Rabu 20 Apr 2016 16:00 WIB

GMTI Jadi Acuan Kriteria Wisata Halal

Red:

JAKARTA -- Global Muslim Travel Index (GMTI) akan menjadi acuan pertama dari standardisasi industri wisata halal Indonesia. Kementerian Pariwisata saat ini sudah memiliki pedoman usaha hotel halal bagi industri wisata halal.

Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Dadang Rizki Ratman mengatakan, wisata halal tergolong wisata minat khusus. Konsumen sektor wisata yang mayoritas Muslim ini butuh makanan halal dan tempat ibadah.

Maka, standarnya disesuaikan kebutuhan mereka. Indikator pengembangan destinasi halal ada di GMTI yang punya tiga kelompok standar yang diturunkan dalam 11 indikator. ''Sementara ini, kami mengacu dulu pada GMTI sambil mencari standar wisata halal lain yang juga diacu secara global,'' kata Dadang di Gedung Sapta Pesona, Selasa (19/4).

Kebutuhan pasar ini pun akan mendorong industri untuk memiliki standardisasi meski sifatnya sukarela. Misalnya, sertifikasi halal. Kemenpar mendukung agar restoran melakukan sertifikasi halal melalui MUI.

Berbeda dengan standar pariwisata biasa yang sifatnya wajib. ''Karena, pokok wisata halal adalah kemudahan ibadah. Tapi, begitu urusan bisnis, industri akan mengikuti,'' uangkap Dadang.

Diakuinya, yang sudah ada memang baru pedoman usaha pariwisata halal untuk hotel. Pedoman usaha pariwisata halal untuk restoran, spa, dan biro perjalanan masih dibahas dan dalam proses pembentukan.

Penerapannya pun akan bertahap. Prioritas wilayah yang akan mengikuti standardisasi wisata halal, antara lain, Lombok, Sumatra Barat, dan Aceh.

Dalam GMTI 2016, ada tiga kelompok kriteria wisata halal yang diulas. Pertama, destinasi ramah keluarga. Kedua, layanan dan fasilitas di destinasi yang ramah Muslim. Ketiga, kesadaran halal dan pemasaran destinasi.

Dari tiga kriteria ini, ada 11 indikator. Untuk kriteria destinasi ramah keluarga, indikatornya mencakup destinasi ramah keluarga, keamanan umum dan bagi wisatawan Muslim, serta jumlah kedatangan wisatawan Muslim.

Di kriteria kedua, layanan dan fasilitas di destinasi yang ramah Muslim, ada tiga indikator turunan, yakni pilihan makanan dan jaminan halal, akses ibadah, fasilitas di bandara, serta opsi akomodasi.

Sementara, untuk kriteria tiga kesadaran halal dan pemasaran destinasi, empat indikator turunannya adalah kemudahan komunikasi, jangkauan dan kesadaran kebutuhan wisatawan Muslim, konektivitas transportasi udara, serta persyaratan visa.

Pada 2019 Pemerintah Indonesia menargetkan kunjungan wisata bisa mencapai 20 juta wisatawan mancanegara dan 275 wisatawan nusantara pada 2019. Wisatawan yang memiliki preferensi pariwisata halal sendiri diharapkan bisa mencapai lima juta orang pada 2019.

Pada 2019 pula kontribusi sektor pariwisata diharapkan bisa mencapai 15 persen terhadap PBD Indonesia, menghasilkan devisa Rp 240 triliun, dan menciptakan lapangan kerja bagi 13 juta orang.

Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Junaedy mengatakan, wisata halal muncul karena ada pasar yang membutuhkan. Bahkan, negara mayoritas non-Muslim pun tertarik menggarap sektor para pariwisata ini.

Pariwisata halal pada dasarnya memperluas cakupan pasar. Karena itu, pelaku industri perlu memfasilitasi mereka. Wisata halal juga tidak untuk Muslim saja.

Dari 13 industri plus subindustrinya, ada 56 industri terkait pariwisata dan sudah ada standardisasinya. Begitu pula industri pariwisata halal yang sudah ada standarnya. ''Ini tidak sulit karena pelaku usaha mencari sesuatu yang diminati pasar, sehingga layanan industri lebih baik,'' kata Didien.

Dalam laporan States of Global Islamic Economy (SGIE) 2015-2016, dengan mengecualikan haji dan umrah, nilai pariwisata halal pada 2014 mencapai 142 miliar dolar AS, tumbuh 6,3 persen dibanding 2013. Pelancong asal Timur Tengah dan Afrika Utara adalah penyumbang terbesar untuk pengeluaran di sektor ini dengan nilai 52,3 miliar dolar AS atau 37 persen dari total belanja wisatawan meski populasi mereka hanya mereka hanya tiga persen dari total populasi Muslim global pada 2014. Pada 2020 belanja Muslim untuk pariwisata diprediksi akan mencapai 233 miliar dolar AS.   rep: Fuji Pratiwi, ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement