Rabu 27 Jan 2016 13:00 WIB

Evaluasi Pungutan CPO

Red:

JAKARTA -- Pemerintah diminta mengkaji kebijakan pungutan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) lantaran dinilai tidak berpihak pada petani kecil. Mantan menteri Kehutanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono MS Kaban bahkan menilai, sebaiknya kebijakan ini dihapuskan.

Kaban beralasan, dana pungutan sawit selama ini hanya berpihak kepada pengusaha besar. Belum lagi, pungutan sebesar 50 dolar AS sebelumnya menggunakan asumsi harga minyak dunia 90 dolar AS per barel.

Padahal, saat ini kondisinya harga minyak dunia merosot jauh dari asumsi awal tersebut.  "Dihapuskan saja. Dengan kondisi (minyak dunia) saat ini ga ada gunanya," kata Kaban di Jakarta, Selasa (26/1).

Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi menilai bahwa kebijakan pungutan sawit semakin menekan petani dengan kondisi harga minyak dunia saat ini. Yoga menilai, pemerintah harus membuat formula lain yang bisa membuat harga CPO bertahan, tapi bukan dengan pungutan.

"Syarat replanting (peremajaan) harus sesuai dengan ISPO (Indonesian Sustainable Palm System). Harus pakai kredit perbankan dengan jalan pemerintah harus berikan insentif.  Bagaimana kalau replanting ini hanya tiga persen? Oleh karena itu, menurut saya, harus diperbaiki dan diganti dengan subtansi yang lebih sesuai dengan roh UU perkebunan untuk menyejahterakan petani sawit," ujarnya.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Fadhil Hasan mengungkapkan, kebijakan pungutan sawit awalnya dimulai untuk menjaga harga sawit yang merosot tajam.  Fadhil mengatakan, dana pungutan sawit memang diambil dari pengusaha, tapi akan dikembalikan kepada industri.

"Nah, sekarang apa yang bisa dilakukan untuk bisa menahan harga CPO. Salah satu caranya adalah bagaimana kita menahan atau mengurangi pasokan kita ke pasar. Kalau pasokan dikurangi, otomatis harga bisa ditekan," kata dia.

Cara mengurangi pasokan, lanjut Fadhil, adalah dengan menyerap CPO dalam negeri. Fadhil beranggapan, dengan adanya pengurangan pasokan ekspor maka kuota CPO akan digunakan untuk pasar nasional.

"Ya, harapannya harga meningkat. Dan, nantinya akan untungkan semua stakeholder industri CPO. Baik petani, eksportir, pedagang, dan lainnya," ujarnya. Selain itu, Fadhil juga menambahkan program biodiesel yang diperintahkan pemerintah berdampak baik pada pengurangan impor BBM.

"Akhirnya, keluar ide kalau subsidi itu harus dibiayai oleh industri itu sendiri. Setiap eksportir dikenakan biaya itu. Dari situ, digunakan untuk biayai subsidi tadi. Ini baru pertama kali industri subsidi industri itu," kata dia.

Ketegasan BPDB

Sebelumnya, Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) menegaskan program B20 biodiesel sawit akan tetap berjalan meski harga minyak dunia ikut memukul dengan harga yang terus bergerak di bawah 30 dolar AS per barel. Bahkan, di sejumlah daerah petani sawit mulai berteriak karena harga jual sawit yang ikut anjlok.

Direktur Utama BPDP Bayu Krisnamurthi menjelaskan, ketersediaan dana sawit saat ini masih cukup bahkan dengan skenario harga minyak dunia 20 dolar AS per barel, dana sawit masih tahan hingga 10 bulan ke depan. "Program B20 harus tetap jalan ke depan. Tak boleh mundur. Saya lebih optimistis katakan harga minyak tidak akan bertahan serendah ini. Saya katakan, tenang saja dulu. Sampai 10 bulan aman kok," ujar Bayu.

Bayu mengungkapkan, program biodiesel sawit ini memang bergantung pada ketersediaan dan kecukupan dana sawit untuk menopang perbedaan harga antara harga CPO dan kenyataan harga minyak fosil yang sangat rendah. Padahal, pemerintah juga ingin menjaga harga CPO tetap tinggi agar petani tetap untung.

"Semakin besar perbedaan harga CPO dan harga minyak fosil maka semakin besar dana yang dibutuhkan agar program biodiesel tetap berjalan," kata Bayu. Bayu menjelaskan, pihaknya sudah melakukan perhitungan atas kondisi ini.

Selain itu, Bayu melanjutkan, sepanjang 2015 lalu dana sawit yang telah dihimpun mencapai Rp 6,9 triliun. Pembayaran dana biodiesel dan pembiayaan program-program lain pada 2015 mencapai Rp 534 miliar. 

Pada 2016 proyeksi penghimpunan dana sawit akan menyentuh Rp 9,5 triliun. Sedangkan, rencana pendanaan untuk peremajaan dan kegiatan lain mencapai Rp 800 miliar hingga Rp 1 triliun. "Dengan hitungan itu, ketersediaan dana sawit cukup aman untuk menopang program B20 selama delapan sampai 10 bulan ke depan," ujar Bayu.

rep: Sapto Andika Candra, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement