Jumat 24 Jun 2016 15:00 WIB

Tarif Tebusan Pengampunan Pajak Segera Diselesaikan

Red:

JAKARTA -- Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak Soepriyatno mengatakan, pada hari ini, panja akan melakukan rapat kerja setelah melakukan serangkaian pertemuan tertutup. Menurut Soepriyatno, semua aspek terkait beleid tersebut akan dibahas. "Jadi, pekan depan sudah masuk paripurna," ujarnya di Jakarta, Kamis (23/6).

Wakil Ketua Komisi XI ini mengatakan, pembahasan yang akan dibicarakan masih mengenai tarif tebusan, baik deklarasi maupun repatriasi. Sebab, saat ini masih ada dua fraksi yang belum menyepakati penentuan tarif. Meski demikian, tarif tebusan masih mengerucut pada angka yang sejauh ini dibahas.

Untuk repatriasi, akan dimulai dari dua persen, tiga persen, dan lima persen. Sedangkan, deklarasi berada pada angka empat persen, enam persen, dan sepuluh persen. Tiga angka dari masing-masing tebusan dipersiapkan karena pemerintah dan DPR kemungkinan besar akan memberlakukan UU Pengampunan Pajak hingga 2017.

"Kalo periodenya masih sampai 31 Maret 2017, belum ada perubahan," kata Soepriyatno. Untuk instrumen dana yang masuk melalui skema repatriasi, Soepriyatno menjelaskan bahwa dana tersebut nantinya akan masuk ke bank persepsi yang ditunjuk langsung oleh Kementerian Keuangan. Dari bank tersebut, nantinya dana milik wajib pajak bisa berkembang ke instrumen lain sesuai dengan keinginan pemilik dana.

Namun, instrumen ini tetap akan dipersiapkan Kemenkeu dan lembaga keuangan sehingga bisa saja disalurkan, seperti ke Surat Berharga Negara (SBN), obligasi, atau instrumen-instrumen keuangan lain.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara menjelaskan, memang sejauh ini RUU Pengampunan Pajak memang masih berada di tingkap panja. Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa Indonesia saat ini memang memerlukan skema tax amnesty yang dilakukan dengan dua cara, yaitu deklarasi dan repatriasi. Untuk insentif rate dalam skema ini juga disepakati bahwa pajak repatriasi akan lebih rendah dibandingkan deklarasi.

Skema ini juga diharapkan bisa memberikan kenyaman bagi wajib pajak yang belum memberikan data lengkap dalam surat pemberitahuan (SPT) mereka. Skema ini juga akan mempertimbangkan mengenai pangampunan pajak untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). "Tetapi, seperti apanya, sedang kami pikirkan," ujar Suahasil.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro meyakini, pemerintah dan DPR akan menyelesaikan RUU Pengampunan Pajak sebelum RUU Rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBNP) 2016. Sebab, skema tax amnesty/ akan menjadi penunjang penerimaan negara dalam APBNP 2016. "Mekanismenya masih di DPR. Bagusnya ini kan sebelum RAPBNP dan liburan. Jadi, pekan depan kita bereskan," kata Bambang.

Untuk nilai tebusan, Bambang setuju dengan konsep yang dibahas di panja saat ini. Perbedaan nilai tebusan antara deklarasi dan repatriasi harus dua kali lipat perbedaannya.

Kebijakan pengampunan pajak bila diberlakukan dinilai bakal berdampak pada sektor properti. Namun, harus dapat dilihat juga secara terperinci apakah dana yang masuk dapat digunakan secara langsung atau tidak. "Tax amnesty (pengampunan pajak) akan berpengaruh pada tingkat permintaan di industri properti," kata Direktur Riset Cushman & Wakefield Indonesia Arief Rahardjo, seperti dilansir Antara.

  

Namun, pengaruh itu harus dilihat apakah secara langsung atau tidak. Sebab, ada kabar bahwa dana yang masuk diperkirakan harus "diparkir" terlebih dahulu di dalam bank tertentu atau dalam bentuk surat utang negara. Untuk itu, menurut Arief, perlu dipastikan terlebih dahulu bila UU Pengampunan Pajak diberlakukan, bagaimana mekanisme dan prosedur teknisnya di lapangan, seperti yang akan dijabarkan oleh beragam peraturan turunannya. "Kami masih menunggu detail dari peraturan tax amnesty," ujarnya.    rep: Debbie Sutrisno/antara, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement