Kamis 30 Jun 2016 14:00 WIB

Lifting Minyak Harus Tercapai

Red:

Antara                                

 

 

 

 

 

 

 

 

JAKARTA -- Rapat Paripurna DPR yang menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016, Selasa (28/6), menyepakati lifting minyak sebesar 820 ribu barel per hari. Kesepakatan ini lebih rendah dari target dalam APBN 2016, yaitu 830 ribu barel per hari.

Meskipun demikian, persetujuan DPR terkait lifting minyak dalam APBN-P 2016 sedikit lebih tinggi dibandingkan usulan pemerintah dalam RAPBN-P 2016, yakni 810 ribu barel per hari.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan, lifting minyak 820 ribu merupakan usulan Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Artinya, SKK Migas bisa memastikan bahwa jumlah tersebut bisa diperoleh selama 2016.

"Ini (jumlah lifting minyak) masukan dari SKK Migas sendiri. Jadi, kita harap jumlah ini bisa dicapai," ujar Bambang di Jakarta, Rabu (29/6). Tidak hanya itu, Bambang berharap pemasukan negara dari lifting minyak juga harus bisa didapat.

Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengungkapkan, realisasi produksi minyak semester I 2016 hanya mencapai 834 ribu barel per hari.

Namun, memasuki September nanti, SKK Migas memproyeksikan akan ada penurunan produksi yang membuat rata-rata produksi pada akhir tahun bertengger pada level 819 ribu barel per hari. Amien menjelaskan, penurunan produksi lebih disebabkan oleh faktor alamiah lapangan yang menua.

Secara menyeluruh, lanjutnya, penurunan produksi paling signifikan dialami oleh PT Pertamina EP yang mengurangi jumlah pengeboran sumur.

"Jadi kalau biaya untuk pengeboran itu dikurangi, supaya cost recovery-nya turun berarti pengeborannya dikurangikan. Tadinya sekian sumur menjadi sekian sumur. Nah kalau pengeborannya dikurangi ya produksinya nambah sedikit," ujar Amien.

Meski demikian, Amien menampik anggapan bahwa anjloknya lifting minyak merupakan dampak dari pemangkasan cost recovery yang diketok DPR sebesar 8 miliar dolar AS. Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini menjelaskan, pemotongan biaya produksi sebagai imbas anjloknya harga minyak dunia, menjadi faktor utama yang memaksa perusahaan mengerem laju produksi.

Amien menyebutkan, kondisi ini sebetulnya terjadi di banyak lapangan migas di Indonesia, termasuk Blok Mahakam.

Produksi di blok yang saat ini masih digarap oleh Total E&P Indonesie ini harus direm dari sebelumnya 1.611 barel setara minyak per hari menjadi 1.572 barel setara minyak per hari. Namun, untuk kasus Mahakam, penurunan produksi juga disebabkan pasar gas yang masih sepi.

Pemangkasan belanja

Dari sisi belanja pemerintah pusat, belanja kementerian/lembaga ditetapkan sebesar Rp 767,8 triliun, serta belanja nonkementerian/lembaga Rp 538,8 triliun. Menurut Bambang, pemerintah akan melakukan langkah penghematan anggaran belanja, terutama untuk kegiatan operasional dan yang kurang produktif, guna memberikan nilai tambah yang lebih tinggi setiap rupiah dana dikeluarkan.

"Diharapkan belanja pemerintah yang lebih produktif dapat terus mendukung akselerasi laju perekonomian nasional pada saat perekonomian global masih mengalami perlambatan," kata Bambang.

Lebih lanjut, Bambang menjelaskan, pemangkasan anggaran tidak akan menyentuh belanja untuk infrastruktur. Bahkan, di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Perhubungan yang mempunyai anggaran belanja infrastruktur besar, pemerintah tidak memangkas. Pemangkasan hanya dilakukan untuk dana sisa lelang.

"Jadi, setiap kementerian yang melakukan pengadaan dengan baik akan ada sisa lelang antara harga pedoman dengan harga yang dimenangkan peserta lelang. Ini yang kita pangkas. Di Kemen PU dan Kemenhub saja cukup banyak. Di Kemenkeu saja hingga Juni sudah Rp 230 miliar," kata Bambang.

Sedangkan untuk Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Polri, masing-masing mengalami peningkatan anggaran sebesar Rp 9,3 triliun dan Rp 6,3 triliun. Kenaikan ini dipicu prioritas belanja pemerintah semakin mendesak karena isu terorisme dan narkoba.   rep: Debbie Sutrisno, Sapto Andika Candra, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement