Rabu 13 Jul 2016 18:00 WIB

Pengusaha tak Risaukan Gugatan

Red:

JAKARTA - Para pengusaha tak merisaukan gugatan terhadap Undang-Undang Pengampunan Pajak. Sebab, mereka melihat faktor ketidakpastian hukum sudah teratasi.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, mengatakan, gugatan Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak mengganggu keyakinan para pengusaha yang akan memanfaatkan kebijakan ini. "Sebelumnya ada kekhawatiran kepastian hukum, tapi Menteri Keuangan sudah meyakinkan dan kami tidak ragu," ungkap Hariyadi usai Rapat Koordinasi Strategi Komunikasi Kebijakan Pengampunan Pajak di Kantor Kementerian Keuangan, Senin (11/7).

Yang penting, Hariyadi melanjutkan, potensi sengketa harus dihindari. Jangan sampai pula ada perbedaan persepsi di tataran pelaksanaan dan pembuat kebijakan, misalnya soal penilaian nilai wajar.

Apindo sendiri akan aktif membantu sosialisasi kebijakan ini setelah 18 Juli nanti baik melalui media massa, maupun sarana lain.

Anggota Tim Ahli Wakil Presiden, Sofyan Wanandi, menjelaskan, berbagai pihak sudah memberi masukan yang harus dilakukan agar dana repatriasi dan dana di dalam negeri yang belum pernah dilaporkan, bisa menggerakkan ekonomi selama tiga tahun ke depan secara fleksibel. Ini penting untuk mengurangi kekhawatiran penerapan kebijakan pengampunan pajak.

"Kalau ada yang menggugat undang-undang ini ke Mahkamah Konstitusi, silakan saja. Tapi, kami ingin hasil pengampunan pajak bisa menggerakkan ekonomi dan mengurangi kemiskinan," ungkap Sofyan. Dunia usaha, lanjut Sofyan, cukup siap dengan kebijakan pengampunan pajak ini karena hanya berlangsung sembilan bulan. Saat kondisi ekonomi dunia serba sulit seperti ini, akan lebih baik investasi di dalam negeri, sekaligus kesempatan berperan membangun Indonesia.

Sofyan menyebutkan, potensi dana hasil pengampunan pajak yang bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan ekonomi mencapai Rp 2.000 triliun, sekitar separuhnya ada di dalam negeri. Jika instrumen pemerintah terbatas, mereka yang ingin memanfaatkan pengampunan pajak bisa memanfaatkan instrumen swasta. Bank syariah dan UMKM juga diajak untuk terlibat.

Meski begitu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai, instrumen keuangan untuk menampung dana repatriasi dari pengampunan pajak harus diperkaya. Anggota Dewan Komisioner LPS, Destry Damayanti, mengatakan, industri keuangan seharusnya lebih siap dengan instrumen baru untuk menampung dana yang diperkirakan memiliki potensi sangat besar ini.

"Kita harapkan kan jangan semuanya masuk ke obligasi dan saham. Itu pilihan instrumen yang perlu diperkaya," ujar Destry Damayanti di Jakarta, Selasa (12/7). Menurut Destry, dana tersebut bisa dimasukan ke perusahaan yang akan melakukan Initial Public Offering (IPO). Namun, jika belum maka dana bisa dimasukkan ke stok-stok tertentu yang jumlahnya relatif terbatas.

Dengan dana sebesar Rp 3.500 triliun hingga Rp 4.000 triliun yang berada di luar negeri, diperkirakan akan masuk sebesar Rp 160 triliun melalui kebijakan tax amnesty ini. Sehingga, dana tersebut juga dapat masuk ke sektor riil. "Tapi kan tidak semuanya masuk ke instrumen keuangan kan. Itu bisa juga masuk ke sektor rill, apakah masuk ke ekspansi usaha maupun properti. Jadi masih banyak yang bisa terjadi," kata Destry.

Destry menilai, kebijakan ini akan berdampak positif untuk meningkatkan penerimaan negara. Apalagi, menurutnya, saat ini merupakan waktu yang bagus, dengan kondisi ekonomi yang sedang stabil. "Secara konsisten pemerintah dan pengusaha harus terapkan. Karena ekonomi kita ini lagi bagus, confident dari luar juga bagus. Kalau bukan kita yang support ya siapa lagi," ujarnya. rep: Idealisa Masyrafina, Fuji pratiwi ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement