Selasa 12 Jan 2016 13:00 WIB

Wajib Pajak Orang Pribadi Disasar Revaluasi aset turut menyumbang penerimaan pajak.

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,



JAKARTA--Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, telah menyiapkan tiga upaya untuk menggenjot penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Ketiga langkah tersebut terdiri atas penerapan program pengampunan pajak (tax amnesty), peningkatan penerimaan pajak dari wajib pajak (WP) orang pribadi, dan revaluasi aset.

Khusus untuk upaya kedua, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan latar belakangnya. Menurut Bambang, selama ini, penerimaan pajak didominasi oleh WP badan atau perusahaan. Struktur penerimaan seperti ini tidaklah baik di tengah perlambatan ekonomi.  

"Kalau mengandalkan WP badan, penerimaan pajak akan sangat volatile," ujarnya dalam keterangan pers di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (11/1). Bambang mengatakan, cara meningkatkan kontribusi pajak WP orang pribadi adalah dengan terus memperbaiki kepatuhan mereka. Selain terus melakukan sosialisasi, cara lainnya dengan memperbaiki sistem teknologi informasi. 

Kecilnya kontribusi wajib pajak pribadi bisa dilihat dari target penerimaan pajak APBNP 2015. Tahun lalu, penerimaan pajak PPh Pasal 25/29 WP orang pribadi hanya ditarget Rp 5,21 triliun. "Wajib pajak orang pribadi masih sangat kecil dari segi jumlah walaupun tahun ini melampaui target," katanya.

Bambang tidak menyebutkan realisasi penerimaan dari WP orang pribadi pada tahun ini. Namun, berdasarkan data yang sempat diumumkan DJP pada 4 November 2015, realisasi PPh Pasal 25/29 WP orang pribadi mencapai 98,72 persen atau Rp 5,1 triliun. Realisasi tersebut bahkan jauh lebih tinggi dari realisasi penerimaan setahun penuh pada 2014 yang hanya Rp 3,8 triliun. 

 

Pengamat perpajakan, Yustinus Prastowo, mengatakan, terdapat tiga langkah yang harus dilakukan pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak dari WP orang pribadi. Langkah pertama, pemerintah harus memperbaiki koordinasi kelembagaan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta Otoritas Jasa Keuangan. "Hal ini diperlukan untuk mendapatkan data keuangan secara efektif," kata Yustinus kepada Republika. 

Kedua, pemerintah harus bisa memperbaiki regulasi sehingga mendukung pemungutan pajak orang pribadi. Semisal, dengan memperbaiki akses data ke perbankan dan pelaporan data ke DJP. Sedangkan, langkah terakhir adalah dengan memperluas withholding tax atau pajak yang dipotong oleh pihak ketiga atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas negara. "Perluasannya bisa dilakukan dengan pemotongan pajak atas konsumsi kelompok kaya dengan tarif lebih rendah supaya lebih fair," ujar Yustinus.

Revaluasi aset 

Revaluasi aset merupakan salah satu program yang diluncurkan pemerintah pada tahun lalu dengan tujuan meningkatkan penerimaan pajak dalam APBNP 2015. Pelaksana tugas Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan, program tersebut telah menyumbang penerimaan pajak sebanyak Rp 20,14 triliun pada tahun lalu.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi pihak yang paling antusias dengan program revaluasi aset. "Jumlah pajak revaluasi dari BUMN mencapai Rp 10,6 triliun," kata Ken. Sisanya berasal dari pajak revaluasi perusahaan swasta Rp 9 triliun dan swasta nonperusahaan Rp 700 miliar. 

Meski begitu, Ken tidak bisa menyebutkan jumlah maupun nama-nama perusahaan yang mengajukan revaluasi aset. Hal tersebut tidak bisa dibeberkan karena bersifat rahasia. Bambang menambahkan, Kemenkeu meyakini masih banyak perusahaan, BUMN atau swasta, yang akan mengajukan revaluasi aset pada tahun ini.

ed: muhammad iqbal 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement