Jumat 08 Apr 2016 18:00 WIB

Kisah Harry Azhar tentang Sontek di AS

Red:

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis menceritakan pengalamannya mengenyam pendidikan di Amerika Serikat (AS). Dia pernah menjadi mahasiswa Universitas Stillwater, Oklahoma.

Pendidikan di sana dirasakannya membentuk kepribadian yang berpengetahuan. Kepribadian tersebut dibentuk dengan kejujuran dan komitmen.

Tak ada cerita menyontek diperbolehkan atau diabaikan. Siapa pun yang diketahui melakukan tindakan itu, akan langsung diusir dari almamater sekolah. "Saya tidak tahu, apakah mahasiswa yang nyontek di kampus ini (Untad) dikeluarkan atau tidak. Di Amerika, mahasiswa nyontek langsung dikeluarkan dari kampus," kata Harry sambil menceritakan pengalaman kuliahnya selama sembilan tahun di Amerika Serikat.

Harry menyampaikan pengalamannya itu saat mengisi kuliah umum di hadapan sekitar 500 mahasiswa pascasarjana dan sarjana dari Universitas Tadulako dan Institut Agama Islam Negeri Palu, di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (7/4).

Kehadiran ekonom lulusan Amerika Serikat itu disambut gembira oleh civitas akademika dua perguruan tinggi di negeri di Sulawesi Tengah itu. Demikian halnya dengan Harry Azhar juga antusias memberikan dorongan kepada peserta yang hadir.

Mantan wakil ketua Komisi XI DPR RI itu mendorong perguruan tinggi agar mengambil peran penting dalam membangun kemakmuran bangsa. Kampus dinilainya akan semakin bermanfaat di tengah kehidupan masyarakat luas apabila menjaga integritasnya.

Kampus harus mampu berkontribusi bagi pembangunan di daerahnya. Hal tersebut akan dirasakan manfaatnya bagi masyarakat sekitar. Kampus nantinya akan semakin diapresiasi. Masyarakat akan banyak mengambil manfaat dari dunia akademik perguruan tinggi.

Menurutnya, kampus adalah tempat harapan terakhir untuk memperbaiki bangsa ini. "Tapi, kampus kelihatannya tidak bergerak. Bukan berarti saya menyuruh demonstrasi, tetapi mengambil peran bagaimana kita pikirkan agar Indonesia maju lebih cepat. Apa yang harus kita kerjakan," katanya.

Dia mengatakan, untuk membangun kesejahteraan rakyat Indonesia dan bergerak maju lebih cepat, perlu diperbanyak orang-orang pintar dan jujur. Mereka harus mampu menjaga komitmen. Ilmu pengetahuan yang didapat harus dimanfaatkan untuk kemajuan teknologi dan menyelesaikan permasalahan di masyarakat.

Ilmu yang didapat haruslah membentuk kepribadian yang baik. Komunikasi yang dilakukan masyarakat akademik perguruan tinggi harus mampu merangkul berbagai pihak.

Pria kelahiran Tanjung Pinang itu mengatakan, saat menjadi ketua Badan Anggaran DPR RI 2009-2010, dia mendorong alokasi anggaran untuk membiayai pendidikan bagi mahasiswa Indonesia jenjang magister dan doktoral ke luar negeri. Hal itu dilakukan melalui LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) Kementerian Keuangan dengan anggaran Rp 1 triliun. "Dulu masih Rp 1 triliun. Sekarang mungkin sudah Rp 26 triliun," katanya.

Dia mengatakan, setiap tahun Indonesia mengirim 5 ribu mahasiswa program magister dan doktor ke berbagai perguruan tinggi di dunia. Meski sudah sebanyak itu, Harry menyatakan, jumlah tersebut belum cukup untuk menggerakkan bangsa ini maju lebih cepat.

Indonesia membutuhkan lebih banyak sarjana berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Ilmu yang mereka dapat harus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kemajuan bangsa. Penemuan dan riset yang mereka lakukan diharapkannya dapat menjawab kebutuhan masyarakat luas.

Pihaknya berharap ada pemuda dari berbagai daerah mendapatkan beasiswa LPDP. Mereka nantinya dapat mengambil pelajaran berharga dari kuliah di luar negeri. Namun, jangan lupa, jelas Harry, setelah selesai kuliah, harus kembali ke Indonesia.

Ilmu yang didapat harus dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa ini. Indonesia harus maju menjadi negara yang lebih baik.  antara, ed: Erdy Nasrul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement