Kamis 27 Nov 2014 14:00 WIB

Industri Aluminium Terkendala Sumber Energi

Red:

JAKARTA -- Produksi aluminium di Tanah Air belum dapat mencukupi tingginya kebutuhan. Peningkatan produksi aluminium hingga saat ini masih terkendala sumber energi murah.

Ketua Umum Asosiasi Pengecoran Logam Indonesia (Aplindo) Achmad Safiun mengungkapkan, kebutuhan aluminium tahun depan akan melonjak sejalan dengan semakin banyaknya industri otomotif di Indonesia. Selain itu, kebutuhan aluminium datang dari gedung-gedung pencakar langit yang semakin banyak.

"Tapi, saat ini produksi aluminium di Indonesia masih rendah, sekitar 250 ribu ton per tahun. Padahal, kebutuhan aluminium dalam negeri 800 ribu ton," ungkapnya di Jakarta, Rabu (26/11).

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tersebut, Indonesia harus impor aluminium. Jumlah impor diprediksi semakin besar. Safiun memperkirakan pada 2025 kebutuhan aluminium di Tanah Air bisa mencapai 2,2 juta ton per tahun.

Dia mengatakan, produktivitas aluminium dalam negeri masih terkendala sumber energi. Jika ada dukungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang memadai dan berharga murah, dia yakin produksi aluminium domestik bisa melimpah.

"Sekitar 48 persen harga aluminium adalah energi, sehingga energinya harus murah, apabila menggunakan energi batu bara atau gas alam, industri aluminium kita tidak bisa compete," ujar Safiun.

Produksi satu ton aluminium, kata Safiun, idealnya membutuhkan energy 14 megawatt (mw) per jam. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar terutama PLTA. Akan tetapi, infrastruktur dan aliran energi listrik belum dibangun dengan baik sehingga menghambat produktivitas industri aluminium.

"Sekarang, hal yang perlu dipikirkan adalah melakukan investasi untuk membangun infrastruktur yang memadai," ujar Safiun.

Sejauh ini, PLTA dinilai sebagai salah satu sumber energi yang relatif murah untuk industri. Potensi sumber energi air, kata Safiun, paling banyak terdapat di wilayah Indonesia timur. Karena itu, promosi investasi diarahkan ke Indonesia timur. Namun, Safiun mengatakan, investor tidak tertarik karena belum ada infrastruktur dan sumber energi yang memadai di wilayah tersebut.rep: rizky jaramaya ed: nur aini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement