Selasa 04 Aug 2015 14:00 WIB

Noda Hitam MOS

Red:
Stop kekerasan terhadap anak
Stop kekerasan terhadap anak

JAKARTA -- Kematian salah satu siswa SMP Flora, Bekasi, Evan Christoper Situmorang, menyisakan catatan hitam pelaksanaan penerimaan siswa baru pada tahun ajaran 2015/2016 ini. Berbagai tanggapan pun bermunculan. Pihak SMP Flora menyatakan MOS di sekolah tersebut masih dalam batas kewajaran.

Pengawas MOS SMP Flora, Herson Nainggolan, mengatakan tidak ada hukuman memberatkan yang diberikan kepada siswa baru. Mereka hanya menyanyi, menari, memecahkan teka-teki, meminta tanda tangan guru, dan ada pengenalan lingkungan sekolah. Herson membantah kabar yang menyebutkan bahwa siswa diminta berjalan kaki sejauh empat kilometer. Ia mengatakan, jarak yang ditempuh sebetulnya hanya 1,5 meter dan setiap 300 meter berjalan ada pos yang disiapkan.

Meski pihak sekolah menyatakan MOS masih dalam batas kewajaran, saat ini Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Bekasi akan menyelidiki perihal meninggalnya siswa SMP Flora saat mengikuti MOS itu. Komisioner Bidang Pengaduan dan Advokasi KPAID Kota Bekasi Ruri Arif Rianto mengatakan, MOS yang diadakan di SMP Flora dilaksanakan pada 7 hingga 9 Juli lalu.

Berdasarkan keterangan orang tua Evan pada Ahad (2/8), Evan mulai masuk sekolah pada 27 Juli. Anak itu mulai mengalami keluhan sakit pada 28 juli. Karena keluhan sakit tersebut, Evan harus dibawa ke puskesmas dan diperiksa di lab.

"Sempat dibawa ke puskesmas diperiksa di lab. Hasilnya, asam uratnya tinggi dan HB-nya rendah. Di rumahnya, pada 29 dan 30 juli, di situlah terjadi kolaps dan kejang. Untuk memastikan sakitnya apa, Evan dibawa ke RS," katanya.

Masih dari keterangan orang tua Evan juga, Ruri menjelaskan Evan bercerita jika saat MOS ada kegiatan pencinta alam juga lalu ada hukuman fisik. Namun, benar atau tidaknya hal itu, ia mengatakan, harus dipastikan langsung ke pihak sekolah agar tidak menimbulkan fitnah.

Di kesempatan terpisah, Ketua KPAID Bekasi Syahroni mengaku sudah berdiskusi dengan panitia dan orang tua korban. "Kami sudah bertemu dengan panitia. Tidak ada yang aneh, kami sudah minta semua data-data MOS," kata Syahroni setelah berdialog dengan pihak SMP Flora, di Pondok Ungu Permai, Bekasi, Senin (3/8).

Syahroni menjelaskan, dari data-data tersebut menurut KPAID tidak ada keterangan dari pihak keluarga apakah Evan dalam kondisi sakit saat mengikuti kegiatan MOS. Selain itu, dalam kegiatan tersebut memang ada hukuman, namun masih sebatas hal yang wajar.

Namun, KPAID belum bisa mengonfirmasi penyebab meninggalnya Evan karena ikut MOS atau tidak. Karena, rentang waktu meninggalnya Evan lebih dari dua minggu setelah kegiatan MOS. Ia mengaku akan kembali berdialog dengan teman-teman satu kelompok Evan dalam MOS.

"Evan mengatakan kepada orang tuanya jika ia pernah dihukum. Itu akan kami telusuri lebih dalam lagi. Besok kami akan datang lagi untuk menanyakan kepada teman-teman satu gugus Evan apakah Evan dihukum atau tidak," kata Syahroni.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi menilai, pelaksanaan MOS yang disertai bentakan kepada murid baru, sebetulnya sudah tidak bisa lagi dikategorikan sebagai orientasi sekolah. Hal itu disebabkan, orientasi merupakan masa pengenalan sekolah kepada murid-murid baru, yang seharusnya menyenangkan bagi murid baru tersebut.

Seto mengatakan, MOS seharusnya dilakukan oleh pihak sekolah atau panitia dengan nuansa bersahabat kepada murid baru. Karena itu, jika saat MOS ada perlakuan kasar atau bentakan, hal itu sudah bukan orientasi lagi.

Irjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Daryanto menyatakan, posisi Kemendikbud adalah sebagai pemberi arah dalam kasus meninggalnya siswa SMP Flora Bekasi itu. Adapun, penyelidikan utama tetap dipegang oleh Polres Bekasi.

Daryanto mengatakan, Kemendikbud telah memberikan patokan terkait MOS yang ideal harusnya berjalan seperti apa. Dia menjelaskan, dalam peraturan yang ada, jelas melarang adanya perpeloncoan dan juga kekerasan saat MOS. "Kami di sini langsung turun untuk mengecek langsung kondisi di lapangan seperti apa. Memang jika mengacu pada acara yang ada, beberapa kegiatan berpotensi melanggar peraturan yang ada," katanya.

Namun, di sisi lain, kesimpulan tidak bisa dikeluarkan begitu saja. Sebab, faktanya ada rentang waktu yang lama antara waktu MOS dan kematian korban. Di mana, korban selesai MOS pada 9 Juli, lalu meninggal pada 30 Juli.

Sejauh ini berdasarkan penyelidikan awal oleh Polres Bekasi, belum ditemukan tanda-tanda adanya hubungan antara meninggalnya korban dengan kegiatan MOS. "Jadi mari kita pantau saja dulu bersama sama," ujar dia. N c05/c25/ c37 ed: andi nur aminah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement