Senin 03 Aug 2015 15:00 WIB

Saatnya Daerah Perhatikan Kebutuhan MBR

Red:

Tempat tinggal atau rumah menjadi salah satu kebutuhan hidup dasar manusia. Karenanya, memiliki rumah sendiri menjadi dambaan setiap orang, tak terkecuali mereka yang memiliki penghasilan pas-pasan atau rendah.

Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) selama ini kerap menemui kendala klasik untuk bisa memiliki sebuah hunian yang layak. Di satu sisi, upah atau gaji yang diperoleh MBR terbilang minim, sementara harga rumah yang ditawarkan oleh para developer terbilang mahal untuk kantong mereka.

Dalam mengatasi persoalan klasik tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Pupera) menginginkan pemerintah daerah (pemda) di berbagai wilayah benar-benar memperhatikan kebutuhan rumah, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang membutuhkan bantuan pembiayaan perumahan. "Ada hal yang harus diperhatikan dengan baik terkait dengan pemenuhan kebutuhan rumah bagi MBR, yaitu mengenai housing affordability (tingkat daya beli perumahan)," kata Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pupera Maurin Sitorus dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (1/8).

Menurut Maurin, tingkat daya beli perumahan terkait antara lain dengan upah minimum, tanah, infrastruktur, proses perizinan, dan harga material atau bangunan. Ia berpendapat bahwa beragam permasalahan tersebut merupakan hal yang dapat dikendalikan oleh pemda karena kebanyakan memang ada di wewenang pemda. Untuk itu, ujar dia, baik pemerintah pusat maupun pemda harus bekerja sama dalam membenahi sisi pasokan.

Pemerintah pusat, lanjutnya, telah memberikan kredit murah atau kredit bersubsidi dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP). "Program KPR FLPP ini akan sangat membantu dalam menyukseskan program sejuta rumah untuk MBR dan non-MBR yang akan dilaksanakan selama lima tahun atau selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo," ujar Maurin.

   

Program sejuta rumah ini terdiri dari pembangunan 700 ribu unit rumah untuk MBR dan 300 ribu unit untuk non-MBR. Pagu indikatif anggaran tahun depan untuk KPR bersubsidi mencakup KPR FLPP sebesar Rp 9,3 triliun, selisih suku bunga (SSB) Rp 2 triliun, dan bantuan uang muka Rp 1,3 triliun.

Maurin juga mengutarakan harapan adanya kerja sama yang baik antara pemerintah pusat dan pemda, yang dapat membantu MBR dalam mengakses rumah. Ia memaparkan, skim KPR FLPP dan skim SSB rencananya akan diterapkan oleh Kementerian Pupera mulai 2016 mendatang.

Adapun mekanismenya, ujar dia, pemerintah akan menerapkan terlebih dahulu skim KPR FLPP untuk rentang waktu dari Januari 2016 atau sampai dana untuk skim KPR FLPP habis. "Selanjutnya, apabila KPR FLPP pada 2016 telah habis, kita akan memberlakukan skim subsidi selisih suku bunga. Hal ini sama dengan konsep pembiayaan yang akan dijalankan pada 2015," katanya.

Menurut Maurin, alokasi anggaran sebesar Rp 9,3 triliun melalui skim KPR FLPP itu dapat membangun perumahan untuk MBR hingga sekitar 100 ribu unit. Terkait skim SSB, dananya 100 persen disiapkan oleh perbankan, pemerintah nanti yang akan membayar selisih suku bunganya, yaitu selisih suku bunga KPR FLPP dan suku bunga komersial.

"Pemberlakuan skim subsidi selisih bunga ini tidak akan merugikan perbankan. Keuntungan bank akan tetap dan masyarakat berpenghasilan rendah atau debitur tetap membayar suku bunga sebesar lima persen," kata Maurin.

n antara ed: nidia zuraya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement