Selasa 21 Jun 2016 16:00 WIB

BPK: Data Survey Lahan Kementan Kurang Valid

Red:

JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan kinerja pengadaan pangan nasional di Kementerian Pertanian. Dalam evaluasi ini, BPK menemukan data survei lahan produktif untuk bahan makanan pokok seperti padi dan bawang merah kurang valid. Artinya, luas lahan yang dianggap Kementan masih dipergunakan untuk melakukan produksi yang sebenarnya mulai berkurang.

"Ini mencerminkan bahwa data lahan yang dipunyai Kementan tidak sesuai dengan apa yang ada di lapangan," ujar anggota IV BPK, Rizal Djalil, di Jakarta, Senin (20/6). Menurut Rizal, tidak validnya data hasil survei Kementan, membuat pemerintah menunjuk Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi satu-satunya lembaga yang menjadi corong hasil pendataan. Hal ini dilakukan agar data yang dibuat bisa dari satu sumber dengan kemungkinan beda data yang lebih sedikit.

"Ini juga disampaikan Presiden pada Sensus Ekonomi yang meminta semua pendataan hasil survei hanya satu dari BPS. Kita semua mengerti dan bisa menafsirkannya kan," kata Rizal. Rizal menyampaikan, persoalan data yang tidak valid bisa menimbulkan persoalan, khususnya dalam menentukan nilai impor.

Dengan adanya kepastian jumlah lahan, maka angka produksi bahan pokok bisa lebih akurat. Keakuratan ini kemudian bisa membuat pemerintah mengetahui akan seberapa besar impor yang dilakukan.

"Kalau datanya memang memperlihatkan produksi kurang dan harus impor. Kita impor saja, asal data pendukungnya benar," ujar Rizal.

Staf Ahli Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan BPK, Blucer Welington Rajaguguk, menuturkan, saat ini banyak beredar pernyataan bahwa hasil produksi sejumlah pangan sebenarnya tidak kurang. Namun, pernyataan tersebut berkebalikan dengan impor bahan pokok tersebut yang masih dilakukan pemerintah. "Perbedaan ini memperlihatkan bahwa ada hal yang tidak sinkron," kata Blucer.

Blucer menjelaskan, metodologi perhitungan produksi yang awalnya dilakukan BPS kemudian berubah dan mengikutsertakan Kementan melalui dinas-dinas terkait dalam melakukan survei lahan dan produksi. Dengan demikian, terdapat dua data. Akan tetapi, data yang dihimpun Kementan sejauh ini tidak tepat.

Data jumlah lahan yang mereka gunakan tiap tahun hampir sama. Padahal, peningkatan pembangunan di daerah terus berkembang yang membuat lahan pertanian kian menipis. "Ini ada masa industri kan, makanya ada perubahan peruntukan dari lahan yang ada. Nah perubahan ini tidak disesuaikan sehingga angka lahan masih sama dan kalo dikalikan jumlah produksi jelas membuat produksi tidak akan kurang. Ini jadi masalah," ujarnya.

Selain itu, Blucer mengatakan, cara melakukan survei di sejumlah negara sudah menggunakan sistem canggih. Tapi di Indonesia pendataan jumlah lahan masih banyak menggunakan pandangan mata. Cara ini merupakan kebiasaan yang sudah harus ditinggalkan dan menguatkan data survei lahan memakai teknologi.   rep: Debbie Sutrisno, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement