Jumat 13 May 2016 18:00 WIB

Manajemen Proyek Daerah Dikritisi

Red:

JAKARTA -- Minimnya realisasi anggaran daerah pada kuartal I 2016 pada sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) dianggap bukan hanya karena kinerja pemerintah pusat yang lamban. Penyebab lainnya adalah satuan kerja (satker) di level pemerintah daerah yang tidak cepat dalam membelanjakan anggaran guna menunjang setiap program yang disiapkan. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, satker di pemerintah daerah saat ini memang belum memiliki kapasitas dalam membelanjakan anggaran yang ada.

Apalagi, dana yang mereka miliki saat ini menumpuk dengan adanya tambahan anggaran dari dana desa. "Daerah ini kelebihan dana, tapi bukan membuat mereka mudah membelanjakannya, justru menjadi problem bagi mereka," ujar Robert di Jakarta, Kamis (12/5). Mengacu pada penjelasan Presiden Joko Widodo, anggaran daerah yang mengendap di bank-bank pembangunan daerah menembus Rp 220 triliun.

Robert menjelaskan, kesulitan penggunaan ini sebenarnya sudah menjadi problem klasik yang dimiliki pemerintah daerah. Mereka kerap kesulitan dalam melakukan manajemen proyek yang berdampak pada lamanya rentang waktu saat melakukan lelang yang seharunya dilakukan sebelum awal tahun. Robert mencontohkan, pemerintah pusat sebelumnya telah diminta melakukan lelang pada Oktober-Desember 2015.

Tujuannya agar dana yang masuk awal tahun ini bisa langsung tersalurkan pada setiap program. Hal ini mampu dijalankan sejumlah K/L, tapi sulit dilakukan pemerintah daerah. Hasilnya, dana di daerah tetap tidak bisa langsung digunakan pada Januari hingga Februari 2016.

"Manajement project kita di daerah ini masih berlangsung konvensional. Setelah APBN, kemudian masuk ke DIPA, barulah melakukan pralelang dan lelang. Ini yang harus dimajukan di sisi lelangnya. Karena, daerah sebenarnya sudah mengetahui berapa anggaran mereka di tahun berikutnya," kata Robert.

Menurut Robert, banyaknya pengerjaan proyek infrastruktur yang dilakukan pemerintah sampai saat ini baru memperlihatkan kinerja pemerintah pusat. Namun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) belum terlalu digunakan.

Padahal, masyarakat di daerah membutuhkan realisasi anggaran tersebut guna kesejahteraan masyarakat daerah. Sebab, dalam anggaran pemerintah daerah, dana tersebut sebenarnya milik masyarakat yang harus segera direalisasikan. Mulai dari dana pendidikan, sosial, kesehatan, ataupun infrastruktur daerah yang belum tersentuh oleh pembangunan dari pusat.

Pertumbuhan ekonomi

HSBC menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 dari 4,7 persen ke 5,0 persen. Proyeksi ini didasari peningkatan jumlah investasi yang masuk dan terjadinya pertumbuhan investasi yang kuat selama dua kuartal berturut-turut sebesar 2,0 persen. Ekonom HSBC Su Sian Lim mengatakan, Pemerintah Indonesia dinilai efektif dalam upaya untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur.

Rangkaian peraturan yang dikeluarkan pada akhir 2015 memungkinkan proyek untuk tahun anggaran berikutnya didanai dan dilelang terlebih dahulu. "Pertumbuhan di Indonesia melambat, namun tidak menurun tajam berkat kekuatan konsumsi domestik dan pertumbuhan investasi yang membantu mengimbangi perdagangan eksternal yang melemah. Selain itu, fundamental Indonesia juga terbilang tangguh sehingga mampu menarik arus modal masuk secara kuat," ujar Lim.   rep: Debbie Sutrisno, Rizky Jaramaya, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement