Senin 17 Oct 2016 13:00 WIB

RI Agresif Melawan Google

Red:

JAKARTA -- Pemerintah diminta lebih agresif untuk memajaki raksasa perusahaan teknologi informasi asal Amerika Serikat (AS), Google. Berkaca dari pengalaman Inggris membuat aturan perpajakan baru, koordinasi antara pemerintah dan parlemen diperlukan, supaya Google membayar pajak atas keuntungan yang diperoleh dari kegiatannya di Indonesia.

Pengamat perpajakan, Darussalam, mengatakan, sejak awal Google memang secara lihai melakukan perencanaan perpajakan untuk menghindari pengenaan pajak. Inggris setidaknya berhasil membuat Google rela membayar tunggakan pajak sejak Inggris mengeluarkan diverted profit tax atau pajak atas keuntungan yang dibawa ke luar negeri.

Di Irlandia, Google kembali menghindari pajak dengan membentuk manajemen yang efektif berkedudukan di Bermuda. Ketentuan yang berlaku baik di Irlandia dan Bermuda membuat Google tak tersentuh pajak. Di Irlandia, pengenaan pajak diberikan apabila manajemen efektif juga berada di dalam negeri. Sedangkan Bermuda, menerapkan pajak kepada perusahaan yang didirikan sejak awal di sana.

Langkah Google untuk mengeluarkan ongkos minim dalam menyetor pajak terus berlanjut. Google mendirikan anak usaha di Singapura, kegiatan operasional di Indonesia, termasuk iklan juga diatur dari sana. Google sejak awal menghindari pembentukan Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia demi bebas dari pajak.

Alasannya, BUT merupakan syarat atau ambang batas bagi negara sumber untuk dapat mengenakan pajak dari negara sumber. Dengan begitu, Darussalam mengatakan, Indonesia tidak berhak memajaki penghasilan yang bersumber dari Indonesia atas jualan Google, yaitu iklan secara online.

"Otoritas Pajak (pemerintah) harusnya juga secara agresif mengejar perpajakan kita. Kalau dia (Google) melakukan aggressive tax planning. Ini seperti strategi Machiavelli. Jadi, harus dilawan," kata Darussalam di Jakarta, akhir pekan lalu.

Dia mengatakan, ketegasan yang dilakukan oleh pemerintah dan parlemen Inggris dalam menelurkan undang-undang baru tentang perpajakan dinilai bisa ditiru Pemerintah Indonesia. Darussalam menilai, tidak menutup kemungkinan penerimaan pajak dari wajib pajak saat ini tidak lebih besar dari nilai tunggakan pajak yang harus dibayarkan Google.

"Supaya Google tidak berlindung lagi di tax treaty. Karena objek tax treaty itu adalah PPh. Intinya, Google akan dikenakan 25 persen kalau dia secara sengaja berupaya di negara Inggris untuk tidak membentuk BUT. Kalau itu terbukti, maka 25 persen dikenakan atas profitnya yang bersumber dari Inggris," ujarnya.

Darussalam mengatakan, aturan main baru yang dijalankan Inggris berhasil memaksa Google dan perusahaan OTT lain untuk mengubah struktur bisnisnya dan membentuk satu BUT resmi yang dikenai pajak. Pemerintah Indonesia diminta mengimbangi jurus Google yang agresif untuk menghindari pajak dengan kebijakan yang agresif pula.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hestu Yoga, menyatakan, hingga saat ini pemeriksaan oleh Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus masih terus dilakukan. Apalagi, kata Yoga, permasalahan untuk memajaki Google ini tak hanya dihadapi oleh Indonesia, melainkan juga negara-negara lain.

"Berdasarkan aturan yang baru, kan kanwil Jakarta Khusus lakukan pemeriksaan dahulu. Kalau nanti perlu ada penguatan di aturan dan regulasi yang jadi PR kita ke depannya. Pengenaan suatu jenis pajak baru harus bicara dengan DPR dan itu melalui proses. Kita lihat saja ke depan apakah kita akan perkuat UU pajak yang ada sekarang atau mengeluarkan jenis pajak baru seperti itu," katanya.

Anggota Komisi XI DPR, Misbakhun, menilai, dengan menolak menjadi satu BUT, Google sudah melawan aturan perpajakan di Indonesia. Dia menyatakan, pekan depan akan ada usulan untuk memanggil perwakilan dari Google Indonesia atau Google Asia Pacific untuk melakukan pertemuan dengan parlemen.

"Yang pasti kita akan menanyakan dasar dan alasan Google atas tindakan yang dilakukan terhadap aturan perpajakan di Indonesia, sehingga sampai menimbulkan dispute dengan pihak otoritas perpajakan," katanya.     rep: Sapto Andika Candra, ed: Citra Listya Rini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement