Jumat 08 Apr 2016 11:00 WIB

Ryan Muthiara Wasti Berjuang dan Berdakwah di Jalur Hukum

Red:

Hukum dan hak asasi manusia (HAM) harus selalu ditegakkan, terutama jika mengenai persoalan hak-hak seorang anak, perempuan, dan orang-orang tidak mampu yang termarginalkan. Karena itulah, Muslimah ini memilih berjuang dan berdakwah lewat jalur hukum di mana sangat sedikit seorang Muslimah terjun dalam bidang ini.

Muslimah bernama lengkap Ryan Muthiara Wasti ini tengah berjuang di Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PAHAM) Indonesia. Sebuah lembaga advokasi hukum dan HAM yang didirikan untuk memberikan dukungan dan pembelaan terhadap warga yang lemah dan miskin.

Saat ini, PAHAM telah mempunyai 22 cabang di seluruh Indonesia, dan Ryan diamanahkan untuk menjabat sebagai direktur PAHAM Indonesia Cabang Jakarta. PAHAM merupakan organisasi yang telah berdiri sekitar 16 tahun lalu. Sejak menjabat sebagai direktur sejak 2014, ia selalu berusaha untuk melanjutkan program-program direktur PAHAM sebelumnya.

Setiap lembaga tentu mempunyai kendala. Menurut dia, kendala yang berada di lembaga yang dipimpinnya tersebut saat ini adalah kekurangan sumber daya manusia (SDM). Ia mengaku memang susah untuk menemukan orang-orang yang serius dalam hal penegakan hukum dan memperjuangkan hak-hak orang miskin.

"Dalam mengurus PAHAM Jakarta, saya hanya berdua dengan teman saya, yang dulunya aktif di PAHAM Aceh. Tapi, alhamdulillah dibantu juga oleh teman-teman PAHAM Indonesia," kata dia kepada Republika, Rabu (5/4).

Ia mengatakan, sejak 2015 sampai sekarang, PAHAM Jakarta sudah mulai mencoba lebih terbuka terhadap mahasiswa ataupun orang-orang yang ingin berorganisasi di PAHAM Indonesia sehingga kelak muncul adovakat-advokat andal. "Saya buka kesempatan untuk para mahasiswa untuk magang karena sebelumnya PAHAM jarang sekali membuka lowongan magang," kata dia menjelaskan.

Menurut dia, kini ia telah membuka magang advokat, magang mahasiswa, dan magang relawan. Selama menjabat sebagai direktur PAHAM Jakarta, sudah ada lima orang yang magang  sebagai seorang advokat. Sementara, kata dia, pemagang dari mahasiswa terdapat 10 orang.

"Yang magang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Tapi, persentasenya bisa dibilang satu banding empat, empat laki-laki dan satu perempuan. Lebih banyak laki-laki," kata dia.

Ia mengatakan, sedikitnya perempuan yang berada di PAHAM tersebut disebabkan adanya paradigma yang mengatakan hukum sangat anti terhadap perempuan. "Menjadi sarjana hukum saja mungkin sangat jarang yang perempuan, terutama yang Muslimah," ujar dia.

Kendati demikian, kata dia, saat ini sudah mulai banyak Muslimah yang belajar tentang hukum. Hal ini berbeda dengan kondisi saat ia kuliah di FH Universitas Indonesia dulu karena hanya berberapa orang yang mengenakan jilbab ketika mengadakan sebuah pertemuan. "Menurut saya, paradigma orang-orang terhadap advokat itu masih dibilang negatif," ucap wanita asal Solok, Sumatra Barat, tersebut.

Selain aktif di lembaga tersebut, kini ia juga tengah sibuk menempuh S-2 di Universitas Indonesia. Di kampus tersebut, ia mengambil magister ilmu hukum. Karena dipandang cukup ahli dalam bidang hukum, ia bahkan diminta untuk menjadi asisten oleh salah satu dosennya.

Tidak hanya itu, di PAHAM ia juga sering menjadi pembicara dalam beberapa pelatihan advokasi yang diikuti oleh para mahasiswa. "Kalau di kampus, saya mengajar dari pagi sampai sore, habis itu saya kuliah malam di UI Salemba," kata wanita berusia 25 tahun tersebut.

Meskipun tergolong masih muda, Ryan tekah dikaruniai seorang anak. Kadang jika sedang mengajar mahasiswa, ia tak jarang membawa anaknya ke dalam ruang kelas. "Dalam mengurus anak, ya disambi-sambi. Kalau misalkan saya asistensi, saya kadang juga membawa anak saya ke kelas," ucap dia.

Ia kemudian menyampaikan alasannya mengapa awalnya masuk jurusan hukum. Menurut dia, ia memilih jurusan hukum karena memang mempunyai ketertarikan dalam bidang tersebut. Apalagi, ayahnya juga seseorang yang aktif dalam bidang hukum.

Semakin jauh melangkah, ia justru semakin tertarik dengan bidang hukum karena senior-seniornya di FHUI sempat melarang dia untuk memilih jurusan hukum. "Kata senior waktu itu, untuk apa kamu mempelajari hukum di sini (UI). Kamu seorang Muslimah, jadi nggak ada gunanya untuk belajar hukum di sini," kata dia.

Larangan tersebut ternyata tidak mengubah keinginannya untuk menempuh jalur hukum, ia justru merasa semakin tertantang untuk mempelajarinya. "Setelah mempelajarinya, ternyata saya memang semakin menikmati dengan berbagai tantangannya," ujar dia.

Di FHUI saat itu, kata dia, memang sulit untuk menemukan seorang Muslimah. Namun, ia yakin bahwa jika ia bisa berprestasi dalam bidang tersebut, pasti teman-temannya akan memandang dan menghormatinya, meskipun ia seorang wanita yang memilih mengenakan jilbab.

Selama mempelajari hukum dengan tekun, akhirnya saat ini ia berhasil membuktikan dirinya dengan berdakwah dan berjuang di PAHAM. Menurut dia, PAHAM selalu berusaha untuk memperjuangkan hak-hak kaum yang termarginalkan, baik kaum yang tidak mampu secara ekonomi maupun lainnya, terutama anak-anak dan perempuan.

Di samping memperjuangkan hak-hak mereka, ia juga selalu mendasarkan advokasinya pada nilai-nilai keislaman. Apalagi, kata dia, sebagai Organisasi Bantuan Hukum (OBH), PAHAM juga telah benar-benar memperjuangkan advokasi terhadap anak-anak dan perempuan. "Dalam mengajarkan nilai-nilai keislaman, misalkan dalam mendampingi klien itu, kita berusaha menjauhi segala yang dilarang oleh agama kita," ucap dia.

Ia melanjutkan, nasihat-nasihat yang disampaikan kepada klien di PAHAM juga tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama Islam. "Meskipun kita menanamkan nilai-nilai Islam, kita tidak membeda-bedakan ras dan agama. Apalagi, kita juga sering mendapatkan klien non-Muslim," ujar dia.

Menurut dia, wanita yang benar-benar Muslimah saat ini sudah mulai langka. Muslimah yang mempelajari ilmu hukum juga sangat jarang dan Muslimah yang benar-benar menjadi seorang advokat hebat juga tidak banyak. Ia menyimpulkan, berdakwah lewat hukum saat ini sangat penting bagi seorang Muslimah.

"Sangat penting berdakwah lewat hukum, apalagi dengan melihat banyaknya permasalahan sekarang," ujar dia.

Ia mengatakan, kasus-kasus hukum di Indonesia banyak yang berhubungan dengan kasus perempuan dan anak. Jika advokat yang mendampinginya tersebut seorang Muslimah, seorang klien akan merasa lebih nyaman, bisa lebih memahami, dan dapat memberikan nasihat yang sesuai dengan kejiwaan klien.

Sementara, kata dia, jika advokatnya adalah seorang laki-laki, dimungkinkan tidak akan dapat memahami lebih dalam terhadap klien anak-anak dan perempuan yang menjadi korban tersebut. "Dengan lembaga hukum ini, Muslimah juga bisa sambil berdakwah. Jadi, tidak hanya sekadar mengadvokasi, tapi juga memberikan nilai-nilai keislamaan," ujarnya menjelaskan.

Dalam berjuang di jalur hukum, ia bersyukur karena suaminya juga selalu memberikan dukungan penuh kepadanya. Misalnya, jika dia sedang ada jadwal kuliah ilmu hukum pada malam hari, suaminya akan mengasuh anaknya di rumah. "Suami saya mendukung karena kebetulan suami saya juga seorang sarjana hukum dan advokat," ucap dia

Bahkan, lanjut dia, suaminya juga selalu membantu dia dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai direktur PAHAM. Tidak hanya itu, suaminya juga selalu memberikan nasihat mengenai cara mendampingi kliennya, terutama dalam kasus-kasus yang belum pernah dia tangani sebelumnya.  c39, ed: Hafidz Muftisany

 ***

Biodata

Nama: Ryan Muthiara Wasti

TTL: Gasan Kecil, 11 Maret 1990

Pendidikan: S-1 Ilmu Hukum Universitas Indonesia

Hobi:  Menulis, Membaca

Alamat e-mail: [email protected]

Riwayat Pendidikan

Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2014 – sekarang

S-1 Ilmu Hukum Universitas Indonesia 2008 - 2013

SMU Negeri 1 Padangpanjang 2005 - 2008

SLTP Negeri 1 Kota Solok 2002 – 2005

SD Negeri 1 Kota Solok  1996 – 2002

Pekerjaan

Direktur Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Cabang Jakarta (2014 – Sekarang)

Peneliti Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2014- Sekarang)

Asisten Dosen Bidang Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2013 – Sekarang)

Karya

Buku dengan judul: Rohingya, Suara Etnis yang Tak Boleh Bersuara (salah satu penulis)

Buku dengan judul: Pemilihan Umum Nasional Serentak (salah satu penulis)

Buku dengan judul: Kaleidoskop Konstitusi 2014 (salah satu penulis)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement