Jumat 21 Oct 2016 17:15 WIB

Korupsi Masih Melemahkan Daya Saing Nasional

Red:

JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mencatat, selama dua tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), peringkat Indonesia dalam Indeks Daya Saing Global (CGI) terus menurun, dari 34 pada 2014-2015 menjadi 41 pada 2016-2017.

"Beberapa pilar yang dinilai menurun antara lain institusi, kesehatan dan pendidikan, inefisiensi pasar, teknologi, serta inovasi," kata peneliti Indef, Eko Listiyanto, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/10).

Jika dibandingkan India, yang juga baru sekitar dua tahun dipimpin pemerintah baru di bawah Perdana Menteri Narendra Modi, Indonesia cukup jauh tertinggal karena hampir seluruh indikator CGI India versi Forum Ekonomi Dunia (WEF) menunjukkan hasil positif, sehingga saat ini menempati peringkat ke-39.

Meskipun memiliki keunggulan, yakni ukuran pasar yang besar, Indonesia dianggap belum bisa memaksimalkan potensi tersebut karena investasi dan kegiatan ekonomi yang ingin didorong melalui penerbitan 13 paket kebijakan ekonomi implementasinya sangat minim.

Indeks Kemudahan Berbisnis versi Bank Dunia menempatkan Indonesia di posisi ke-109, sangat jauh dibandingkan Malaysia peringkat ke-18, Thailand peringkat ke-49, dan Vietnam peringkat ke-90. Beberapa indikator yang menjadi rapor merah bagi Indonesia yakni aspek memulai usaha, pendaftaran properti, pembayaran pajak, dan penegakan kontrak.

"Ini menunjukkan persepsi investor terhadap kegiatan ekonomi di Indonesia belum berubah dari beberapa tahun lalu yaitu masih terkait korupsi, inefisiensi birokrasi, dan infrastruktur yang tidak cukup. Ini pekerjaan rumah paling penting yang harus diselesaikan pemerintah kalau ingin memperbaiki ekonomi," kata Eko.

Sementara dari segi industri, kontribusi sektor pengolahan atau manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi nasional cenderung melemah, yakni berkisar 20 persen. Padahal, pada 2001, sempat mencapai 29 persen. Kondisi ini diperparah dengan implementasi hilirisasi industri masih minim, sehingga ketergantungan terhadap hasil ekspor komoditas belum dapat teratasi, dan menyebabkan nilai ekspor Indonesia sangat rentan terhadap gejolak perekonomian global.

Dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi 5,5 persen pada 2011-2015, ekspor manufaktur Indonesia menjadi yang terendah di ASEAN pada 2014, yakni 40 persen dari total komoditas ekspor. Sementara, Thailand tertinggi dengan 73 persen, disusul Vietnam 72 persen dan Malaysia 62 persen. "Jadi dalam aspek produktivitas dan peningkatan daya saing, rapor Indonesia masih merah," ujar Eko.

Secara terpisah, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mendorong industri penerbangan nasional untuk menciptakan inovasi-inovasi guna meningkatkan daya saing dalam era modernisasi dan deregulasi saat ini.

"Dalam industri penerbangan, dengan margin yang semakin ketat dan diferensiasi produk memegang peranan penting, maskapai penerbangan yang beroperasi dengan inovasi terbaik akan memiliki keunggulan dalam era modernisasi dan deregulasi," kata Budi.

Untuk itu, dia mengatakan, pemerintah akan terus mendorong inovasi untuk membuat industri penerbangan lebih aman, ramah lingkungan, kompetitif, dan didukung dengan infrastruktur yang efisien. Budi menyambut baik penyelenggaraan rapat tahunan Inaca, yang bertujuan membangun daya saing yang lebih kuat maskapai nasional. Sejalan dengan kebijakan pemerintah, yang bertujuan untuk mendorong peningkatan kinerja industri penerbangan dengan fokus kepada keselamatan dan keamanan transportasi, peningkatan kualitas pelayanan dan penyempurnaan tata kelola dan regulasi.

Terkait merosotnya daya saing Indonesia, sebelumnya Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, ada kelemahan di tiga aspek, yakni tingkat korupsi, keruwetan birokrasi, dan target pembangunan infrastruktur. "Daya saing (turun) itu (disebabkan) nomor satu korupsi, kedua birokorasi, ketiga infarstruktur. Jadi, tiga ini masih dikerjakan," katanya beberapa waktu lalu.     rep: Sapto Andika Candra/antara, ed: Citra Listya Rini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement