Sabtu 14 Feb 2015 15:52 WIB

Kurs Rupiah Dorong Ekspor

Red: operator

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) dolar AS terhadap mata uang dunia, termasuk rupiah, mengalami tren penguatan. Meski demikian, Bank Indonesia menilai, pelemahan rupiah justru memberikan dampak positif bagi kinerja ekspor Indonesia.

Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan, dibandingkan rupiah, kurs won Korea terhadap dolar AS mengalami pelemahan lebih besar. "Ada penguatan dolar AS terhadap mata uang negara-negara di dunia, termasuk yen Jepang dan won," kata Mirza di Jakarta, Jumat (13/2).

Mirza menuturkan, pelemahan rupiah menggambarkan fundamental Indonesia yang masih defisit. Di samping itu, ekspektasi kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat, sehingga terjadi penguatan dolar AS.

Namun, menurut Mirza, pelemahan rupiah akan berdampak positif bagi peningkatan ekspor nasional.

"Pele mah an rupiah kanbagus untuk pening katan ekspor, ekspor manufaktur kita kanmeningkat tujuh persen pada tahun lalu, padahal ekspor batu bara dan kelapa sawit semua turun,"ujarnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui, kondisi global berpengaruh dan sering menyulitkan upaya pemerintah dalam melaksanakan berbagai program yang telah ditetapkan. "Perubahan yang terjadi di setiap negara ber pengaruh terhadap negara lain, seperti Yunani yang menghadapi masalah utang," kata Presiden Jokowi ketika memberi pengarahan kepada bupati wilayah Jawa dan Maluku di Istana Ke presidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (13/2).

Presiden menyebutkan, kondisi di Yunani berpengaruh ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. Dampak negatif global tersebut, menurutnya, dapat diatasi dengan kerja sama dan koordinasi yang baik antarberbagai pihak.

"Dampaknya ke pelemahan rupiah, ringgit Malaysia, semua melemah, ini yang sering menyulitkan kita," ujar Jokowi. Untuk menjaga stabilitas rupiah, BI akan selalu berada di pasar untuk melakukan intervensi jika diperlukan sewaktu-waktu.

Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan menilai, saat ini BI menghadapi dilema antara menggerakkan pertumbuhan ekonomi dengan suku bunga yang rendah atau tetap melakukan kebijakan ketat. "Ini memang dilema yang dialami BI, di satu sisi pemerintah menginginkan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan Wakil Presiden juga sempat secara publik meminta BI menurunkan suku bunga, namun di sisi lain BI tidak bisa menurunkan suku bunga dengan mudah," ujarnya.

Fauzi menuturkan, Presiden Jokowi memang sempat menjanjikan pertumbuhan ekonomi mencapai tujuh persen setahun. Namun, lanjutnya, jika pertumbuhan ekonomi dipicu setinggi itu otomatis impor modal dan bahan baku ke Indonesia juga akan meningkat.

"Otomatis defisit neraca transaksi berjalan Indonesia melebar dan rupiahnya bisa semakin terpuruk," kata Fauzi.

Pada penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (13/2), kurs rupiah terhadap dolar AS mengalami sedikit penguatan ke kisaran Rp 12.786 setelah mengalami pelemahan pada penutupan perdagangan Kamis (12/2) di level Rp 12.810 per dolar AS.

rep: Aldian Wahyu Ramadhan  c87/antara, ed: Nidia Zuraya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement