Rabu 28 Sep 2016 17:00 WIB

Indonesia Berpeluang Dominasi Pasar ASEAN

Red:

JAKARTA — Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, Indonesia berpeluang mendominasi pangsa pasar di lingkup perhimpunan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Ini mengingat Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara yang kaya sumber daya alam (SDA) dan besarnya tingkat populasi.

"Kita jangan hanya jadi pangsa pasar. Kita harus menjadi pemain yang bisa mendominasi ASEAN," kata Rosan di Jakarta, Selasa (27/9).

Rosan mengatakan, saat ini Indonesia mampu menguasi 40 persen peredaran barang ekspor di lingkup ASEAN. Menurut dia, persentase tersebut bisa berubah dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Untuk mendorong Indonesia sebagai pemain besar di tingkat MEA, Rosan mengatakan, pemerintah dan pelaku usaha harus bahu-membahu. Misalnya, dengan penyebarluasan produk dalam negeri yang berkualitas agar mampu diserap negara ASEAN.

Rosan mengatakan, pemerintah saat ini sudah mempermudah jalan pengusaha untuk berbisnis di dalam negeri. Sejumlah peraturan yanng menghambat industri untuk tumbuh pun mulai dideregulasi agar industri mampu meningkatkan kapasitas produksinya yang berkualitas.

Kadin menargetkan nilai ekspor Indonesia mencapai 750 miliar dolar AS serta tumbuh 500 persen pada 2030. Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Kementerian Perdagangan (Kemendag) Arlinda menilai, pertumbuhan 500 persen nilai ekspor untuk 10-15 tahun ke depan cukup ambisius.

Arlinda menyebutkan, rata-rata pertumbuhan nilai ekspor mencapai 7-14 persen per tahun. Untuk mencapai pertumbuhan 500 persen dalam 15 tahun, pertumbuhan ekspor nasional rata-rata harus mencapai 30-35 persen per tahun. "Angka 500 persen ini memang sangat ambisius. Tapi, ini bukan berarti tidak mungkin," kata Arlinda.

Menurut Arlinda, harus ada pemikiran out of the box jika target pertumbuhan ekspor 500 persen ingin dicapai. Sebab, banyak kendala eksternal dan internal yang masih menghantui kinerja ekspor dalam negeri. Dari sektor luar, pertumbuhan perekonomian yang belum kondusif membuat harga komoditas Indonesia dihargai murah. Walaupun kuantitasnya banyak, pendapatan yang dihasilkan masih belum meningkat.

Di sisi internal, pelaku usaha juga masih kesulitan dengan iklim usaha yang masih diperbaiki oleh pemerintah melalui sejumlah deregulasi. Infrastruktur pendukung dalam meningkatkan efisiensi pun masih belum didapatkan secara maksimal. Hasilnya harga produk dalam negeri kerap lebih tinggi dibandingkan produk sejenis dari negara lain. Sejumlah hambatan inilah yang harus dibicarakan secara serius oleh pemangku kebijakan dan pelaku usaha.

Pemerintah saat ini masih melihat kondisi sejumlah negara yang masuk dalam pasar tradisional, nontradisional, dan negara yang belum tersentuh pasar ekspor Indonesia. Pasar tradisional, seperti Amerika, Jepang, dan Cina masih menjadi pangsa pasar utama ekspor dalam negeri.

Untuk negara nontradisional, seperti Timur Tengah, Amerika Selatan, dan sebagian Eropa, meski belum banyak menyerap produk lokal, pasar ini masih cukup berpotensi dalam meningkatkan nilai ekspor secara keseluruhan. Sedangkan, negara yang berpotensi seperti di Benua Afrika memang awalnya tidak memiliki potensi menyerap produk dalam negeri. Tetapi, dengan kondisi global saat ini, pemerintah tengah milirik kembali potensi pasar tersebut.     rep: Debbie Sutrisno, ed: Citra Listya Rini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement