Jumat 22 Jan 2016 14:00 WIB

Makna Spiritual Shalat (21): Maalik, Malik, dan Maliik

Red:

Setelah kita menjelaskan makna spiritual al-Rahman dan al-Rahim, maka berikutnya kita mendalami makna Alquran surah al-Fatihah, ayat 4, "Maaliki yaum al-din" (Yang menguasai hari pembalasan). Pembahasan ayat ini agak rumit karena terdapat dua model bacaan (qiraat). Ada ulama yang membaca panjang huruf mim (maalik) dan ulama  lain membaca pendek (malik). Jika dibaca panjang, maka ayat itu berarti: "Yang memiliki hari pembalasan." Jika dibaca pendek maka artinya: "Yang merajai hari pembalasan."

Dalam bahasa Arab, kata dasarnya ialah milk atau mulk yang berati 'kekuasaan khusus' (al-sulthah al-khashah) yang kemudian terdistribusi menjadi kata maalik, malik, dan maliik. Jika dibaca maalik, maka "Allah SWT memiliki hari pembalasan". Jika dibaca maliki, berarti "Yang Maha Menguasai hari pembalasan".

Dalam level kehidupan sehari-hari, seorang pemilik harta kekayaan belum tentu menguasai sepenuhnya harta kekayaan itu. Boleh jadi sang pemilik memilih untuk beristirahat dan mendelegasikan kewenangannya kepada representatif (khalifah) atau manager yang terpecaya untuk mengelola secara profesional harta kekayaan tersebut.

Namun, tidak berarti sang pemilik melepas kewenangan sepenuhnya tanpa kontrol. Ia tetap mengawasi dan mengarahkan sang representatif yang ditunjuk. Mungkin juga telah disiapkan "buku memoir" yang harus dijadikan acuan di dalam mengelola kepercayaan yang diberikan itu.

Di tempat berbeda, ada orang yang menguasai dan memahami secara terperinci keseluruhan harta kekayaan itu. Dikembangkan sedemikian rupa dengan membentuk dan sekaligus menunjuk orang-orang tertentu yang akan mengepalai divisi-divisi yang ada, termasuk ia memiliki kewenangan untuk mengeluarlan hak-hak sosial masyarakat dari harta kekayaan itu. Dalam bahasa manajemen, yang pertama biasa disebut owner (maalik) dan yang kedua disebut manajer (malik). Dari segi ini, Allah SWT Yang Maha Menentukan segalanya (al-Maliik)

Bagi Allah SWT, sesungguhnya tidak ada masalah dalam soal bacaan (qiraat) ini karena Ia Maha Memiliki Kemampuan sebagai al-Maalik (Owner) dan sekaligus sebagai al-Malik (Manajer). Itulah sebabnya ada kelompok mazhab qira'at membaca: Maaliki yaum al-din (Yang Memiliki Hari Pembalasan) dan yang lain membaca: Maliki yaum al-din (Yang Menguasai Hari Pembalasan). Qiraat model pertama dibaca oleh Imam Syafi'i dan yang model kedua dibaca oleh Imam Malik.

Mungkin yang perlu diperhatikan di sini ialah surah al-Fatihah yang terdiri atas tujuh ayat dapat dibagi ke dalam dua bagian. Ayat satu, dua, dan tiga berbicara tentang kehidupan manusia di dunia atau di alam syahadah. Sedangkan, ayat empat, lima, enam, dan tujuh berbicara tentang manusia di alam syahadah dan alam gaib.

Tersirat sebuah makna yang kontras bahwa ketika Allah SWT memperkenalkan diri-Nya di dunia, menonjolkan diri-Nya sebagai Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang. Dengan kata lain, lebih menonjol sebagai Tuhan feminin (femininity of God) tetapi ketika di bagian kedua, Ia menonjolkan diri sebagai Tuhan maskulin (masculinity of God).

Hal tersebut mengisyaratkan kepada manusia agar berhati-hati di dalam menjalankan kehidupan di dunia ini. Kalau di dunia ini manusia melakukan kesalahan dan kekeliruan, maka Allah SWT masih bisa mengampuni karena Ia Maha Pengasih dan Penyayang (al-Rahman al-Rahim). Akan tetapi, jika sudah sampai di dalam perjalanan hidup berikutnya di akhirat, maka Allah SWT akan tampil sebagai Tuhan Maha Adil, yang akan memberikan balasan (rewarding) terhadap hasil usaha setiap orang di dunia.

Seolah-olah Allah mengisyaratkan bahwa jika manusia melakukan kesalahan dan kekeliruan di dalam menjalani kehidupannya di dunia ini, Tuhan masih bisa menoleransinya dengan memberi kesempatan bertobat dan memperbaiki diri. Akan tetapi, di alam lanjutan, yakni di alam barzah dan alam akhirat, tidak ada lagi tradisi "uji coba" (trial and error). Itulah sebabnya Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW menyerukan agar manusia mengakhiri perjalanan hidupnya dengan baik (husn al-katimah/happy ending).

Untuk menjalani kehidupan happy ending, Allah SWT mengisyaratkan perlunya manusia memiliki visi kehidupan yang benar (tauhid), selalu berdoa dan memohon bimbingan dan petunjuk Allah SWT. Bimbingan dan petunjuk itulah nanti yang akan dibahas di dalam surah berikutnya (al-Baqarah). Surah ini Allah SWT membalas secara spontan permohonan hamba-Nya. Setelah hambanya berdoa: Ihdina al-shirath al-mustaqim (Tunjukilah kami jalan yang lurus), langsung disambut dengan awal surah berikutnya: Alif Lam Mim, Dzalik al-kitab la raiba fih (Itulah (jalan hidup) Al-Kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya). (Bersambung). 

Oleh Prof Dr Nasaruddin Umar

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement