Jumat 05 Feb 2016 17:00 WIB

Menanti Usainya Polemik Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sejak perhelatan groundbreaking proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung di kawasan Walini, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat, Kamis (21/1), polemik senantiasa mengikuti. Dimulai dari ketidakhadiran Menteri Perhubungan Ignasius Jonan saat acara, proses analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang begitu cepat, hingga ketiadaan sejumlah izin yang diperlukan PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC). 

Memasuki awal Februari, pihak-pihak terkait mencoba untuk mencari jalan keluar dari polemik ini. Sebagai awalan, Jonan telah melayangkan surat kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno perihal aspek-aspek yang perlu dilengkapi KCIC sebelum proyek pembangunan dijalankan.  "Apa saja yang ditulis terperinci Bapak Menhub ini sangat memudahkan kita. Ini sangat menolong kita," ujar Direktur Utama KCIC Hanggoro Budi Wiryawan, di Jakarta, Kamis (4/2).  

Dalam surat tersebut disebutkan, Kementerian Perhubungan akan membantu KCIC dalam merampungkan ketiga izin lain yang belum dimiliki, yakni izin usaha, izin pembangunan, dan izin operasi. Sebelumnya, KCIC telah memenuhi tiga izin, yaitu penetapan badan usaha dari Menhub, izin trase, serta izin lingkungan sehingga groundbreaking bisa dilaksanakan.  "Saat ini kita masih proses ketiga izin tersebut," kata Hanggoro.

Menurut Hanggoro, perizinan merupakan prioritas penting yang harus diselesaikan oleh perusahaan. Tujuannya agar KCIC bisa melanjutkan pembangunan konstruksi kereta cepat Jakarta-Bandung. "Setelah perizinan tuntas, pembangunan konstruksi akan dipercepat agar proyek dapat selesai sesuai dengan target waktu yang ditentukan," ujarnya. Proyek bernilai Rp 72 triliun ini diperkirakan rampung pada akhir 2018 dan beroperasi setahun setelahnya.

Sesuai dengan izin trase dari Kementerian Perhubungan, Hanggoro menyebut jalur kereta cepat akan dimulai dari Halim, Jakarta, dan berakhir di Tegal Luar, Kabupaten Bandung. Lebih lanjut, Hanggoro mengatakan, kehadiran infrastruktur transportasi berbasis kereta ini akan menjadi sarana pengembangan sentra ekonomi baru di koridor Jakarta dan Bandung serta menjadi salah satu moda transportasi andalan dan kebanggaan bangsa.

Staf Khusus Menteri BUMN Sahala Lumban Gaol memastikan, Kementerian BUMN akan mengawasi semua ketentuan proyek kereta cepat seperti yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung. Selain itu, Sahala menyebut, kepastian hukum menjadi penting untuk proyek ini.

Jangan sampai ada peraturan yang tiba-tiba dibuat sehingga berakibat pada terhentinya kegiatan operasional kereta cepat. "Itu sangat akan kita jaga. Jadi, bahasanya Pak Hanggoro (Dirut KCIC), itu kepastian berusaha dan kepastian hukum atau jaminan kepastian hukum," katanya.  Hal ini pun dibenarkan Hanggoro yang menyebut perusahaan tidak meminta macam-macam dari pemerintah selain kepastian hukum.

Soal APBN

Selain soal izin, salah satu aspek yang menarik dari proyek kereta cepat adalah pembiayaan.  Maklum, nilai proyek ini tak sedikit lantaran mencapai Rp 72 triliun. Sahala memastikan, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak menggunakan satu peser pun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Pembiayaan di mana 25 persen akan dibiayai proyek ini dari ekuitas dan 75 persen dari pinjaman. Penawaran menarik muncul dari Cina dilaksanakan menawarkan prosesi pinjaman dari CDB (Bank Pembangunan Cina) 63 persen," ujarnya. Sahala pun memastikan kalau proyek ini adalah murni proyek bisnis.   Oleh Muhammad Nursyamsyi ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement