Rabu 05 Aug 2015 15:00 WIB

APBN tak Terganggu Kurs Rupiah

Red:

JAKARTA -- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak memengaruhi anggaran. Hal ini karena pelemahan rupiah menambah penerimaan dari minyak dan gas (migas) yang bisa menutup kenaikan bunga utang.

Dengan kondisi tersebut, Bambang menilai, tidak perlu ada perubahan APBN. Selain itu, APBN terbantu dengan penurunan harga bahan baku, termasuk industri baja.

"Harga baja yang akan dipakai untuk infrastruktur kita turun meskipun terjadi pelemahan rupiah, sehingga belanja modal tidak terganggu. Secara umum, ini tidak mengganggu anggaran," jelasnya dalam konferensi pers di kantor pusat Bank Indonesia Jakarta, Selasa (4/8).

Ia mengakui, realisasi belanja modal masih 15 persen pada semester pertama. Namun, dengan pola berulang, belanja modal akan naik pesat di semester kedua. Dia optimistis, realisasi belanja modal akan berada di kisaran 80-85 persen sampai akhir tahun. "Kalau naik ke 85 persen, jadi naiknya 70 persen. Nah, kenaikan 70 persen ini kami harap akan membuat pertumbuhan ekonomi semester kedua lebih baik," imbuhnya.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, secara tahun kalender rupiah terdepresiasi 8,5 persen dan secara bulan ke bulan di bawah satu persen. Kondisi ini dinilai masih lebih baik dibandingkan dengan mata uang Singapura, Malaysia, dan negara ASEAN lainnya yang terdepresiasi lebih dari satu persen (mtd).

"Depresiasi rupiah itu ada pengaruh daripada global, khususnya Amerika juga ada persepsi bahwa pertumbuhan ekonomi kita melambat," kata Agus.

Agus menegaskan, Bank Indonesia akan selalu ada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Menurutnya, volatilitas rupiah lebih terjaga karena di bawah delapan persen dibandingkan negara lain, sampai 15 persen dan 10 persen.

Tekanan terhadap rupiah dipengaruhi eksternal karena ada perbaikan ekonomi AS dan pernyataan bank sentral AS (the Fed) yang akan menaikkan suku bunga. Menurutnya, situasi akan lebih stabil saat suku bunga AS naik, apalagi jika reformasi masih dijalankan.

Analis Institute Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto mengatakan, pasar sejauh ini mencermati pergerakan rupiah atas dolar AS. Ia memperkirakan, tren depresiasi rupiah masih akan terjadi hingga akhir 2015.

Menurutnya, tantangan rupiah di sisa tahun ini bergantung sekali pada sisi eksternal, yakni suku bunga bank sentral AS dan risiko utang Cina yang meningkat. Adapun sisi internal, depresiasi rupiah terkait dengan defisitnya nilai transaksi berjalan. Tak hanya itu, faktor lainnya adalah pembayaran utang yang jatuh tempo, terutama utang swasta.

Eko menambahkan, defisit transaksi berjalan yang ditambah dengan adanya rencana kenaikan suku bunga the Fed menjadikan upaya menjaga nilai tukar menjadi lebih sulit. "Defisit transaksi berjalan itu indikator fundamental. Dalam kondisi yang defisit, isu perekonomian global akan mudah menggoyang stabilitas rupiah," papar Eko.

Ia pun berharap, adanya strategi untuk memperbaiki kondisi defisit transaksi berjalan. Jika transaksi berjalan surplus, katanya, akan menciptakan kembali optimisme dan stabilitas nilai tukar rupiah yang selanjutnya mencerminkan kinerja fundamental. N ed: nur aini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement