Senin 03 Aug 2015 15:00 WIB

Pemecahan Masalah Dwelling Time Tunggu Keppres

Red:

JAKARTA -- Persoalan waktu tunggu bongkar muat atau dwelling time di pelabuhan yang hingga kini masih kerap terjadi di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia membuat pemerintah berencana menunjuk otoritas pelabuhan sebagai pusat koordinator seluruh kegiatan pelabuhan.

Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Wahyu Hidayat mengatakan, pemecahan masalah dwelling time masih menunggu keputusan presiden (Keppres) untuk menunjuk otoritas pelabuhan sebagai pusat koordinator seluruh kegiatan pelabuhan.

Wahyu menuturkan, saat ini Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran belum cukup untuk menaungi wewenang otoritas pelabuhan sebagai pusat koordinasi karena tidak tercantum dalam UU tersebut. "Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran hanya menyebutkan peran otoritas pelabuhan sebagai koordinator, bukan penanggung jawab, sehingga tidak bisa menegur jika ada pelanggaran," katanya seusai diskusi "Ngeri-Ngeri Sedap Dwelling Time" di Jakarta, Sabtu (1/8).

Dia menjelaskan masing-masing instansi di pelabuhan memiliki undang-undang yang sama, sehingga posisi dalam kegiatan tersebut sama, tidak ada yang bertindak sebagai koordinator.  Sementara itu, Wahyu menilai pusat koordinasi diperlukan untuk menjamin kelancaran dan menyederhanakan perizinan guna mempersingkat dwelling time. "Sehingga, diperlukan perpres atau inpres untuk sebagai dasar wewenang otoritas pelabuhan," ujar Wahyu.

Hal senada juga disampaikan Ketua Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (Insa) Carmelita Hartoto. Carmelita mengatakan, seharusnya peran otoritas pelabuhan diperkuat sehingga izin  bisa lebih mudah. "Dalam hal ini, seharusnya Kementerian Perhubungan yang mengambil peran ini," ucapnya.

Sementara itu Ketua Umum National Maritim Institute (Namarin) Siswanto Rusdi saat ditemui dalam kesempatan yang sama menuturkan, meski sudah ada perizinan secara online, tetapi antarinstansi sistemnya tidak terintegrasi. "Sebenarnya masalah dwelling time ini masalah good corporate governance, bukan pidana, jadi bagaimana menjamin kecukupan jumlah dan kemampuan SDM," katanya.

Kepala Bidang Perniagaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Anas mengatakan, otoritas pelabuhan yang nantinya ditunjuk pemerintah sebagai pusat koordinator seluruh kegiatan di pelabuhan lebih jelasnya adalah badan layanan umum (BLU), bukan badan usaha milik negara (BUMN).

"Lebih diterima oleh publik karena bisa diukur dan juga di audit kalau BLU," ujarnya kepada Republika, Ahad (2/8). Sedangkan untuk pola kerja otoritas pelabuhan tersebut, Anas mengatakan akan mirip-mirip dengan national single window (NSW).

Kasus dwelling time di pelabuhan saat ini tengah mendapat sorotan. Pada 29 Juli lalu, tim Satuan Tugas Khusus Polda Metro Jaya telah menetapkan tiga tersangka dugaan tindak pidana korupsi dwelling time di Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Dugaan suap yang terjadi di Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Priok digunakan untuk menyelesaikan masalah biaya keterlambatan bongkar muat peti kemas ekspor dan impor. Para pengusaha ekspor dan impor harus menunggu lima hari untuk mengeluarkan barang karena prosedur yang berbelit. Padahal, pelayanan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok sudah dengan sistem satu atap yang seharusnya bisa mempercepat pelayanan perizinan.

Terkait kasus di Pelabuhan Tanjung Priok, polisi menyita uang suap yang diduga dipakai untuk melancarkan peti kemas senilai 10 ribu dolar AS.

n antara ed: nidia zuraya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement