Rabu 19 Aug 2015 17:00 WIB

Surplus Neraca Perdagangan Ditopang Penurunan Impor

Red:

JAKARTA — Neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2015 surplus 1,33 miliar dolar AS. Surplus ini merupakan yang terbesar dalam 19 bulan terakhir atau sejak Januari 2014.

"Ini berita baik dan capaian luar biasa. Karena neraca perdagangan kita memecahkan rekor selama 19 bulan terakhir. Sebelumnya ada yang lebih tinggi dari 1,33 miliar dolar AS, yaitu pada Desember 2013 sebesar 1,55 miliar dolar AS," kata Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik, Adi Lumaksono, dalam paparannya di kantor BPS, Jakarta, Selasa (18/8).

Surplus terjadi karena nilai ekspor lebih besar ketimbang impor. Nilai ekspor Juli tercatat 11,41 miliar dolar AS atau turun 15,53 persen dibanding Juni 2014. Jika dibandingkan dengan Juli 2014, terjadi penurunan 19,23 persen.

Sementara, nilai impor Juli 2015 tercatat 10,08 miliar dolar AS atau turun 22,36 persen dibanding Juni 2015. Bila dibandingkan dengan Juni 2014, terjadi penurunan signifikan, yakni sebesar 28,44 persen.

Secara kumulatif dari Januari-Juli 2015, neraca perdagangan mencatatkan surplus 5,73 miliar dolar AS. Pada periode sama tahun lalu, neraca perdagangan Indonesia defisit 1,10 miliar dolar AS.

"Kalau dilihat, surplus ini terjadi karena penurunan impor lebih cepat ketimbang ekspor sehingga neraca perdagangan bisa surplus," kata Adi menambahkan.

Penurunan ekspor Juli 2015 disebabkan menurunnya ekspor migas sebesar 1,26 persen dari 1,43 miliar dolar AS menjadi 1,42 miliar dolar AS. Demikian juga ekspor nonmigas yang turun 17,23 persen menjadi 9,9 miliar dolar AS.

Penurunan ekspor migas disebabkan menurunnya ekspor minyak mentah sebesar 25,39 persen menjadi 427 juta dolar AS dan ekspor hasil minyak turun 20,38 persen menjadi 125,8 juta dolar AS.

Sedangkan, penurunan ekspor nonmigas terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati dari 1,7 miliar dolar AS pada Juni 2014 menjadi 1,4 miliar dolar AS per Juli 2015.

Dari sisi impor, impor nonmigas Juli 2015 mencapai 7,78 miliar dolar AS atau turun 25,18 persen dibanding Juni 2015. Sedangkan, impor migas 2,29 miliar dolar AS atau turun 10,99 persen.

Direktur Penelitian Center of Reform on Economics Mohammad Faisal mengatakan, tidak ada sinyal positif dari surplus neraca perdagangan yang terjadi pada Juli 2015 sebesar 1,33 miliar dolar AS. Justru, surplus tersebut dinilai menjadi sinyal bahaya keberlangsungan industri dalam negeri.

Faisal mengatakan, surplus neraca perdagangan terjadi karena penurunan impor lebih tajam ketimbang penurunan ekspor. Dari sisi impor, terjadi penurunan yang sangat tajam dalam impor bahan baku/penolong.

"Artinya, aktivitas produksi industri dalam negeri berkurang. Ini lantaran bahan baku atau barang modal lebih banyak berasal dari impor," kata Faisal.

Penyebab utama turunnya impor bahan baku/penolong, kata dia, karena terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kondisi itu terjadi bukan karena sudah banyak barang substitusi impor yang tersedia di dalam negeri.

Fakta ini, kata Faisal, membuktikan bahwa depresiasi rupiah lebih berdampak pada penurunan impor. Padahal, penurunan nilai tukar rupiah seharusnya dapat menggenjot kinerja ekspor.

"Ini mengkhawatirkan. Depresiasi rupiah terbukti sangat berdampak pada industri dalam negeri," ujar Faisal. N ed: nur aini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement