Berpenghasilan rendah tidak berarti membuat masyarakat tidak mampu menabung. Kemampuan masyarakat kecil untuk menabung tergantung kemauan. Karena itu, bagaimana membuat masyarakat mau menabung menjadi pekerjaan rumah otoritas keuangan bersama industri.
Kemampuan masyarakat kecil menabung terungkap dalam hasil proyek uji coba Bank Mandiri untuk mengukur inklusi keuangan. Direktur Utama Bank Mandiri Budi G Sadikin mengungkapkan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah mampu menabung meski nilainya kecil. Uji coba dilakukan di wilayah yang tidak memiliki cabang Bank Mandiri, seperti Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Di wilayah tersebut, masyarakat seperti petani bawang tidak memiliki lahan. Mereka hanya berpenghasilan sekitar Rp 50 ribu per hari. Namun, pengeluaran kepala keluarga untuk rokok mencapai Rp 10 ribu per hari. Dikurangi sejumlah pengeluaran, seperti jajan anak dan pulsa, rumah tangga masih memiliki sisa sekitar Rp 10 ribu sampai Rp 20 ribu untuk ditabung.
"Jika tidak ada pengeluaran untuk rokok, kemampuan menabung jadi lebih besar. Ini jadi pengeluaran umum masyarakat penghasilan rendah Indonesia," kata Budi di acara forum internasional inklusi keuangan di Jakarta, Kamis (23/10).
Kemampuan masyarakat berpenghasilan rendah, terutama di wilayah pelosok Indonesia inilah yang dinilai perlu ditangkap oleh industri. Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengungkapkan bahwa paradigma masyarakat berpenghasilan rendah yang hanya membutuhkan pendanaan atau kredit perlu diubah. Mereka bisa menabung sekaligus bisa menggunakan telepon seluler. Sehingga, perluasan inklusi keuangan dengan sistem bank nirkantor (branchless banking) bisa dilakukan.
Dari riset Mandiri Institute diketahui, masih terdapat 48 persen penduduk Indonesia yang belum memiliki akses ke layanan keuangan. Masyarakat yang berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening di institusi formal juga baru tercatat 20 persen. Angka itu jauh apabila dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 66 persen dan Thailand 73 persen.
"Industri, temasuk Mandiri perlu memahami kebutuhan pengguna, aturan regulator, dan pendukung infrastruktur telekomunikasi," ujar Destry. Perluasan inklusi keuangan juga dinilai membutuhkan dukungan perusahaan telekomunikasi dengan menurunkan biaya pulsa untuk transaksi perbankan.
Perluasan inklusi keuangan dinilai Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad tidak hanya memudahkan kredit. Akses ke lembaga keuangan juga dapat menyejahterakan masyarakat. "Financial inclusion jangan dijadikan isu residual dan bisnis sampingan, tapi harus jadi fokus dan komitmen industri," katanya.
Upaya untuk inklusi keuangan tersebut, antara lain, dengan bank nirkantor yang memanfaatkan agen dan telepon seluler. Agen ini nantinya tidak hanya sebagai perantara penyalur produk keuangan, tapi juga agen edukasi. Agen-agen itu bisa berupa toko swalayan kecil sehingga memudahkan akses masyarakat.
Muliaman menargetkan setiap bank setidaknya memiliki 1.000 agen. Proyek uji coba bank nirkantor pada Mei 2013 lalu yang melibatkan lima bank dinilai menunjukkan hasil baik. Karena itu, OJK optimistis inklusi keuangan bisa tercapai.
"Ini akan jadi kerangka pengembangan untuk mengatur produk keuangan bebasis tabungan, kredit, dan asuransi," ujarnya.
Proyek bank nirkantor tersebut ditarget bisa melibatkan lebih banyak bank. "OJK akan menyeleksi bank mana yang boleh dan tidak," katanya. Paket aturan mengenai hal tersebut akan diterbitkan pada November mendatang. rep: fuji pratiwi ed: nur aini