Jumat 06 Mar 2015 16:40 WIB

Kapal Eks Asing Diaudit

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah melalui Tim Satgas Pemberantasan Illegal Fishing akan melakukan analisis dan evaluasi (anev) atau audit kepatuhan terhadap kapal-kapal perikanan eks asing berkapasitas di atas 30 gross ton (GT).

“Anev ini adalah kegiatan audit kepatuhan untuk melihat dua hal, yaitu apakah kapal eks asing secara formal dan materil dimiliki warga negara Indonesia (WNI) atau badan hukum Indonesia,” kata Ketua Tim Satgas Pemberantasan Illegal Fishing Mas Achmad Santosa dalam jumpa pers di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis (5/3).

Achmad menyatakan, Anev dilakukan untuk menertibkan perizinan penangkapan ikan oleh kapal eks asing selama moratorium diterapkan sejak 3 November 2014 hingga 30 April 2015.

Perizinan tersebut mencakup surat izin usaha penangkapan (SIUP) dan surat izin penangkapan ikan (SIPI) atau surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI).

Saat ini, tim audit telah menyiapkan kerangka metodologi untuk melaksanakan analisis dan evaluasi terhadap kapal eks asing dengan masukan baik dari pihak internal KKP maupun berbagai pakar dan narasumber. Jumlah tim yang akan melakukan audit, menurut Achmad, sebanyak 45 orang.

Kegiatan Anev kapal, Achmad mengungkapkan, tidak hanya melihat kelengkapan dokumen administratif, tapi juga untuk memverifikasi secara materil serta mengetahui tingkat kepatuhan kapal-kapal  penangkap/ pengangkut ikan eks asing selama dua tahun sebelum moratorium atau sejak November 2012 sampai 3 November 2014. Adapun aspek-aspek yang akan diberikan, yakni aspek legalitas subjek hukum pemilik kapal, aspek perizinan dan kewajiban terkait operasional kapal, serta aspek kepatuhan pemilik kapal dalam membayar pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

“Dalam melaksanakan audit kepatuhan, tim Anev melakukan verifikasi terhadap beragam dokumen dan data sekunder sekaligus memverifikasi lapangan ke berbagai pelabuhan,” ujar Achmad menjelaskan.

Dalam kesempatan sama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa kebijakan audit kapal eks asing ini mengacu pada Peraturan Menteri Nomor 56 Tahun 2014 yang terbit akhir tahun lalu. “Kebanyakan pemilik kapal tidak patuh pajak dan macam-macam. Kita ingin kedepankan akuntabilitas, apakah pemilik kapal baik perseroan terbatas (PT) atau nama pribadi,  kita telusuri secara resmi. Masak seorang ibu rumah tangga punya kapal 100 GT, itu yang harus direportase dari 187 pemilik kapal,” kata Susi.

Susi mengungkapkan, audit kepatuhan semacam ini diperlukan karena salah satu model penangkapan ikan ilegal yang marak terjadi, yakni kapal-kapal menangkap ikan lalu hasil tangkapannya diangkut ke luar wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia. Selain hasil tangkapan diangkut ke luar negeri, kapal-kapal tersebut diketahui melakukan penukaran bendera ketika melintasi  perbatasan.

Lebih lanjut Susi menuturkan, audit yang dilakukan diharapkan dapat menghasilkan beberapa rekomendasi sebagai masukan pada akhir masa moratorium. Rekomendasi tersebut, antara lain, terkait dengan langkah-langkah penertiban perizinan masing-masing kapal perikanan eks asing yang tergolong “memenuhi tingkat minimum kepatuhan” dan “tidak memenuhi tingkat minimum  kepatuhan”.

Rekomendasi berikutnya, yaitu penjatuhan sanksi administratif ataupun pidana untuk kapal atau pemilik kapal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Harapannya, manajemen perikanan yang berkelanjutan bisa terwujud dan sumber daya ikan terpulihkan,” ujar Susi.

c85 ed: Nidia Zuraya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement