Kamis 02 Oct 2014 15:00 WIB

Buat Kebijakan Anti-bullying

Red:

JAKARTA -- Perilaku bullying merupakan salah satu kekerasan yang kerap terjadi di berbagai sekolah. Cara paling baik untuk mengatasi kekerasan dalam pendidikan ialah membereskan akar persoalan utama, yaitu menumbuhkan rasa penghargaan satu sama lain dalam lingkungan pendidikan.

"Hanya dengan berfokus pada prinsip penghargaan bahwa individu itu berharga, bermartabat, dan tidak pernah boleh dirusak dan diperalat apa pun alasannya baru dapat dikembangkan kultur pendidikan yang ramah dan bersahabat," kata Pengamat Pendidikan Doni Koesoema, Senin (1/10).

Menurut Doni terdapat lima strategi untuk mengatasi dan memutus mata rantai kekerasan di sekolah. Pertama, sekolah harus  membuat kebijakan anti-bullying dan kekerasan.

Kedua, mendidik seluruh pemangku kepentingan, seperti guru, staf, siswa, dan orang tua agar dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan. Ketiga, menciptakan prosedur untuk melaporkan perilaku bullying dan kekerasan yang terjadi di sekolah.

Keempat, guru dan siswa harus belajar bagaimana menyikapi perilaku kekerasan untuk mengantisipasinya. "Kelima, para siswa harus menyalurkan kecenderungan perilaku agresif dengan menyalurkannya membuat keterampilan yang disukai," kata Doni.

Ini semua, ujar Doni, diharapkan bisa mengurangi dan mengatasi berbagai perilaku kekerasan di sekolah. Sebab, anak-anak itu di sekolah untuk belajar bukan malah mendapat kekerasan.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, kekerasan sudah menjadi laten dan kurikulum tersembunyi. Hal seperti itu sering kali tidak dapat terdeteksi.

Kekerasan dalam pendidikan, ujar Retno, sudah menjadi kultur yang tak mampu diatasi, bahkan oleh pemimpin sekolah sekali pun. Bila kekerasan sudah menjadi cara bertindak, solusi pemberian hukuman bagi pelaku sesungguhnya tidak akan menyelesaikan persoalan.

Sementara itu, Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, cara terbaik memberantas kekerasan di sekolah adalah membangun sistem sekolah ramah anak. Yakni, mulai dari aspek kurikulum, metode pembelajaran, tata tertib, serta manajemen pengelolaanya, termasuk sarana dan prasaranya harus ramah anak.

Saat ditanya soal sanksi bagi anak yang melakukan, Susanto mengatakan, logika sanksi itu logika hukum, kalau melanggar ditindak. "Namun, dalam pendidikan sepatutnya tidak menggunakan logika hukum, tetapi logika pembinaan," katanya.

Jadi, ujar Susanto, anak-anak dibina dengan baik agar mereka tidak melakukan kekerasan. Tidak semua harus menggunakan sistem sanksi.

Kasus kekerasan di sekolah masih kerap terjadi. Kasus terbaru adalah yang terjadi di SMA 70 Jakarta. Pihak sekolah telah mengeluarkan 13 siswanya karena terlibat kasus penganiayaan kepada salah satu adik kelasnya. rep:dyah ratna meta novia ed: muhammad hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement