Sabtu 09 Jan 2016 13:00 WIB

Presiden: Kurangi Penerbangan Jawa-Bali

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Presiden: Kurangi Penerbangan Jawa-Bali

MUHAMMAD NURSYAMSYI 

Presiden menginstruksikan agar Menhub membuat rute baru di selatan Pulau Jawa.

JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Kementerian Perhubungan mengurangi kepadatan penerbangan di Pulau Jawa dan Bali.

Pengurangan kuantitas penerbangan penting untuk mengoptimalkan operasional penerbangan kontigensi jika terjadi letusan gunung berapi dan juga untuk mengurangi emisi karbon monoksida.

Jokowi menilai, rute pener bangan di Jawa dan Bali, terutama jalur utara Pulau Jawa, seperti rute Jakarta-Bali yang memiliki 170 traffic per hari dan rute Jakarta-Surabaya yang memiliki 150 trafficper hari merupakan jalur terpadat nomor 11 di dunia. 

\"Karena itu, kuncinya adalah peng aturan yang lebih jelas. Agar dalam pelaksanaan tidak saling mengganggu, bahkan harusnya bisa saling memberi dukungan,\" kata Presiden dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (8/1).

Presiden menggelar rapat terbatas (ratas) guna menyelesaikan berbagai masalah dan kendala yang muncul terkait bandara dan peman faatan ruang udara di Pulau Jawa. Ra tas digelar di Istana Presiden. Dalam ratas tersebut, Presiden juga membahas pola operasi bandara enclave sipil dan pemanfaatan ruang udara di selatan Pulau Jawa terkait keselamatan dan peningkatan kapasitas penerbangan.

Menurut Jokowi, pengaturan penerbangan penting agar masyarakat pengguna jasa angkutan udara tidak dirugikan. Dia tak ingin maskapai dan penumpang pesawat komersial menunggu dalam waktu yang cukup lama, baik untuk berangkat maupun mendarat. Hal ini juga bisa membahayakan keselamatan penerbangan. 

Mengenai kepadatan jalur utara Pulau Jawa, menurut Presiden, secara bertahap harus dikurangi agar rute yang ada menjadi efisien. Selain itu, juga untuk kelancaran arus dan kapasitas penerbangan, khususnya di Jawa, Bali, dan sekitarnya, serta meningkatkan keselamatan lalu lintas penerbangan pada rute-rute padat di Jawa-Bali. 

Presiden menginstruksikan agar Menteri Perhubungan segera mengatasi permasalahan tersebut dengan penerapan flexible use of airspace dan rute-rute baru di selatan Pulau Jawa. \"Sehingga, dapat mengu rangi kepadatan lalu-lintas pener bangan pada jalur penerbangan eksisting,\"

kata Presiden.

Selain masalah kepadatan penerbangan, Jokowi juga meminta Menteri Perhubungan dan Panglima TNI segera menyelesaikan berbagai masalah dan kendala terkait sejumlah bandara enclave sipil atau bandara yang merupakan pangkalan udara TNI AU yang juga digunakan untuk penerbangan sipil. 

Bandara-bandara tersebut, antara lain, Bandara Adi Soemarmo di Solo, Bandara Adi Soetjipto di Yogyakarta, Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta, Bandara Ahmad Yani di Semarang, Bandara Juanda di Sura baya, Bandara Husein Sastranegara di Ban dung, dan Bandara Abdul Rahman Saleh di Malang.

Dalam perkembangannya, muncul beberapa permasalahan dan kendala pengoperasian bandara enclave sipil itu. Seperti pembangunan dan pengembangan bandar udara, aset, pengaturan operasi penerbangan di wilayah bandara, bantas daerah lingkungan kerja, sampai pada pengelolaan lalu lintas udara.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia atau Indonesia National Air Carrier Association (Inaca)

Tengku Burhanudin menga ta kan, asosiasi memang mengha rap kan adanya kebijakan dari peme rin tah terkait bandara enclave sipilitu.

Dia mencontohkan, keberadaan Bandara Kuala Namu, Deli Serdang, yang justru berkembang pesat, padahal sebelumnya ada di Bandara Polonia, Medan.

\"Kita ketahui maskapai kita tambah banyak pesawat. Kita tidak bisa lagi tambah frekuensi penerbangan karena keterbatasan frekuensi parkir.

Kita ingin pemerintah sudah ada time framesupaya bandara enclave sipil tidak terganggu,\" ujarnya di Kantor Garuda Indonesia, Jakarta, Jumat.

ASEAN Open Sky Ketua Umum Inaca M Arif Wibowo mengatakan, 2016 merupakan tahun yang penuh tantangan.

 
Meski begitu, peluang besar tetap terbuka bagi maskapai nasional untuk bisa terus bertumbuh dan memperluas pasarnya ke negara-negara ASEAN seiring dengan berlakunya liberalisasi sektor penerbangan ASEAN (ASEAN Open Sky) tahun ini.

\"Sebenarnya, kita sudah menghadapi liberalisasi penerbangan ASEAN dan sudah terlihat kita cukup mampu menghadapinya. Sekarang adalah saatnya untuk memperluas pasar agar bisa betul-betul memperoleh keuntungan dari situasi ini,\" ujarnya. (ed: eh ismail)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement