Jumat 24 Oct 2014 13:30 WIB

Pemerintah Kaji Perubahan Kontrak CBM

Red:

JAKARTA — Pemerintah mengkaji perubahan klausul kontrak kerja sama dalam pengembangan gas metana batu bara (coal bed methane/CBM). Perubahan kontrak ini diharapkan akan mendorong pengembangan energi alternatif tersebut.

Direktur Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Naryanto Wagimin menuturkan, sejak dikembangkan 2008, produksi CBM masih kecil, kurang dari satu mmscfd. Padahal, saat ini sudah terdapat 54 kontrak kerja sama CBM yang telah ditandatangani. "Dari 54 kontrak itu, 20 persen di antaranya telah melaksanakan komitmen. Cuma memang arahnya belum jelas. Ini yang akan didorong," ujarnya di Jakarta, Kamis (23/10).

Naryanto mengatakan, berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pemerintah, pengembangan CBM tidak dapat diperlakukan sama seperti minyak dan gas bumi lantaran karakteristiknya berbeda. Karena itu, pemerintah menilai perlu dilakukan perubahan kontraknya.

Namun, menurut dia, perubahan kontrak hanya pada kontraktor kontrak kerja sama yang telah melaksanakan komitmen, seperti melakukan pengeboran dan analisis. Perubahan kontrak yang bisa dilakukan, lanjutnya, antara lain, tidak memberlakukan mekanisme masa eksplorasi maupun produksi dan kemudahan melakukan eksplorasi, seperti menambah jumlah sumur.

"Produksi CBM itu paralel dengan jumlah sumur. Semakin banyak sumurnya, produksi juga meningkat. Perlu diberikan kemudahan untuk menambah sumur," ujarnya.

Naryanto menambahkan, pengembangan CBM juga terkendala kesulitan mempertahankan produksi gas. Pada awal pengeboran, menurut dia, produksi gas CBM rata-rata cukup tinggi, yaitu 0,8 mmscfd. Namun, setelah didiamkan beberapa lama, turun menjadi 0,1 mmscfd. "Penyebab terjadinya penurunan ini masih dalam penelitian lebih lanjut," ucapnya.

Selain itu, karakter batu bara Indonesia setelah pengurasan air (dewatering), ternyata menjadi hancur sehingga menyumbat pompa. "Saat ini, kami sedang mencari pompa yang sesuai sehingga tidak lagi menghambat keluarnya gas CBM," kata Naryanto.

Terkait ketersediaan rig, lanjutnya, pada saat ini tidak terlalu menjadi kendala karena tersedia rig khusus CBM yang harganya tidak semahal migas. CBM adalah gas alam dengan dominan metana yang terdapat di dalam batu bara.

Cadangan CBM Indonesia diperkirakan sebesar 453 tcf dengan perincian prospek tinggi di Sumatra Selatan (183 tcf), Barito (101,6 tcf), Kutai (89,4 tcf), dan Sumatra bagian tengah (52,5 tcf).

Lalu, kategori sedang di Tarakan Utara (17,5 tcf), Berau (8,4 tcf), Ombilin (0,5 tcf), Pasir/Asam-Asam (3,0 tcf), dan Jatibarang (0,8 tcf). Sedangkan, kategori rendah di Sulawesi 2,0 tcf dan Bengkulu 3,6 tcf.

n antara ed: nidia zuraya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement