur Pengawasan Lembaga dan Profesi Penunjang Pasar Modal OJK Ucu Rufaidah menjelaskan, penilai pemerintah yang memberikan jasa penilaian kepada emiten BUMN dan BUMD wajib terlebih dahulu terdaftar di OJK.

"POJK ini mengatur bahwa yang dapat mengajukan permohonan pendaftaran sebagai penilai pemerintah pasar modal adalah penilai di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kementerian Keuangan," ujar Ucu seperti dilansir Antara.

Menurut Ucu, POJK ini juga memuat ruang lingkup kegiatan penilai pemerintah di pasar modal, yaitu penilaian properti untuk tujuan revaluasi aset tetap emiten BUMN dan BUMD. Selain itu, POJK ini juga mengatur masa penugasan penilaian oleh penilai pemerintah, yaitu selama lima tahun dengan masa reda (cooling off) selama satu tahun.

Kebijakan ini, lanjut Ucu, dijalankan untuk mendukung paket kebijakan pemerintah jilid V, yang memberikan insentif keringanan pajak bagi wajib pajak yang mengajukan revaluasi aset tetap pada 2015 dan 2016. "Karena itu, keberadaan peran penilai pemerintah diperlukan untuk dapat mempercepat pelaksanaan kebijakan tersebut," ujar Ucu.  c37 ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement