Senin 23 May 2016 13:00 WIB

Izin Pembukaan Kebun Sawit Masih Diobral

Red:

JAKARTA--Pemerintah dinilai belum serius menegakkan aturan terkait syarat-syarat pembukaan lahan untuk perkebunan sawit. Uniknya, hal tersebut diakui sendiri oleh pemerintah dengan memaparkan indikasi penyelewengan izin oleh sejumlah perusahaan. "Ini bukan hal baru. Harusnya izin diperketat, jangan diobral. Tapi, hanya diberikan untuk perusahaan yang serius ingin buka kebun sawit," ujar Deputi Direktur Sawit Watch Ahmad Surambo kepada Republika di Jakarta, Ahad (22/5).

Motif perusahaan-perusahaan yang terindikasi melakukan penyelewengan, lanjut Ahmad, dimulai dengan mengupayakan perolehan izin pembukaan kebun sawit di hutan. Padahal, mereka hanya ingin mengambil kayu-kayunya. "Mereka itu perusahaan buru rente. Mau cari untung cepat dengan mengambil kayunya. Setelah itu, lahan ditinggalkan atau lahan yang sudah kosong dijual lagi," katanya.

Maraknya penyalahgunaan izin, lanjut Ahmad, dimulai dari posisi administrasi perizinan yang tidak bagus dan membuka celah kecurangan. Apalagi, ketika izin pembukaan kebun dikantongi, pengusaha bebas menginvestasikan lahan tersebut kepada perusahaan lain sekalipun itu asing. Namun, ada pembagian kerja sama yang seharusnya ditaati.

Oleh karena itu, Sawit Watch sedang melakukan uji materi terhadap salah satu pasal dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Pasal yang digugat, yakni kebolehan membuka lahan untuk perkebunan dengan hanya memiliki izin usaha perkebunan (IUP) alias hanya meminta izin kepada pemerintah daerah. Padahal, seharusnya pembukaan lahan juga dibarengi kepemilikan hak guna usaha (HGU).

Kondisi tersebut akan membingungkan masyarakat atau petani sawit rakyat yang lahan-lahannya dengan mudah dikuasai perusahaan. Proses uji materi masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). "November tahun ini diharapkan ada keputusannya," kata Ahmad.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengindikasi adanya kecurangan yang dilakukan tujuh perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit. Kecurangan yang terjadi di Merauke, Papua, ini berupa penjualan lahan hutan yang akan dijual kepada pihak asing. Perizinan investasi, menurut KLHK, berada di bawah kendali Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Deputi Bidang Pengendalian Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis menjelaskan, segala persyaratan izin investasi berbasis lingkungan dan bersifat berkelanjutan harus dipenuhi sebelum pemodal asing menanamkan modalnya di dalam negeri. Termasuk, dalam bidang pengusahaan dan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit. "Karena ini sudah tuntutan pasar sehingga menjadi kebutuhan investor sendiri untuk menerapkan investasi berbasis lingkungan berkelanjutan," ujarnya.

 

Namun, Azhar belum memberikan penjelasan ketika Republika bertanya soal indikasi penyalahgunaan izin dan lahan serta strategi agar penyalahgunaan izin tidak terjadi lagi ke depannya. Tanggapan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) juga berbeda.

Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gapki Eddy Martono menyerahkan pengawasan dan operasional pelaksanaan izin pembukaan kebun sawit kepada masing-masing perusahaan dengan BKPM dan KLHK. "Termasuk, penjualan lahan kebun ke asing harus melewati prosedur pemerintah dan BKPM," ujarnya. Ketika perusahaan swasta nasional ingin menjual lahan ke perusahaan asing, hal tersebut tidak bermasalah asalkan memenuhi persyaratan. Di antaranya, menaati pembagian kepemilikan sesuai aturan, yaitu asing tidak boleh mendominasi kepemilikan nasional.

Perizinan pembukaan lahan selama ini melalui berbagai tahap. Jika areal lahan merupakan hutan, izin berada di tangan KLHK. Namun, jika lahan berupa areal penggunaan lain (APL), pengusaha cukup mengajukan izin dan memenuhi sejumlah persyaratan pada pemerintah daerah serta Kementerian ATR/Badan Pertanahan Nasional.

Langkah KPK

Indikasi penyalahgunaan izin lahan perkebunan sawit disulut oleh maraknya calo izin di kisaran bisnis bidang kehutanan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun berupaya menindak para pelakunya dimulai dengan membenahi data-data usaha kehutanan. "Strateginya itu mulai dari baseline data. Selama ini, pemberian izin hanya diketahui nama perusahaannya, tapi performa perusahaan dan pengusaha terkaitnya tidak pernah dievaluasi," kata peneliti Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kedeputian Bidang Pencegahan KPK Hariadi Kartodiharjo kepada Republika.

Terdapat sekitar 4,6 juta hektare kawasan hutan yang sudah diizinkan untuk dibuka agar menjadi perkebunan sawit. Hal tersebut terjadi sejak 10 tahun yang lalu dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, terutama Sumatra dan Kalimantan. Motif para pemohon izin pada awalnya bukan untuk membuka perkebunan sawit, melainkan mengambil kayu-kayu di hutan.   rep: Sonia Fitri, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement