Rabu 22 Jun 2016 16:00 WIB

Presiden: RI Swasembada Daging Sapi 2026

Red:

BOGOR -- Presiden Joko Widodo mengatakan, Indonesia bisa mencapai swasembada daging sapi pada sembilan hingga 10 tahun mendatang. Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Pertanian, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi serta pihak swasta sedang mengembangkan pembibitan sapi potong. Presiden berharap, proses pembibitan sapi potong dapat berjalan lancar dan konsisten.

"Ini proses panjang yang kita harapkan dapat membuat kita swasembada daging sapi. Dari hitung-hitungan, itu akan selesai sembilan sampai 10 tahun," katanya di Bogor, Jawa Barat, Selasa (21/6). Presiden menjelaskan, saat ini Indonesia harus terlebih dahulu melakukan seleksi untuk mendapatkan sapi-sapi berkualitas yang spermanya bisa dipakai demi menghasilkan bibit sapi. Nantinya, bibit-bibit sapi tersebut akan dibagikan ke industri dan juga peternak.

Dalam satu tahun, ujar Presiden, Indonesia setidaknya membutuhkan kurang lebih tiga juta sperma beku. "Kalau terus dilakukan, sampai enam tahun baru selesai swasembada di hulu," katanya. Kemudian, masih butuh waktu tiga tahun untuk melakukan hilirisasi, maksudnya disebar ke berbagai daerah.

Proses ini, ujar Presiden, benar-benar harus dilakukan secara konsisten dan memakan waktu sembilan sampai dengan 10 tahun. Menurut Presiden, pemerintah akan terus mengembangkan tempat pembibitan sapi. Semua tempat pembibitan sapi yang ada saat ini berbeda-beda modelnya.

Nantinya, Presiden juga akan menugaskan PT Berdikari (Persero), salah satu BUMN, untuk melakukan pembibitan sapi potong. Berdikari akan melakukan kerja sama dengan Spanyol atau Brazil. "Sekarang sementara belum swasembada, mau tidak mau sebagian konsumsi harus dipenuhi impor," kata Presiden.

Menristekdikti Mohamad Nasir mengungkapkan, berdasarkan data yang ada, lebih dari 90 persen produksi sapi dilakukan oleh peternakan rakyat bercirikan skala usaha belum ekonomis. Tingkat angka kelahiran yang rendah dan angka kematian yang tinggi juga mewarnai skala tersebut. "Serta terbatasnya bibit sapi dengan performa yang baik," ujar Nasir. Atas kondisi tersebut, Nasir mengatakan, memang perlu disediakan bibit-bibit unggul sapi lokal bagi masyarakat.

Pemerintah juga harus mengembangkan Program Pembibitan Sapi Lokal secara Nasional melalui skema inti plasma. "Mengingat kegiatan perbibitan sapi ini sifatnya cost center (karena sarat dengan kegiatan riset), maka kehadiran pemerintah melalui berbagai skema pendanaan dan insentif bagi industri perbibitan sangat diperlukan," kata Nasir. Pada aspek ini, Nasir melanjutkan, pelaku industri nantinya dapat berperan sebagai inti, sedangkan masyarakat sebagai plasma.

Di samping itu, Nasir mengutarakan, pemerintah perlu secara intensif memobilisasi potensi yang dimiliki perguruan tinggi dan lembaga penilitian dan pengembangan. Tujuannya, untuk memberikan pendampingan bagi usaha peternakan rakyat melalui Good Management Practices.  Dengan demikian, diharapkan bisa membangun rantai industri peternakan modern sapi lokal secara menyeluruh mulai dari hulu sampai hilir.

Pendingin daging

Menteri Perdagangan Thomas Lembong memiliki gagasan untuk melakukan sosialisasi konsumsi daging sapi beku kepada masyarakat melalui pengembangan sarana pendingin atau chiller. Untuk mempopulerkan daging beku kepada masyarakat, dibutuhkan gudang dengan pendingin yang memadai, sehingga pemasok dan pedagang bisa menyimpan daging sapi tersebut. "Menyelesaikan masalah daging sapi ini harus dari ujung ke ujung. Konsumen adalah ujung paling akhir, sehingga di hulu dan tengahnya juga harus diperbaiki," ujar Thomas.

Sosialisasi daging sepi beku tidak hanya berhenti di konsumen saja, tapi juga kepada rumah potong hewan. Menurut Thomas, jika semua rumah potong hewan langsung mengolah daging beku atau semi kemasan kepada pemasok, maka minimal dapat disimpan. Sehingga, apabila harga bergejolak, maka impor daging sapi dapat diminimalisir.

Thomas mengatakan, Indonesia dapat mencontoh Dubai yang sudah memiliki cold storage raksasa untuk menyimpan komoditas pangan dalam bentuk beku. Thomas menginginkan, nantinya di pasar-pasar tradisional pedagang memiliki chiller untuk menyimpan daging sapi beku tersebut. Thomas mengakui bahwa untuk mewujudkan hal ini tidak mudah, sebab pola konsumsi masyarakat Indonesia sebagian besar masih menyukai daging sapi segar ketimbang daging sapi beku.

"Kalau ada terobosan, seringkali stimulannya harus dari pemerintah, dan ini balik lagi harus ada koordinasi antar kementerian," kata Thomas. Menurut Thomas, untuk mengurangi impor daging sapi, maka diperlukan peningkatan produksi di sejumlah daerah yang menjadi sentra produksi sapi. Pemerintah menginginkan daerah-daerah yang menjadi sentra produksi bahan pangan fokus untuk memproduksi saja.

Nanti, masalah penjualannya akan diurus oleh pemerintah. Dengan demikian, pemerintah harus menyiapkan sistem pergudangan supaya produksi dari petani dan peternak bisa ditampung dengan harga wajar. Selain itu, hasil produksi tersebut juga dapat disimpan, dan jika ada kelebihan dapat diekspor. "Sistem seperti ini yang harus kita bangun dan biasakan kepada petani dan pedagang," kata Thomas.   rep: Satria Kartika Yudha, Wilda Fizriyani, Sonia Fitri, Rizky Jaramaya, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement