Sabtu 28 Mar 2015 14:57 WIB

Pemerintah Diminta Naikkan Insentif Petani

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu indikator kesejahteraan petani, nilai tukar petani (NTP) nasional dinilai masih rendah karena insentif yang diberikan pemerintah minim. Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekono mi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri menilai, kondisi petani tersebut akan menghambat program swasembada pangan.

Anggota LP3E Kadin Suharyadi mengatakan, NTP terbesar tercapai pada 2012 dengan nilai 105,24. Tapi, angka itu menurun setahun berikutnya menjadi 104,92. Bahkan, pada 2009 NTP hanya mencapai 99,86. Sedang kan, dari catatan Badan Pusat Statis tik, NTP Februari 2015 mencapai 102,19.

Rendahnya NTP dinilai membuat banyak petani yang beralih profesi menjadi pekerja serabutan, tukang bangunan, dan pekerjaan lainnya di sektor informal.

"Generasi muda pun cenderung meninggalkan sektor pertanian dan lebih memilih bekerja di sektor industri serta jasa," ujar Suharyadi di Jakarta, Jumat (27/3).

Peralihan profesi petani tersebut dinilai membuat produktivitas sektor pertanian akan berkurang. Hal itu terlihat dari produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian menjadi yang paling rendah dibandingkan sektor lainnya, yakni hanya Rp 34,44 juta per orang per tahun. Sedangkan, produktivitas tertinggi dipegang sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp 718 juta per orang per tahun.

Dengan kondisi tersebut, pemerintah diminta tidak hanya memikirkan produksi untuk mencapai ketahanan pangan. Akan tetapi, persoalan insentif untuk petani perlu diselesaikan. Suharyadi mengatakan, selama ini petani dituntut meningkatkan produktivitas, tapi insentifnya sangat kecil dan tidak memadai.

"Upah nominal buruh selama tujuh tahun terakhir memang mengalami kenaikan, namun sebenarnya upah riil buruh tani justru menurun," kata Suharyadi.

Pada Januari 2014 upah riil buruh tani sempat naik menjadi Rp 39.372 per hari. Akan tetapi, kenaikan tersebut tidak bertahan lama. Pada Februari 2015 upah riil buruh tani kembali turun menjadi Rp 38.605 per hari.

Meski insentif untuk petani dinilai masih kecil, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Suharso Monoarfa mengatakan, pemerintah tidak akan menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras. Menurutnya, harga yang ditetapkan pemerintah sudah tinggi dan dinilai menguntungkan petani.

Pemerintah telah menetapkan harga gabah kering panen tingkat petani Rp 3.700 per kg, naik dari sebelumnya Rp 3.300. Sedangkan, harga pembelian beras ditetapkan Rp 7.300 per kg dari sebelumnya Rp 6.600 per kg.

Meski demikian, Suharso mengatakan, pemerintah tengah mencari formula kebijakan yang bisa mempertahankan NTP. "Saat ini, nilai tukar petani cenderung fluktuatif, kalau nilainya bisa dipertahankan maka pendapatan petani akan lebih tinggi dan kesejahteraannya bisa terpelihara," ujarnya. rep: Rizky Jaramaya  ed: Nur Aini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement