Jumat 28 Aug 2015 16:00 WIB

FOKUS PUBLIK- Menagih Tanah Meester Cornelis

Red:

Ratusan bangunan di bantaran kali di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, sudah rata dengan tanah. Dari Kamis (20/8) hingga awal pekan ini, warga setempat diusir dengan alat berat. Mereka dipaksa untuk menghuni bangunan vertikal di rumah susun sewa (rusunawa) Jatinegara Barat, Jakarta Timur.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menuding ribuan warga Kampung Pulo sudah menduduki tanah negara. Tak ada ganti rugi sepeser pun untuk mereka. Menurutnya, relokasi terhadap warga Kampung Pulo demi menertibkan daerah aliran sungai (DAS). Saban musim banjir, warga Kampung Pulo memang selalu menjadi sorotan media. Kampung itu menjadi daerah tergenang paling wahid. Sebelum daerah lain kebanjiran, Kampung Pulo selalu di antrean terdepan.

Rencananya, Pemprov DKI ingin membangun sodetan kali usai kawasan Kampung Pulo selesai dinormalisasi. Sodetan itu akan mengalirkan debit Sungai Ciliwung ke Banjir Kanal Timur. Dengan begitu, Ahok mengklaim banjir Jakarta akan teratasi.

Sebenarnya mayoritas warga setuju adanya program relokasi. Mereka hanya menagih janji ganti rugi yang didengung-dengungkan Joko Widodo saat masih menjadi gubernur. Salah satu ketua RT di Kampung Pulo, Muhammad Nur, menginformasikan terdapat delapan KK dari total 67 KK di RT-nya yang terkena penggusuran.

Dia menyampaikan, warga sesungguhnya mendukung apa pun program pemerintah. Namun, penolakan berakar dari ketiadaan ganti rugi yang dianggap tak adil. "Ini kan tanah adat, banyak juga yang punya verponding, tapi tidak dianggap," ujar Muhammad Nur.

Ia berharap pemerintah memperhitungkan uang yang digunakan warga membangun bangunan selama bertahun-tahun. Meski tak ikut tergusur, Muhammad Nur bertekad turut memperjuangkan hak warganya.

Warga yang berdiam di Kampung Pulo memiliki sejarah panjang. Permukiman di sana sudah ada jauh sebelum Indonesa merdeka. Sebelum Republik Indonesia ini berdiri, ribuan warga telah bermukim di Kampung Pulo bahkan sebelum tahun 1930.

Mayoritas warga adalah suku Betawi. Sejak tahun 1970-an banyak warga pendatang dari daerah "Kulon", Bogor, dan sekitarnya. Selain itu, terdapat etnis Tionghoa, juga warga keturunan Arab, Padang, dan Batak. Pada masa kolonial Belanda, kampung tersebut merupakan bagian dari kawasan Meester Cornelis. Kampung seluas 8.575 hektare tersebut memiliki akar dan nilai sejarah antropologi kultural yang kuat.

Selama empat abad, Meester Cornelis Jatinegara adalah salah satu pusat fungsional pertumbuhan Kota Jakarta. Fakta historis tersebut berhasil dihimpun Ivana Lee, pendamping warga dari LSM Ciliwung Merdeka, yang pernah melakukan penelitian di wilayah tersebut.

Secara bertahap, di sana mulai muncul perkampungan dan perkembangan perekonomian sektor informal. Kemajuan tersebut cukup pesat sebab Kampung Pulo awalnya adalah hutan. Sebagian wilayah Kampung Pulo dibuka oleh lima bersaudara (Asril, Rihen, Bandan, dan dua orang tak diketahui namanya) yang diberi wewenang oleh kolonial Belanda berupa dua surat verponding. Mereka menjadi tuan tanah yang menarik pajak pada para pemukim.

Dengan kata lain, tanah sebagian warga di Kampung Pulo adalah tanah adat yang dimiliki jauh sebelum tahun 1930. Hingga kini, LSM Ciliwung Merdeka secara de facto mendata masih banyak warga di Kampung Pulo yang memegang hak kepemilikan adat, seperti girik, petuk pajak bumi, jual beli di bawah tangan, dan verponding Indonesia.

Direktur Ciliwung Merdeka Sandyawan Sumardi menyatakan bahwa verponding diakui dalam UU Pokok Agraria Pasal 3 atau UU No 5 Tahun 1960. Ia mengatakan, sebagai konsekuensi dari lahirnya UU tersebut, Pemerintah Indonesia harus mengonversi surat-surat kepemilikan adat ke dalam sertifikat tanah warga.

Sandyawan menyebutkan, usaha demikian pernah dilakukan pemerintah melalui program Prona dan Larasita, namun birokrasi masih berbelit dan biayanya tinggi. Secara hukum, menurutnya, terutama berdasarkan asas keadilan, hak kepemilikan adat tidak bisa dibatalkan hanya karena warga bersangkutan belum mampu meningkatkan status surat-surat tanah itu menjadi sertifikat.

Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah menegaskan, Pemerintah Provinsi DKI tetap tidak akan mengganti rugi tanah warga. "Setelah kami kaji, kita nggak bisa mengeluarkan dana untuk ganti rugi. Statusnya itu tanah negara. Jika kita berikan uang, malah akan menyalahi aturan," ujarnya.

n ed: a syalaby ichsan

***

Komentar

Antisipasi Problem Pascarelokasi

Abdus Salam, Yogyakarta

Boleh saja kita prihatin dengan kondisi Ibu Kota yang semrawut. Mulai dari banjir, kemacetan, hingga kondisi permukiman yang padat penduduk dan terkesan kumuh. Akan tetapi, bukan berarti kita menutup mata tentang pentingnya menempatkan manusia sebagai subjek pembangunan kota.

Pemerintah DKI perlu memikirkan dampak pascarelokasi warganya. Mereka tidak hanya membutuhkan fasilitias pendidikan, kesehatan, tempat usaha, tempat ibadah, dan taman. Tetapi juga yang tidak boleh ketinggalan yang perlu dilakukan Pemerintah Provinsi DKI adalah pelatihan dan pendampingan. Diharapkan dengan pelatihan ini warga yang direlokasi dapat menyesuaikan kehidupan di rusun.

Dalam relokasi kali ini, konon tiap keluarga mendapat satu unit lokal seluas 30 meter persegi tentu menimbulkan kegagapan tersendiri bagi warga yang direlokasi. Bagaimana tidak, jika dalam satu keluarga di tempat semula (Kampung Pulo) ditempati dua sampai empat keluarga sekaligus. Hal ini perlu menjadi perhatian Pemerintah DKI. Pemerintah DKI harus menghitung lebih teliti jumlah keluarga yang mungkin tidak masuk daftar penerima unit. Sehingga, diharapkan tidak menimbulkan masalah baru.

Terkait uang sewa rusun yang akan dibayarkan warga pun jika tidak dipikirkan akan menjadi masalah tersendiri. Selama ini mereka tidak pernah membayar uang sewa rumah selama tinggal di tempat lama (Kampung Pulo). Nah, ketika bertempat di rusun nantinya mau tidak mau mereka akan membayar uang sewa.

Perubahan-perubahan perilaku hidup yang harus dihadapi warga saat menempati rusun tersebut harus diantisipasi sebelumnya oleh Pemerintah DKI. Karena bagaimanapun manusia terikat dengan lingkungannya. Jangan sampai relokasi yang bertujuan demi pembangunan kota justru meninggalkan masalah yang baru dan lebih kompleks.

Perlu Pendekatan Pendidikan

Tuswadi, Hiroshima

Membaca berita penggusuran permukiman penduduk di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, saya pribadi merasa sangat prihatin. Rakyak kecil yang tak berdaya kembali menjadi korban akibat pecahnya "pertempuran" antara penduduk dan aparat keamanan.

Peristiwa mengenaskan itu tidak perlu terjadi sekiranya penggusuran dilakukan setelah relokasi seluruh warga ke tempat penghunian yang baru benar-benar beres. Alias Kampung Pulo sudah kosong sehingga para petugas dapat melakukan penertiban wilayah.

Bercermin dari kultur atau budaya masyarakat Indonesia, hal yang sangat sulit bagi mereka untuk mau pindah dari kampung kelahiran atau tempat tinggal yang mungkin sudah selama ratusan tahun dijadikan tempat hunian oleh nenek moyang dan mereka di masa kini, meskipun diberikan ganti rugi. Bencana banjir bukanlah masalah besar karena tiap kali air sungai meluap, mereka sudah terbiasa mengungsi dan kembali lagi setelah kondisi aman.

Oleh karena itu, pendekatan pemerintah seumpama menggunakan educational approach (pendekatan pendidikan) dalam menangani kasus penggusuran hunian liar warga perlulah dicoba dan dibiasakan. Meskipun, hal ini tentu saja butuh proses dan waktu yang lama. Meski demikian, pemahaman masyarakat akan hukum sebab-akibat mengenai penataan hidup dan kehidupan mereka yang lebih baik niscaya akan mempermudah penertiban tanah-tanah negara tanpa harus represif.

Harus Persuasif

Mahmuddin Madani, Jakarta

Kota Jakarta yang indah, bersih, asri, tertib, dan nyaman adalah dambaan semua warga Jakarta, bahkan  impian bagi seluruh masyarakat Indonesia. Namun, untuk mencapai dambaan dan impian itu, cukup banyak kendala. Salah satu di antaranya perilaku penduduk Jakarta yang sangat tidak tertib dalam hal mendirikan tempat hunian. Ditambah lagi, aparat yang tidak tertib dan tidak konsisten dalam penertiban bangunan.

Jika sejak awal siapa pun yang mencoba mendirikan bangunan di bantaran sungai yang merupakan tanah milik negara ditindak dan dilakukan pencegahan, tentu tak akan ada bangunan yang berdiri di sana. Di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, sudah telanjur banyak   berdiri permukiman warga dan bilangan waktunya sudah puluhan tahun.

Sebelum menggusur, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentu harus berkomunikasi dengan masyarakat secara persuasif, agar tidak terjadi bentrok antara aparat dan warga. Bentrok antara aparat dan warga yang terjadi di Kampung Pulo disaksikan masyarakat dunia. Itu sangat memalukan dan memilukan. Dengan peristiwa itu, di mata internasional bangsa Indonesia bangsa yang belum berperadaban.

Tekankan Musyawarah

Fauzan Suhada, Depok

Semoga firman Allah SWT dalam QS an-Nahl ayat 90, yang artinya: "Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu berbuat adil dan kebaikan. Serta menyuruh kamu menyambung silaturahim keluarga terdekat kamu, menahan dari perbuatan buruk dan mungkar serta melarang kamu berbuat kezaliman. Semua itu telah diperintahkan Allah SWT padamu, semoga kamu terus mengingat-Nya."]

Selain itu, juga firman Allah SWT dalam QS al-Maidah ayat 8: "Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat ke takwa, dapat meningkatkan keinginan kita untuk berbuat adil."

Pemerintah harus menekankan musyawarah untuk mewujudkan keadilan tersebut dan senantiasa berusaha mewujudkan janji-janji terutama terkait masalah kampung deret, transparansi kebijakan publik, dan kesungguhan dalam pengentasan kemiskinan.

Indonesia menurut hasil muktamar Muhammadiyyah adalah negara ahda wasy syahadah (negara kesatuan dan kesepakatan) dan menurut hasil muktamar Nahdhatul Ulama adalah negara nusantara. Apakah layak setiap warga negara yang tinggal di dalamnya dizalimi oleh pemerintahnya sendiri?

Hanya Pandai Mengeluh

Sutarni Hadji Ali, Manado

Orang Jakarta hanya pandai mengeluh dan Ahok jalan terus atas nama peraturan dan undang-undang. DPRD Jakarta tidak berani bersuara membela rakyat. Nasib rakyat kecil, kantongnya pun kecil, tinggal di gubuk kecil, tentu tidak kecil biaya sertifikat tanah dan IMB maka mudah dikucilkan. Saya ingin tanya sama Ahok berapa hektarekah tanah miliknya, sesuaikah dengan UU Kepemilikan Penguasaan Tanah?

Dampak Pembiaran Negara

Herwin Nur, Tangerang Selatan

Pola kepemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah negara secara ilegal maupun banyaknya orang mendirikan bangunan (khususnya rumah liar, kumuh, tidak layak huni) di tanah ilegal, tanah telantar, bantaran sungai, rel kereta api, dan kolong jembatan layang menjadi menu resmi di depan mata penyelenggara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Penjaringan dan penyaringan pendatang baru seolah hanya dilakukan resmi setahun sekali, pascapemudik Lebaran balik ke Jakarta. Padahal, pintu masuk ke Jakarta bisa dari segala arah. Bahkan, pendatang ilegal dari mancanegara bebas melenggang masuk. Di pihak lain, rumah bisa dibeli/dimiliki oleh WNA. Bahkan, pulau kecil bisa disewa beli oleh investor asing.

Jakarta sebagai minatur nusantara, buka 24 jam, berbagai suku, agama, ras dan antargolongan kumpul bareng mencari nafkah, adu nasib, adu nyali, berjibaku. Penduduk siang hari bisa berlipat dibanding penduduk malam hari. Mental pendatang merasa bak raja, apalagi dengan modal minimal ingin hasil optimal. Tak salah jika "dikei ati ngrogoh rempelo" menjadi pedoman hidup.

Sudah Kewajiban Pemerintah

Giyat Yunianto, Bekasi

Adalah kewajiban pemerintah untuk menertibkan hal-hal yang tidak tertib.Adanya penggusuran di Kampung Pulo adalah dampak dari ketidaktertiban di wilayah tersebut. Adanya penolakan dari sejumlah warga merupakan hal yang manusiawi. Karena, tidak mudah memindahkan penduduk yang sudah bermukim di suatu daerah selama bertahun-tahun. Namun, pemerintah tidak boleh menyerah, biar bagaimanapun juga penggusuran Kampung Pulo adalah hal yang mutlak dilakukan.

Karena wilayah Kampung Pulo termasuk daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung yang harus "steril" dari bangunan liar. Insya Allah dengan adanya penertiban di Kampung Pulo, masyarakat akan merasakan manfaatnya di masa yang akan datang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement