Kamis 01 Dec 2016 16:00 WIB

Buah Lokal Enak di Lidah, tak Menarik Dipandang

Red:

JAKARTA  --  Derasnya arus impor memperlihatkan ada yang salah dengan buah-buahan yang diproduksi oleh petani dalam negeri. Kualitas menjadi isu penting yang harus diperbaiki para petani buah-buahan lokal.

"Beberapa buah kita kualitasnya memang telah bagus, tapi masih banyak buah yang kualitasnya kurang sehingga kalah ketika dibandingkan dengan buah impor," ujar pengamat pertanian Dwi Andreas kepada Republika, di Jakarta, Rabu (30/11).

Dwi mengatakan, perbedaan buah impor dan lokal memang terlihat dari kualitas bentuk buah tersebut. Buah lokal meski memiliki rasa yang enak di lidah, kurang indah ketika dipandang. Kualitas ini pun yang menghalangi buah-buahan dari Indonesia untuk masuk ke pasar global.

Padahal, dengan letak geografis yang strategis, kata Dwi, Indonesia dikaruniai beragam buah-buahan yang memiliki keunikan tersendiri dan diminati oleh masyarakat luar. Namun, lagi-lagi persoalan kualitas membuat buah tersebut gagal masuk verifikasi sebagai buah yang layak dikonsumsi oleh pemerintah luar.

Kementerian Pertanian berupaya mengerem masuknya buah impor melalui sedikitnya lima regulasi. Direktur Jenderal Hortikulutra Kementan Spudnik Sujono mengatakan, regulasi tersebut, di antaranya kebijakan melakukan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) sesuai Permentan No 86 Tahun 2013. "Itu fungsinya untuk mengatur kapan masuk dan kapan tutupnya impor," ujarnya.

Pemberian rekomendasi impor tersebut diakuinya tidak bisa sembarangan diberikan. Izin impor diberikan dengan memperhatikan kebijakan dalam negeri. Ia menegaskan, saat komoditas, misalnya, buah jeruk sedang panen, RIPH jeruk tidak akan diberikan.

Pembatasan impor juga dilakukan dengan menentukan pembatasan pintu pemasukan produk impor sesuai Permentan No 15 Tahun 2012. Pembatasan pintu tersebut adalah Pelabuhan Belawan (Medan), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya), Pelabuhan Soekarno Hatta (Makassar), dan Bandar Udara Soetta (Jakarta).

Produksi buah nusantara Indonesia selama 2015 lalu mencapai 21.243.303 ton, sementara buah impor hanya 405.487 ton. Itu artinya buah impor hanya menyumbang 0,019 persen. "Buah impor nggak ada apa-apanya, cuma secuil," kata konsultan pemasaran yang berpengalaman mempromosikan produk hortikultura selama lebih dari 25 tahun, Kafi Kurnia.

Pria yang juga menjabat sebagai CEO Propaganda Alien ini mengatakan, dengan kuantitas yang sangat sedikit tersebut, tidak perlu membuat masyarakat dan pemerintah takut atau khawatir. Apalagi, buah yang diimpor kebanyakan merupakan buah subtropis yang tidak tumbuh baik di Indonesia.

Buah yang paling banyak diimpor di Indonesia, di antaranya apel, pir, jeruk, anggur, dan longans. Buah-buah tersebut hidup di iklim subtropis. Namun, Kafi tidak menampik selama ini muncul persepsi masyarakat bahwa buah nusantara seolah dianaktirikan karena buah impor begitu baik ditampilkan.

"Kalau buah subtropis itu matang ya matang, mentah ya mentah, tidak seperti buah tropis yang bisa dimatangkan," kata Kafi. Maksudnya, buah tropis biasanya dipanen sebelum berada dalam kondisi 100 persen masak untuk menghindari kerusakan selama distribusi.

Dibanding mengkhawatirkan buah impor, Kafi berharap Indonesia bisa turut bersaing dengan memperbaiki kualitas buah tropis. Lahan, bibit, pupuk, air, dan pemasaran dianggap Kafi sebagai lima hal pokok untuk mengembangkan buah nusantara. rep: Debbie Sutrisno, Melisa Riska Putri  ed: Citra Listya Rini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement