Jumat 29 Apr 2016 16:00 WIB

Mengambil Hikmah dari Kinerja Perekonomian Indonesia 2015

Red:

Tahun 2015 telah berlalu. Kinerja perekonomian Indonesia sepanjang 2015 bertumbuh 4,79 persen. Nilai ini lebih rendah dibandingkan target yang tertuang dalam APBN Perubahan 2015, yaitu sebesar 5,7 persen. Meskipun begitu, terdapat sejumlah hikmah yang bisa dipetik dari tahun lalu.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyebut, terdapat tiga pelajaran yang bisa dipetik. "Dari pelajaran pertama, kebijakan makro ekonomi perlu diterapkan secara disiplin, hati-hati, konsisten, dan tepat waktu, baik fiskal maupun moneter. Hal itu menjadi kunci dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan," ujarnya pada acara peluncuran Buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) tahun 2015 di Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta, Kamis (28/4).

Pelajaran kedua, lanjut Agus, menunjukkan bahwa disiplin kebijakan makroekonomi tersebut tidak cukup tanpa didukung oleh sinergi kebijakan yang kuat antarpemangku kebijakan. Entah itu antara BI, pemerintah pusat dan daerah, serta otoritas terkait lainnya.

Ketiga, pentingnya implementasi reformasi struktural dan diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi, termasuk hilirisasi yang dapat memperkuat fondasi perekonomian. "Sehingga, perekonomian menjadi lebih berdaya tahan (resilien) dan tumbuh secara berkelanjutan. Hal ini didasari oleh perekonomian global yang terjadi sepanjang 2015," katanya.

Buku LPI merupakan publikasi rutin tahunan BI yang memuat secara komprehensif dinamika perekonomian nasional pada tahun yang bersangkutan. Selain mendokumentasikan perjalanan ekonomi Indonesia, LPI juga berupaya menyampaikan sejumlah pelajaran yang bisa demokratis selama kurun waktu tersebut.

Lebih lanjut, Agus mengatakan, upaya menggali pelajaran dari perjalanan ekonomi tersebut cukup penting karena dapat menjadi fondasi bagi penguatan ataupun penyempurnaan kebijakan ke depan. Untuk 2016, lanjut Agus, perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh 5,2-5,6 persen dan berada dalam tren yang meningkat dalam jangka menengah.

Inflasi juga diperkirakan dapat terjaga sesuai dengan kisaran empat persen plus minus satu persen untuk periode 2016-2017 dan 3,5 persen plus minus satu persen dalam jangka menengah. "Dengan struktur perekonomian yang lebih baik dan sumber pertumbuhan yang lebih terdiversifikasi, defisit transaksi berjalan diperkirakan akan tetap terkendali pada tingkat yang aman dan struktur yang lebih sehat," katanya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, pertumbuhan ekonomi pada kisaran lima persen sampai enam persen tidak cukup untuk Indonesia yang memiliki penduduk dengan jumlah sangat besar. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, Indonesia membutuhkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi lagi untuk membangun Indonesia ke arah yang lebih baik dan sejahtera.

"Maka, semua ini harus dibawa ke level yang lebih tinggi," ujarnya. Oleh karena itu, untuk membawa perekonomian Indonesia lebih tinggi, lanjut Muliaman, perlu mewujudkan reformasi struktural.

Tanpa langkah tersebut, tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi lagi akan sulit peroleh. "Karena itu, penting untuk sama-sama mengawal stabilitas dan mendorong pertumbuhan melalui reformasi struktural. Ini perlu terus diagendakan dan didiskusikan karena tidak mudah dan sederhana. Sinergi koordinasi, kolaborasi, serta kepemimpinan dalam proses jadi satu hal fundamental," kata Muliaman.

Menurut Muliaman, saat ini pemerintah telah menyadari betul pentingnya reformasi struktural. Ini tecermin dari serangkaian paket kebijakan ekonomi yang dilansir pemerintah.

 

Kemudian dari sisi global, Muliaman menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir, perekonomian Indonesia dihadapkan pada persoalan yang relatif sama, seperti sentimen dari gejolak ekonomi global. Ketika sentimen berubah dengan terjadinya outflow, ini menghadirkan tekanan pada nilai tukar rupiah.

Kejadian ini, kata Muliaman, terjadi berulang kali dalam beberapa tahun. "Rasanya sudah waktunya alokasikan effort signifikan agar ini tidak terulang lagi," ujar Muliaman.  c37, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement