Jumat 21 Nov 2014 15:00 WIB

BUMN Masih Bertransaksi Pakai Valas

Red:

DENPASAR — Bank Indonesia (BI) menegur Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang masih menggunakan valuta asing (valas) untuk transaksi di dalam negeri. Bank sentral mencatat transaksi dengan valas di dalam negeri meningkat.

Deputi Gubernur BI Bidang Sistem Pembayaran dan Pengawasan Bank Ronald Waas mengatakan, masih banyak transaksi antar-BUMN yang menggunakan valas. Padahal, Undang-Undang (UU) Mata Uang mewajibkan setiap transaksi pembayaran di Indonesia harus menggunakan rupiah.

"Kalau BUMN saja tak mematuhi penggunaan mata uang, bagaimana yang lainnya? Yang jelas, terjadi peningkatan dari tahun ke tahun," kata Ronald kepada Republika di Denpasar, Kamis (20/11).

Meski demikian, Ronald tidak merinci lebih lanjut besaran transaksi valas yang terjadi antar-BUMN di dalam negeri. Ia juga enggan menyebutkan nama perusahaan pelat merah tersebut.

Direktur Departemen Pengelolaan Uang BI Eko Yulianto mengungkapkan, banyaknya transaksi valas di dalam negeri akan memberikan tekanan pada nilai tukar. Nilai tukar terganggu karena banyaknya permintaan valas di Indonesia.

"Penggunaan rupiah tentunya akan mengurangi tekanan," ujar Eko.

Dalam pasal pertama UU Mata Uang, kata Eko, segala bentuk pembayaran di wilayah NKRI harus menggunakan rupiah. Meskipun eksposur pendanaan BUMN dalam bentuk valas, Eko menegaskan transaksi di dalam negeri harus tetap menggunakan dolar.

Eko mencontohkan, suku cadang kendaraan di perusahaan otomotif dalam negeri dibeli dengan dolar. Namun, penjualan di dalam negeri harus tetap menggunakan rupiah.

"Transaksi-transaksi di pelabuhan, visa on travel misalnya, banyak (BUMN) yang masih memakai valas. Dengan tegas kami imbau bahwa mereka harus menggunakan rupiah," kata Eko.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Kamil Razak mengatakan, transaksi BUMN dengan valas di dalam negeri dibatasi. Bentuk transaksi yang diperbolehkan, misalnya penerimaan atau pemberian hibah, transaksi perdagangan internasional (ekspor impor), simpanan valas di bank, dan sejumlah transaksi pembiayaan nasional yang tujuannya mencari profit.

"Meski demikian, BUMN tersebut harus dilengkapi standard operating procedure (SOP)," kata Kamil.

Kamil menambahkan, Polri sudah melakukan pertemuan dengan Menteri BUMN, Menteri Keuangan, dan Gubernur BI. Mereka sudah membuat pedoman SOP seluruh BUMN terkait batasan dalam melakukan transaksi keuangan dalam bentuk valas di dalam negeri. Selain itu, BI telah membuat kesepakatan dengan Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan Indonesia (Astindo) dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).

Dengan kesepakatan itu, seluruh hotel di wilayah Indonesia, khususnya hotel-hotel berbintang, diwajibkan bertransaksi dengan rupiah. Kamil mengatakan bahwa ada sanksi hukum yang tegas bagi hotel-hotel yang masih melakukan pelayanan dengan valas.

"Seluruh hotel, khususnya di daerah wisata, tidak boleh bertransaksi selain rupiah," ujarnya.

Kamil mengungkapkan bahwa pihaknya masih menemukan banyak kasus di Batam yang melakukan pembayaran dalam dolar Singapura. "Sudah kami tindak tegas. Mulai detik ini, tidak ada (hotel dan badan usaha di wilayah NKRI) yang menggunakan mata uang asing," katanya. Ia pun mengingatkan pihak perhotelan jika ada konsumen yang menolak menggunakan rupiah untuk segera dilaporkan.

Kabareskrim Polri saat ini memprioritaskan lima daerah untuk penegakan hukum, yaitu Batam (Kepulauan Riau), Bali, Nusa Tenggara Barat, Medan (Sumatra Utara), dan Surabaya (Jawa Timur). Alasannya, transaksi valas terbesar terjadi di lima kota tersebut. N ed: nur aini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement