Rabu 18 May 2016 15:00 WIB

DAK Pendidikan Jadi Objek Korupsi Terbesar

Red:

JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap selama periode satu dasawarsa antara 2005-2016 kasus korupsi pendidikan yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun. Adapun nilai kerugian tersebut berasal 425 kasus dengan jumlah tersangka mencapai 618 orang.

"Pemantauan ICW penegak hukum berhasil menindak kasus korupsi pendidikan dengan kerugian negara dan nilai suap mencapai Rp 1,3 triliun dan Rp 55 miliar," kata Staf Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah di Cikini, Jakarta, Selasa (17/5).

Ia mengatakan, dari total 425 kasus korupsi pendidikan, kejaksaan paling banyak menangani kasus dengan 324 kasus dengan nilai kerugian Rp 897 miliar. Disusul kepolisian 82 kasus dengan nilai Rp 228,1 miliar dan terakhir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya menangani lima kasus dengan nilai Rp 148 miliar.

Ia mengatakan, seiring dengan bertambahnya alokasi anggaran dari APBN untuk pendidikan, yakni sebesar Rp 419 triliun dari total Rp 2.095 trilliun, jumlah penyelewengan dalam pengelolaan dana tersebut semakin meningkat.

Adapun objek dana korupsi paling besar dari identifikasi ICW dalam satu dasawarsa terakhir adalah dana alokasi khusus (DAK) untuk pendidikan dari lima objek dana pendidikan dengan 85 kasus dan kerugian negara Rp 377 miliar.

"DAK paling banyak dan rentan dikorupsi karena DAK sejak dari penyusunan kebijakan sampai pada implementasi masih rawan diselewengkan," ujar Wana.

Begitupun, pada tingkat perencanaan, potensi penyelewengan pada kuota masing-masing daerah, di mana daerah berusaha mendapatkan DAK lebih besar. Hal ini juga, menurutnya, membuat pejabat daerah kerap menyuap pejabat di tingkat pusat guna mendapatkan dana DAK tersebut.

Selain itu, pengelolaan DAK di daerah juga berpotensi diselewengkan, terutama pada penentuan sekolah penerima DAK atau juga pada saat pengerjaan proyek fisik dan nonfisik.

"Potensi penyelewengan semakin tinggi karena pengawasan pengelolaan dana ini di daerah sangat lemah," katanya.

Selain itu, empat objek pendidikan lainnya yang juga tak kalah rawan, yakni pada Sarpras sekolah mencapai 79 kasus dengan kerugian sebesar Rp 542 miliar, dana BOS dengan 44 kasus senilai Rp 19,3 miliar, disusul korupsi infrastruktur dan buku.

Ia menyebut, dari semua objek korupsi di pendidikan tersebut berkontribusi terhadap kasus korupsi pengadaan barang dan jasa kecuali dana BOS.

Sebanyak 247 kasus atau sekitar 58 persen itu terkait dengan nonpengadaan barang dan jasa dengan kerugian negara sebesar Rp 466 miliar atau sekitar 34 persen dari total kerugian negara. Sedangkan, kasus yabg terkait dengan pengadaan barang dan jasa sebanyak 178 kasus atau sekitar 41 persen dan menimbulkan kerugian sebesar Rp 65 miliar.

"Artinya, pengadaan barang jasa perlu diawasi lebih serius dalam proses pengadaan dari awal hingga akhir," katanya.

Wana menambahkan, ICW juga memantau lembaga yang rawan terjadinya korupsi, yakni Dinas Pendidikan dengan 214 kasus dengan kerugian negara Rp 457 miliar. Hal ini, menurutnya, menjadi masuk akal mengingat anggaran pendidikan dikelola oleh Dinas Pendidikan di daerah.

Tempat rawan kedua, yakni sekolah dengan jumlah 93 kasus yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 136 miliar.

Sementara, Sekretaris Aliansi Orang Tua Murid Peduli Pendidkan Indonesia se-Jabodetabek Jumono mengatakan, semakin meningkatnya korupsi dana pendidikan, khususnya di daerah lantaran tidak ada komitmen kuat dari kepala daerah untuk sektor pendidikan.

Meskipun jumlah bertambah besar, fokus untuk peruntukan dan pengawasan tidak disertai dalam meningkatnya jumlah dana pendidikan tersebut.

"Sepanjang tidak diperhatikan benar, tidak akan ada peningkatan yang baik, baik akses pendidikan maupun kualitas pendidikan," kata Jumono.    rep: Wilda Fizriyani, ed: Muhammad Hafil

***

Korupsi Pendidikan 10 Tahun Terakhir:

*Kasus Ditangani Kejakgung: 324 kasus

*Kasus Ditangani Polri: 82 kasus

*Kasus Ditangani KPK: 5 Kasus

*Total Kerugian Negara: Rp 1,3 triliun

*Total Suap: Rp 55 miliar

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement