Sabtu 07 Mar 2015 15:19 WIB

Audit Semua Stakeholder Perikanan

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) akan melakukan audit terhadap perusahan pemilik kapal eks asing di Indonsia. Menyikapi hal ini, Asosiasi Pengusaha Kapal Pengangkut Ikan Indonesia (APKPII) menyatakan dukungannya atas rencana Menteri Susi tersebut.

Wakil Presiden APKPII Ady Surya mengungkapkan, justru audit seharusnya tidak hanya dilakukan pada kapal eks asing, namun semua stakeholder yang bergerak di bidang perikanan Indonesia. "Semua harus diaudit. Artinya, pemanfaatan sumber daya ikan itu harus diaudit. Itu bukti penerapan perikanan yang ber tanggung jawab," jelas Ady kepada Republika, Kamis (5/3).

Ady menuturkan, audit yang dilakukan oleh KKP seharusnya tidak hanya mencakup dokumen dan masalah administratif saja. Namun, menurutnya, KKP juga harus melihat berapa jumlah ikan yang dieksploitasi.

"Soalnya jelas semua ikan yang ditangkap di Tanah Air ini harus dimanfaatkan untuk memenuhi konsumsi di dalam negeri dulu. Kecuali ikan yang tidak dikonsumsi di dalam negeri," ujar Ady.

Lebih lanjut ia meminta ketegasan pemerintah terkait hasil audit. Pemerintah, kata dia, harus bisa menjamin bahwa seluruh hasil tangkapan laut akan didaratkan dan diolah di dalam negeri. "Seandainya dari hasil audit itu, kapal terkait boleh beroperasi, maka terapkan kebijakan semua ikan harus landingdan diproses di dalam negeri," tuturnya.

Audit kepatuhan kapal eks asing hanya ditujukan kepada kapal tangkap ikan dengan bobot di atas 30 gross ton (gt). Audit akan dilakukan terhadap 187 pemilik kapal dan 1.132 armada kapal.

Kebijakan ini untuk menertibkan perizinan penangkapan ikan oleh kapal eks asing selama moratorium diterapkan sejak 3 November 2014 hingga 30 April 2015. Perizinan tersebut mencakup surat izin usaha penangkapan (SIUP) dan surat izin penangkapan ikan (SIPI) atau surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI).

Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, audit kepatuhan semacam ini diperlukan karena salah satu model penangkapan ikan ilegal yang marak terjadi, yakni kapal-kapal menangkap ikan lalu hasil tangkapannya diangkut ke luar wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia. Selain hasil tangkapan diangkut ke luar negeri, kapal-kapal tersebut diketahui melakukan penukaran bendera ketika melintasi perbatasan.  c85, ed: Nidia Zuraya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement