JAKARTA — Nilai tukar rupiah selama beberapa pekan terakhir menguat terhadap dolar AS. Namun, Bank Indonesia tetap berupaya mengurangi gejolak terhadap nilai tukar rupiah.
Kurs tengah rupiah berdasarkan data Bank Indonesia per Kamis (23/4) berada di level Rp 12.939 per dolar AS, menguat dibandingkan Rabu (22/4) di level Rp 12.952.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara mengatakan, pihaknya tidak memiliki target level nilai tukar rupiah. Namun, bank sentral akan menjaga stabilitas rupiah atau mengurangi volatilitasnya.
"Oleh karena itu, BI tidak perlu memberikan proyeksi nilai tukar. Apalagi, nilai tukar kita juga dipengaruhi oleh faktor eksternal," ujar Tirta saat dihubungi Republika, Kamis (23/4).
Sejak awal 2015, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang didorong penguatan dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia. Pada Maret 2015, secara rata-rata nilai tukar rupiah melemah 2,37 persen (mtm) ke level Rp 13.066 per dolar AS. Secara point to point, rupiah terdepresiasi 1,14 persen dan ditutup di level Rp 13.074 per dolar AS.
Meskipun melemah, kata Tirta, depresiasi rupiah lebih terbatas dibandingkan pelemahan mata uang negara berkembang lainnya. Tekanan terhadap rupiah mereda dan mengalami apresiasi sejak pertengahan Maret pascapertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) bank sentral AS dan upaya stabilisasi rupiah oleh BI. Hal itu juga sejalan dengan aliran masuk portofolio asing ke Indonesia yang kembali meningkat pada April 2015.
Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova, mengatakan, munculnya harapan positif terhadap data produk domestik bruto (PDB), yang sedianya akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik dalam waktu dekat ini, yang tidak jauh dari pencapaian kuartal I 2014 menjadi salah satu penopang mata uang rupiah.
"PDB kuartal I 2015 berpotensi sedikit lebih tinggi dibandingkan kuartal IV 2014 ditopang konsumsi masyarakat yang masih tinggi," kata Rully.
Menurut dia, adanya harapan yang positif terhadap PDB Indonesia itu menjadi salah satu penjaga fluktuasi mata uang rupiah terhadap dolar AS untuk bergerak dalam kisaran yang stabil.
"Selain dari konsumsi masyarakat yang tinggi, sumber pertumbuhan juga diperkirakan datang dari sisi pemerintah berupa belanja modal infrastruktur dan penyertaan modal negara (PMN) BUMN," katanya.
Chief Economist Global Market Bank Permata Josua Pardede mengatakan, volatilitas rupiah yang meningkat sebagai efek dari ketidakpastian kenaikan suku bunga the Fed. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan berada di level Rp 13.000 pada akhir 2015.
"Rupiah belum aman, ada potensi ke Rp 13.000 per dolar AS karena neraca transaksi berjalan belum sustainable," ujar Josua.
Dari sisi faktor eksternal, nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan melemah pada Juni karena beberapa agenda. Seperti kepastian suku bunga the Fed pada rapat FOMC bulan Juni, pembayaran utang Yunani, serta permintaan dolar yang meningkat untuk repatriasi pembayaran dividen dan pembayaran utang luar negeri. N c87/antara ed: nur aini