Jumat 29 Apr 2016 13:00 WIB

Pembenahan Pendidikan di Papua Perlu Alternatif

Red:

JAKARTA -- Masih banyak yang perlu dibenahi dalam dunia pendidikan di Indonesia, terutama di Papua. Untuk menghadapinya, pemerintah daerah bersama mitra lainnya telah bekerja sama untuk membenahi masalah ini.

Menurut Manajer Operasional Wahana Visi Indonesia (WVI) Papua Charles Sinaga, Pemerintah Papua sudah melakukan upayanya dengan mengalokasikan dananya untuk pendidikan. "Alokasi dana untuk pendidikan malah mencapai 30 persen," ungkap Charles dalam Media Briefing "Pembelajaran Pakima Hani Hano" di Jakarta, Kamis (28/4).

Beberapa pihak swasta juga telah dan selalu memberikan bantuan untuk memperbaiki pendidikan di tanah Papua. Pemerintah pun telah memberikan dukungan terhadap pendidikan alternatif, seperti pendidikan berbahasa ibu. Kemudian, pendidikan kampung berbasis asrama dan pendidikan karakter kontekstual.

Charles menjelaskan, selama ini anak Papua pada usia dini hingga kelas tiga sekolah dasar (SD) selalu dipaksa menggunakan bahasa Indonesia dalam pengantar pembelajaran. Kondisi ini tentu menyulitkan mereka dalam kegiatan belajar mengingat kemampuan bahasa Indonesia yang masih sangat rendah. Pendekatan pembelajaran dengan bahasa ibu merupakan cara tepat untuk memperbaiki hal ini.

Pendidikan kampung juga telah dilakukan suatu pihak yang juga mendapat dukungan dari pemerintah daerah. "Seperti di lembah, ada yang bikin terobosan dengan menggunakan potensi yang ada di kampung itu," kata Charles.

Sementara, pendidikan karakter kontekstual merupakan hal yang dilakukan pihak WVI. Charles menjelaskan, pihaknya memiliki program pendidikan ini yang biasa disebut "Pakima Hani Hona" di Papua Tengah. Program ini sudah dilakukan sejak lama dengan tujuan memperbaiki kualitas pendidikkan di Papua.

 

Pada kesempatan itu, Charles mangatakan, kemampuan membaca dan menulis serta berhitung (calistung) di Papua masih rendah angkanya. Yakni,  masih di bawah 50 persen, baik di kelas rendah maupun kelas tinggi.

Charles menerangkan, survei ini berdasarkan yang dilakukan pihaknya di Kabupaten Lanny Jaya, Papua. Data ini ditemukan di 39 SD dari total keseluruhan sebanyak 61 SD. "Rata-rata lama sekolah di kabupaten ini juga sangat kecil jika dibandingkan dengan Kota Jayapura," kata dia.

Atas kondisi itu, Charles menyatakan, hal ini akibat dari proses pembelajarannya yang tidak teratur. Terlebih lagi, pada aspek tingkat ketidakhadiran guru yang cukup tinggi. Distribusi gurunya pun tidak merata dengan baik di wilayah ini. "Sebagian besar wilayah pesisir angkanya memang lebih baik dari yang pegunungan," kata dia.

Dari kalangan guru, Kepala Sekolah sekaligus guru di Sekolah Dasar (SD) Advent Maima, Jayawijaya, Papua, Joyce Nirupu, mengatakan, modul pembelajaran di Papua memang harus dibedakan. Kondisi Papua dengan wilayah lain sangat berbeda. Modul pembelajaran yang berbasis kearifan lokal pun dianggap menjadi salah satu cara tepat untuk membuat anak lebih mudah paham dalam kegiatan belajar.

"Kita dulu disarankan Wahana Visi Indonesia (WVI) yang kemudian diberi modul pembelajaran tentang bagaimana memanfaatkan yang ada di sekitar," kata Joyce. Pihaknya pun memperoleh bantuan buku-buku, termasuk buku cerita yang berbasis kearifan lokal. Dengan demikian, anak pun mudah memahami teks cerita tersebut karena sesuai dengan situasi mereka.

Joyce menceritakan, saat ini ruangan kelasnya pun tidak lagi menjadi patokan dalam pembelajaran di sekolah. Selama ini, ruangan kelas hanya membuat anak mengantuk, apalagi harus belajar tentang buku cerita. Salah satu modul yang ditawarkan WVI adalah ihwal menjelajahi sekitar. Modul ini mengajarkan guru untuk tidak selalu belajar di ruang kelas. Setelah guru mendapatkan pemahaman ini, anak-anak pun selalu belajar di lapangan yang membuat mereka nyaman dan menyenangkan saat belajar.

Saat belajar baca, tulis, dan berhitung (calistung), Joyce mengungkapkan, guru di sekolahnya dulu biasanya memajangkan huruf dan angka di depan kelas. "Kita tempel 'A' sampai 'Z' dan jadinya mereka menghafal. Lalu, saat kita mengacak huruf itu, mereka jadinya malah bingung," kata Joyce.   rep: Wilda Fizriyani, ed: Muhammad Hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement