Jumat 17 Apr 2015 13:33 WIB

Lika-liku Ujian Paket C (Bagian Pertama): Dari yang Berjoki, Gendong Bayi, Hingga Calon Kades

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Berburu ijazah demi perbaikan nasib. Itulah inti dari keinginan ribuan peserta ujian kesetaraan paket C yang pelaksanaannya digelar serentak dengan ujian nasional SMA/SMK. Banyak kisah di balik keinginan itu.

Nasir, satu di antaranya. Peserta ujian Paket C di SMP 13 Makassar ini bertekad mengejar ijazah SMA lantaran ia tengah mempersiapkan untuk maju sebagai Kepala Desa (Kades) di Desa Kareloi, Kecamatan Bonto Ramba, Kabupaten Jeneponto. Pemilihan kades memang masih lama, namun persiapan ijazah SMA diharapkan bisa memudahkannya proses administrasi. Semangatnya kian berkobar karena masyarakat desa setempat telah memberikan dukungan kepadanya.

Pria kelahiran 61 tahun silam ini mengaku cukup kesulitan dalam mengerjakan tugas. Untungnya, dia bisa belajar dari anak cucunya.  "Anak saya yang mengajarkan sedikit-sedikit," kata Nasir, Rabu (15/4).

Keinginan untuk mendapatkan ijazah SMA juga dirasakan Arifin. Pria 50 tahun ini menuturkan bahwa ijazah SMA nanti akan digunakan untuk mengubah nasib hidupnya. Pasalnya sejauh ini, Arifin memiliki kehidupan yang cukup sulit mencari pekerjaan karena permasalahan ijazah. "Saya ingin jadi security, tapi mesti ada ijazah SMA. Jadi, saya ikut Paket C," jelasnya.

Lain lagi kisah Rika. Remaja 17 tahun yang tercatat sebagai siswi SMKN 17 ini mengerjakan soal ujian milik Dewi, kawan ibunya. Rika menjadi joki bagi Dewi setelah sebelumnya ia menjalani UN di sekolahnya. "Dari pihak pengawas juga tidak ada masalah karena tidak ada pemeriksaan mengenai identitas," ujar Rika.

Koordinator panitia Paket C dari Dinas Pendidikan kota Makassar Bara Wati mengatakan, seharusnya pengawas di ruangan lebih sigap dalam memeriksa identitas peserta. Jangan sampai ada peserta yang menjadi joki buat peserta lainnya. Ia menilai, adanya kecurangan peserta seharusnya diawasi juga oleh lembaga pendidikan tempat peserta bersangkutan. "Dalam hal pengawasan, lembaga pendidikan peserta juga berada di tempat ujian. Kan ada foto di kartu ujian dan data-data lain. Seharusnya, ini tidak boleh," tegasnya.

Sementara, Aulia Meisya Setiawati, peserta ujian kesetaraan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sultan Agung, Desa Pelandakan, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat, tampil sangat berbeda sendiri di antara peserta ujian lainnya. Di antara 80 siswa-siswi kejar paket C, Aulia satu-satunya siswi yang mengerjakan soal ujian sambil menggendong bayinya.

Aulia beberapa kali merasakan kram di tangan kirinya yang terus memegangi bayinya yang berusia 2,5 bulan. Namun, dia terus bertahan dan tetap semangat mengerjakan semua soal ujian. Ia tak menyerah, apalagi merasa malu dan minder dengan teman-temannya. "Saya ingin mendapat ijazah karena saya ingin melanjutkan kuliah," ujarnya.

Lina Susanti (25) punya alasan lain dengan keikutsertaannya pada UNPK paket C di Kabupaten Semarang. Asa mendapatkan pekerjaan yang lebih baiklah pemicunya. "Siapa tahu dengan mengantongi ijazah kesetaraan SMA juga mampu membawa saya memperoleh pekerjaan lain dari sekadar pelayan toko," ujarnya.

Perempuan asal Kecamatan Getasan ini mengakui, tak sempat menuntaskan pendidikan SMA-nya karena keterbatasan kemampuan ekonomi keluarga. Ia akhirnya menjadi pelayan toko di salah satu pusat keramaian di Kota Salatiga. Lina cukup beruntung karena majikannya memahami kebutuhan karyawannya dalam pendidikan. Ia mengaku diberikan dispensasi untuk mengikuti ujian. Oleh Debbie Sutrisno, Bowo Pribadi  ed: Andi Nur Aminah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement