Jumat 22 May 2015 13:00 WIB

Terdapat 413 Pelanggaran UN

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

JAKARTA -- Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman Republik Indonesia (ORI), menemukan 413 pelanggaran dan penyimpangan saat pelaksanaan ujian nasional (UN) tahun ini. Temuan itu merupakan gabungan dari pelaksanaan UN SMP dan SMA.

Komisioner Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan, Budi Santoso, mengatakan, jumlah 413 ini tidak hanya berasal dari UN paper based test (PBT) saja, tapi juga dari sistem computer based test (CBT). Rinciannya, ada 176 atau 42,6 persen pelanggaran terjadi di UN PBT, sedangkan pelanggaran di UN CBT mencapai 237 atau 57,4 persen. "Penyimpangan pada UN CBT memang lebih banyak daripada UN PBT," kata Budi, Kamis (21/5).

Menurut Budi, temuan pelanggaran di UN CBT yang lebih banyak itu merupakan hal yang wajar. Hal itu karena mengingat sistem CBT baru pertama kalinya dilakukan di Indonesia. Ia mengatakan, banyaknya temuan pelanggaran pada UN CBT itu hanya berkaitan dengan permasalahan teknis. Sedangkan, masalah kebocoran atau hal yang substansi sangat sedikit bahkan sama sekali tidak terjadi pada UN CBT.

Karena itu, ia mengatakan, UN CBT perlu diperluas dan ditingkatkan lagi ke depannya. Ia merekomendasikan UN CBT dikembangkan dan ditambahkan lagi persentase jumlahnya di Indonesia dengan dilakukan secara bertahap. Ia mengatakan, koneksi internet dan permasalahan listrik perlu menjadi perhatian agar UN CBT bisa diterapkan lebih luas lagi tahun depan.

Penyimpangan dalam pelaksanaan UN dirangkum Ombudsman dari 33 provinsi. Untuk UN CBT yang mencapai 237 penyimpangan, Budi mengatakan, sarana dan prasarana merupakan penyimpangan terbesar yang mencapai sekitar 12,20 persen, baik di tingkat SMP dan SMA. Permasalahan yang terjadi lainnya adalah sistem log out dari aplikasi dan sinkronisasi server bermasalah sendiri.

Sedangkan, untuk pelaksanaan UN tertulis, Ombudsman mencatat ada 176 pelanggaran di tingkat SMP/sederajat dan SMA/sederajat. Budi menerangkan, temuan-temuan ini terdiri atas banyak klasifikasi pelanggaran.

Pada UN PBT, ia menyebut banyaknya peserta yang saling kerja sama menduduki posisi tertinggi, yakni 14,80 persen. Selanjutnya, pelanggaran oleh pengawas yang membiarkan peserta UN melakukan kerja sama sebanyak 13,10 persen. Sedangkan, kebocoran kunci jawaban berada di posisi ketiga, yakni delapan persen.

Selain kecurangan dan pelanggaran, Budi mengatakan, penyimpangan berupa prosedur atau tidak patuhnya pada prosedur operasional standar (POS) juga masih terjadi. Padahal, POS yang sudah diedarkan oleh pemerintah seharusnya bisa menjadi acuan teknis pada pelaksanaan UN 2015 di semua lokasi ujian.

Budi juga menyebutkan masih banyaknya peserta UN yang membawa alat komunikasi ke ruang ujian. "Ini pernah terjadi di salah satu sekolah di Bali," katanya.

Selain itu, jelas Budi, ORI juga menerima laporan ihwal pengawas yang sedang membaca koran saat di ruang ujian. Bahkan, tambahnya, ORI menemukan pengawas yang sedang asyik bermain ponsel saat melakukan tugas. Untuk itu, Budi berharap, hal-hal demikian bisa ditekan kemunculannya pada UN ke depan.

Budi menyebutkan, temuan pelanggaran UN manual ini mengalami penurunan dibanding tahun lalu. Menurutnya, temuan pelanggaran UN pada tahun lalu sekitar 597 buah. Ia menegaskan, secara kuantitatif pelanggaran pada tahun ini mengalami penurunan drastis. "Kami sangat apresiasi adanya kondisi tersebut," ujarnya.   c13  ed: Andi Nur Aminah

***

Penyimpangan dan pelanggaran UN

CBT:

-    Persoalan sarana dan prasarana : 12,20 persen

-    Sistem log out dari aplikasi : 11,80 persen

-    Sinkronisasi server bermasalah sendiri : 11 persen

-    Listrik padam : 2,50 persen

-    Komputer bermasalah : 2,10 persen

PBT:

-    Peserta saling kerja sama : 14,80 persen

-    Pelanggaran oleh pengawas (membiarkan peserta kerja sama) : 13,10 persen

-    Kebocoran kunci jawaban : 8 persen.

Sumber : Ombudsman RI

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement