Jumat 29 Aug 2014 14:00 WIB

ICW Kritik Kurikulum 2013

Red:

JAKARTA -- Penerapan Kurikulum 2013  masih terus menuai sorotan. Bahkan, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan Kurikulum 2013 menunjukkan tanda-tanda kegagalan. Potensi kegagalan itu, menurut  divisi monitoring pelayanan publik ICW, Siti Juliantari, berdasarkan temuan ICW di lapangan, antara lain, belum tersedianya buku pelajaran bagi pelajar SD dan SMP, khususnya di Jakarta.

ICW menilai, indikator keberhasilan kurikulum dapat dilihat dari ketersedian buku pelajaran di setiap sekolah. Juga pelatihan guru yang memadai sehingga guru memahami konsep kurikulum dengan baik. ''Ini semacam bentuk kelalaian pemerintah dalam menunaikan kewajibannya untuk menyediakan pendidikan bermutu bagi murid dan guru,'' ujar Siti Juliantari, Kamis (28/8).

Ia menjelaskan, kegagalan kurikulum ini juga berdampak pada pemborosan anggaran pendidikan. ICW sendiri belum bisa memastikan angka pemborosan dari potensi kegagalan kurikulum ini. Namun, ia mengatakan anggaran pendidikan yang ada saat ini sebesar Rp 2,1 triliun.

Menanggapi temuan ini, Siti mengatakan, ICW sudah melakukan beberapa kali upaya untuk mengadakan dialog dan diskusi dengan pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Namun, upaya tersebut selalu mengalami penolakan dan belum ada titik temu serta solusi yang terbaik untuk pendidikan Indonesia.

ICW merekomendasikan agar Kemendikbud menghentikan Kurikulum 2013. Selanjutnya, kembali ke Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Membingungkan

Desakan yang sama juga muncul dari sejumlah pengamat pendidikan. Praktisi Pendidikan dari Teacher Trainer and School Consultant, Weilin Han, mengatakan,  Kurikulum 2013 yang diterapkan di seluruh sekolah yang ada di Indonesia saat ini harus dihentikan. Hal itu karenakan konsep dan indikator Kurikulum 2013 masih belum terlalu jelas sehingga membingungkan guru dan murid.

Ia mengatakan, Kurikulum 2013 diciptakan hanya dengan menggabungkan dan menyalin beberapa konsep dan indikator dari kurikulum sebelumnya. Namun, sedikit mengalami  perubahan dan penggabungan. Menurut Weilin, perubahan itu tidak dilakukan berdasarkan kajian yang mendalam sehingga konsep dan indikator yang dihasilkan menjadi tidak jelas.

Ia menambahkan, untuk tahun ajaran sekolah 2014/2015, pemerintah dapat kembali menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau KTSP.  "Saya tidak mengatakan KBK dan KTSP kurikulum yang sempurna, tetapi jika dibandingkan kurikulum 2013, KBK dan KTSP lebih baik.  Karena, jika harus menciptakan kurikulum baru perlu waktu yang cukup panjang," ujar Weilin.

Menurut Weilin, kurikulum yang tepat untuk Indonesia yaitu kurikulum yang dapat memberikan kebebasan pada setiap daerah untuk mengembangkan potensi daerahnya masing-masing. Hal ini dikarenakan potensi dan kemampuan guru maupun siswa di setiap daerah berbeda-beda. Sehingga, sistem pemerataan dan paten nasional yang diterapkan pada Kurikulum 2013 tidak tepat.

Untuk jangka panjang ia meminta agar pemerintahan Jokowi mendatang segera merumuskan konsep dan landasan kurikulum yang baru dengan melibatkan praktisi dan guru-guru yang ada. Selain merumuskan konsep dan landasan kurikulum baru, pemerintah juga harus mengadakan pelatihan dan pendidikan guru SD, SMP, dan SMA.

Menurutnya, hingga saat ini belum ada buku putih kurikulum Indonesia. Karena itu, ia menilai sebuah kurikulum harus dibuat dulu dengan konsep, landasan, dan indikator yang jelas agar nasib pendidkan anak-anak Indonesia menjadi jelas. ''Selain itu harus disertai dengan pendidikan guru jadi sistemnya dijalankan secara paralel sehingga output-nya bisa maksimal,'' katanya.

Hal serupa juga disampaikan aktivis pendidikan sekolah tanpa batas Bambang Wisudo. Menurut Bambang, perumusan kurikulum baru dan pelatihan guru menjadi hal penting yang harus dilakukan pada masa pemerintahan mendatang. Ia juga mengatakan dalam perumusan kurikulum baru tersebut agenda penghapusan UN juga harus dibahas. Alasannya, karena indikator unggul, pintar, dan cerdas tidak bisa disamaratakan.  rep:c83 ed: andi nur aminah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement