Kamis 30 Jun 2016 14:00 WIB

BI Kembali Revisi Pertumbuhan Kredit Perbankan

Red:

JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) kembali merevisi proyeksi pertumbuhan kredit perbankan 2016. Terbaru, otoritas moneter memperkirakan kredit perbankan hanya akan tumbuh pada kisaran 8,0 persen hingga 10 persen (year on year/yoy). Proyeksi ini lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang tercatat pada rentang 11 persen sampai 12 persen.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, penurunan proyeksi tersebut berdasarkan capaian pertumbuhan kredit perbankan dalam kurun waktu Desember 2015 hingga Mei 2016 yang hanya mencapai 0,3 persen (year to date/ytd). "Sulit untuk mencapai pertumbuhan kredit 12 persen. Paling mungkin delapan hingga 10 persen," kata Mirza di Jakarta, Selasa (28/6) malam. Kendati begitu, Mirza meyakini, pada semester II 2016, permintaan dari masyarakat dan pasokan kredit perbankan akan meningkat.

Dengan begitu, lemahnya penyaluran kredit pada semester I dapat dipulihkan. Berdasarkan data BI, pertumbuhan kredit perbankan pada April 2016 sebesar delapan persen yoy. Capaian tersebut lebih rendah dari pertumbuhan kredit pada Maret 2016 yang tercatat mencapai 8,7 persen yoy.

Pada tahun ini, BI telah melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial dengan menaikkan batas bawah rasio pinjaman terhadap pendanaan bank (loan to funding ratio/LFR) menjadi 80 persen dari 78 persen. Peningkatan itu diharapkan akan meningkatkan pasokan kredit perbankan. Selain itu, otoritas moneter juga memberikan insentif lain, yaitu dengan pelonggaran rasio pinjaman kredit dari agunan (loan to value/LTV) dan financing to value/FTV untuk kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi 85 persen dari 80 persen. Kedua kebijakan ini diyakini dapat mendorong permintaan kredit konsumer tersebut.

"Secara tren kuartal III dan IV memang akan naik, tapi agak sulit memang menyentuh pertumbuhan 12 persen," kata Mirza. Sedangkan untuk pelonggaran kebijakan LTV untuk kredit kendaraan bermotor (KKB), kata Mirza, BI masih mengkaji hal tersebut. Sebab, BI masih akan memantau seberapa cepat perbankan bisa melakukan penyesuaian dengan dua kebijakan tersebut.

Pengajar Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Dony Abdul Chalid menjelaskan, rendahnya pertumbuhan kredit perbankan pada tahun ini tak lepas dari kinerja pertumbuhan ekonomi yang masih belum seperti harapan. Pada kuartal I 2016, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,92 persen. "Hal ini menyebabkan permintaan kredit pertumbuhannya tidak besar. Selain itu, kekhawatiran terhadap meningkatnya NPL (nonperforming loan) atau rasio kredit bermasalah membuat bank juga berhati-hati," ujarnya kepada Republika.

Terkait langkah BI yang melonggarkan kebijakan makroprudensial dengan menaikkan LFR, LTV, dan FTV untuk KPR, Dony menyampaikan analisisnya. Menurut Dony, LFR bisa membantu dari sisi suplai kredit karena memberikan stimulus bagi bank untuk memasok kredit lebih banyak. Sedangkan, LTV dan FTV bisa membantu dari sisi permintaan kredit.

"Namun, hal ini butuh waktu dan perlu didorong oleh optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi ke depan," ujar Dony. Lebih lanjut, Dony mengatakan, masih belum bergairahnya sektor properti memberikan sinyal masih belum tingginya optimisme terhadap pertumbuhan mendatang. "Daya beli masyarakat juga tampaknya melemah sehingga permintaan kredit konsumsi belum bisa tumbuh seperti yang diharapkan," kata Dony.

Limit e-money

BI akan menambah batas nominal dana yang dapat disimpan dalam media uang elektronik atau e-money/ untuk jenis terdaftar (registered). Kenaikan batas e-money tersebut diperkirakan menjadi di kisaran Rp 10 juta. Deputi Gubernur BI Ronald Waas menyebutkan, aturan ini akan keluar dalam waktu dekat.

"Sebetulnya gini, kita mesti balik lagi ke tujuan uang elektronik itu apa, yaitu untuk pembayaran yang sifatnya butuh," ujar Ronald. Berdasarkan aturan BI saat ini, batas nilai uang elektronik yang dapat disimpan dalam media uang elektronik untuk jenis unregistered paling banyak Rp 1 juta. Sedangkan, uang elektronik untuk jenis registered paling banyak adalah Rp 5 juta.

Ronald mengatakan, kenaikan pada batas nilai uang elektronik untuk jenis registered diperkirakan berada pada kisaran Rp 10 juta. Sedangkan untuk transaksi yang tidak membutuhkan nominal besar, seperti pembayaran tiket Transjakarta, cukup menggunakan unregistered dengan limit kecil. "Bisa sampai sekitar Rp 10 juta batas dinaikinnya. Kalau sudah registered, angkanya dinaikin pasti pengamanannya akan lebih tinggi," kata Ronald.    rep: Idealisa Masyrafina, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement