Rabu 17 Feb 2016 15:00 WIB

80 Pengajar BIPA Dikirim ke Luar Negeri

Red:

JAKARTA — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan membekali sekaligus melepas sejumlah pengajar bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) ke luar negeri. Sejumlah pengajar ini nantinya diharapkan tidak sekadar menjadi pengajar biasa. "Jangan cuma jadi pengajar BIPA, tapi duta Indonesia," kata Anies dalam kegiatan pelepasan dan pembekalan pengajar BIPA untuk luar negeri di Gedung A Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, Selasa (16/2).

 

Pilihan sebagai duta ini, kata Anies, merupakan titipan bangsa Indonesia terhadap pengajar BIPA tersebut. Hal ini karena segala yang dilakukan dan diucapkan nanti akan merefleksikan Indonesia. Karena itu, ini menjadi momen penting untuk memperkenalkan Indonesia.

Anies menilai, kegiatan ini juga menjadi kesempatan eksplorasi dan ini harus dimanfaatkan. Meski hanya mengajar selama empat bulan, lanjut Anies, para pengajar harus memberikan kesan yang baik bagi para siswa di sana. Dalam hal ini harus siap mendengar berbagai pertanyaan kritis dari para siswa di luar negeri.

Mantan rektor Universitas Paramadina ini mengungkapkan, bangsa Indonesia menginginkan agar bahasa Indonesia bisa mewarnai percakapan antarbangsa. Tantangan bangsa Indonesia adalah memperkaya bahasa Indonesia. "Sementara, tantangan Anda (para pengajar BIPA) memperluas jangkauannya," kata Anies.

Pada 2016, sebanyak 80 pengajar BIPA dikirim ke luar negeri. Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Dadang Sunendar mengatakan, target jumlah pengajar BIPA kemungkinan akan bertambah. Dadang menjelaskan, kebutuhan mengembangkan BIPA ini untuk pengembangan akses diplomasi. "Untuk itu, bahasa Indonesia perlu menjadi bahasa internasional," kata Dadang.

 

Mengenai para pengajar BIPA ini, kata Dadang, tahun ini sudah ada dua gelombang seleksi pengajar BIPA. Dua gelombang seleksi ini sudah dilaksanakan pada Januari dan Februari. Dari gelombang ini tersaring 66 pengajar dari 235 orang yang mendaftar. Kemendikbud akan berkoordinasi dengan pihak lainnya, termasuk universitas-universitas di negara lain yang akan didatangi.

Dadang menambahkan, saat ini 45 negara telah membuka program pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing mereka. Dari jumlah itu, terdapat 16 negara yang akan mendapatkan kiriman 80 pengajar BIPA pada 2016. Para pengajar ini sebelumnya sudah mendapatkan pembekalan selama sembilan hari dari Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebudayaan.

Menurut Dadang, pengiriman pengajar BIPA ini tidak hanya dilakukan pada 2016 ini. Tahun-tahun sebelumnya juga pernah dilaksanakan. Salah satunya, kata dia, pada 2015 telah mengirim 20 pengajar. "Tapi, realisasinya cuma 14 orang," kata dia menambahkan.

Untuk tahun ini, Dadang menerangkan, pengiriman guru BIPA memang lebih fokus ke negara ASEAN, yakni 10 negara. Selain ASEAN, Dadang menambahkan, negara-negara di Eropa, Asia, Afrika, Australia, dan Amerika juga mendapatkan kiriman pengajar BIPA. Setidaknya lima benua terwakili untuk bisa dikirimkan pengajar bahasa Indonesia ini. Dia mencontohkan, Cina, Jerman, Prancis, Amerika Serikat, Maroko, Tunisia, dan Mesir akan siap menerima kiriman pengajar ini.

Salah satu pengajar yang akan dikirim ke luar negeri adalah Muhammad Jufrianto. Jufrianto merupakan guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) yang sebelumnya mengajar di salah satu SMA di Makassar, Sulawesi Selatan. Dia terpilih untuk mengajar bahasa Indonesia di University of California, Amerika Serikat. "Karena program kuliah sudah berjalan, saya berarti harus ikut program semester berikutnya, yakni September," ujar Jufrianto.

 

Ikutnya Jufrianto pada program BIPA ini bermula dari informasi yang didapatkannya. Pendaftaran BIPA ini terbuka bagi siapa pun, asal memenuhi persyaratan. Dia berhasil lolos dalam seleksi berkas, wawancara, dan microteaching.

 

Menurut Jufrianto, penempatannya di Amerika Serikat bukan atas dasar keinginan pribadi semata. Namun, hal ini dikoordinasikan dan diputuskan oleh para penyeleksi, termasuk dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan Konsulat Jenderal RI (KJRI) di negara terkait. Menurut Jufrianto, dasar penempatannya di AS juga dilihat dari pengalaman kuliah strata dua (S2)-nya di AS pada 2012 hingga 2014.

Di samping itu, panitia seleksi juga menyesuaikan dengan kemampuan atau metode mengajar yang dipakai dengan negara yang dituju. Jika sesuai, lanjut dia, KBRI dan KJRI di AS akan menerima dan menempati para pengajar BIPA di sekolah, universitas, ataupun rumah bahasanya. "Penempatan tempatnya mengajarnya bermacam-macam. Ada di rumah bahasa dan sebagainya. Ini tergantung KJRI dan KBRI. Jadi, sistemnya itu pihak Indonesia mengirim permohonan ke sana, kalau setuju, kita diundang," ujar pria kelahiran 1979 itu. rep: Wilda Fizriyani, ed: Andri Saubani 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement