Rabu 27 Apr 2016 14:00 WIB

Kemenristekditi Dukung Riset Nyamuk Berwolbachia

Red:

 

Antara/Yudhi Mahatma        

 

 

 

 

 

 

 

 

SLEMAN — Penelitian nyamuk berwolbachia dari Universitas Gadjah Mada (UGM) cukup menarik perhatian Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Alasannya, observasi yang telah berjalan lima tahun ini telah menunjukkan hasil yang signifikan dalam menekan jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD).

Menristekdikti Muhammad Nasir berencana menjalin komunikasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengembangkan hasil penelitian tersebut. "Nanti kita bicarakan soal ini dengan Kemenkes," ujarnya, saat mengunjungi Laboratorium Eleminate Dengue UGM, Selasa (26/4).

Nasir mengharapkan, hasil riset dari UGM atas sokongan Yayasan Tahija itu dapat diterapkan di daerah seluruh Indonesia. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menekan jumlah perkembangan DBD. Sebab, saat ini Indonesia masih menempati peringkat kedua sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di dunia setelah Brasil.

Rektor UGM Dwikorita Karnawati menyampaikan, hilirisasi penelitian nyamuk berwolbachia sudah dilakukan sejak tiga tahun lalu. Saat ini hasilnya sudah dapat langsung diterapkan di masyarakat dan membantu pencapaian tujuan kemanusiaan. "Semua ini merupakan kesadaran para peneliti bahwa manfaat penelitian adalah untuk kepentingan bangsa. Hal tersebut tentu sesuai dengan spirit UGM sebagai kampus sosio entrepreneur," ujar Dwikorita.

Kepala Tim Peneliti Eleminate Dengue UGM, Adi Utarini, menyampaikan, hingga saat ini penyakit DBD belum ada obatnya. Adapun pengobatan yang diberikan selama rawat inap bertujuan untuk menjaga cairan tubuh. Karena itu, perlu ada antisipasi penekanan DBD secara alami, yakni melalui pengembangan nyamuk berwolbachia.

Menurutnya, nyamuk berwolbachia sudah disebar ke masyarakat sejak 2014. Pertama di Kabupaten Sleman, meliputi dua desa, yaitu Kronggahan dan Nogotirto Kecamatan Gamping. Hasilnya terjadi penurunan kasus DBD. "Pada 2014 sebanyak sembilan kasus, 2015 tiga kasus, dan tahun ini hanya dua kasus," kata perempuan yang akrab disapa Uut itu. Kedua kasus itu ada di Kabupaten Bantul, meliputi Desa Jomblangan dan Singosaren, Kecamatan Banguntapan.

Dengan metode penyebaran telur nyamuk berwolbachia dalam periode empat sampai lima bulan, hasilnya justru lebih bagus. Pada 2015, kasus DBD di dua wilayah tersebut mencapai 10 kejadian. Namun, sekarang kasus yang muncul hanya satu kejadian. Rencana ke depannya tim peneliti akan melepas telur nyamuk berwolbachia di Kota Yogyakarta.

Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra DIY, Sulistyo, berharap, penelitian ini dapat benar-benar menurunkan jumlah kasus DBD di wilayah setempat. "Karena, jika berhasil, kegiatan riset ini mampu membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat DIY," katanya.   rep: Rizma Riyandi, ed: Andri Saubani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement