Jumat 07 Aug 2015 16:00 WIB

Triana Rahmawati, Belajar dari Musibah

Red:

Allah SWT punya banyak cara dalam menegur hamba-hamba-Nya agar mereka kembali ke jalan-Nya. Cobaan berupa nikmat dan musibah adalah cara Allah mengembalikan seseorang pada kebenaran. Sebagaimana firman-Nya, "Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (pada kebenaran)." (QS al-A'raf [7]: 168).

Triana Rahmawati, gadis remaja penerima beasiswa Aktivis Nusantara dari Dompet Dhuafa yang punya seabrek aktivitas organisasi, dituntun langkahnya pada kebenaran melalui musibah yang dilaluinya. Tria mengakui, titik balik dalam kehidupannya bermula dari meninggalnya sang ibu karena kanker paru-paru.

Masih dalam suasana duka sepeninggal ibu, ia terpaksa mencari-cari tempat kuliah. Malangnya, tepat pada hari ulang tahun ke-18, ia diberi "kado" tidak lulus dalam ujian PTN. Tak satu pun sekolah tinggi yang bersedia menerima dirinya. Akhirnya ia memutuskan mencari- kerja. Sampai akhirnya ia mendapat bantuan untuk ikut bimbingan belajar di Depok, Jawa Barat.

"Dulu aku itu bandel. Aku itu cewek, tapi ikut tinju, ikut bela diri, sepak bola, basket. Ibu pengennya aku itu seperti anak perempuan lainnya," ungkap Muslimah yang pernah menempati peringkat dua petinju se-Jawa Barat. Tria mengaku sikap bandelnya itu kerap ditentang almarhumah ibunya. Terutama ketika ia kerap latihan band bersama teman-temannya.

"Sekarang alhamdulillah sudah pakai jilbab dan sudah ditinggalkan semuanya. Sekarang beda karena alur pemikirannya lebih ke arah sosial," ucapnya. Tria mengatakan, musibah adalah salah satu cara Allah SWT menegur hamba-Nya. Orang yang diinginkan Allah menjadi hamba-Nya yang baik adalah orang yang mau belajar dari musibah yang ia terima dengan hati ikhlas.

Tria mengaku, awal ia berjilbab karena tuntutan keadaan. Hatinya sebenarnya belum mau berjilbab. Namun, karena ikut bimbingan belajar yang mengharuskan siswinya berjilbab, ia terpaksa berjilbab. "Di Nurul Fikri itu harus pakai jilbab. Aku sudah tidak punya pilihan lagi. Aku sudah tidak diterima di mana-mana, masak aku juga tidak diterima di bimbel (bimbingan belajar) Nurul Fikri hanya karena tidak mau berjilbab," katanya.

Setelah banyak berinteraksi dengan rekan-rekan dan para ustazah di tempat bimbelnya, ia jadi banyak merenung. Tria mengaku tersadarkan dari teman-temannya tentang kewajiban berhijab. "Aku ingat banget ucapan teman. Satu helai rambut kamu yang terlihat, nanti ibu-bapak kamu akan disiksa di akhirat. Karena aku takut nanti ibuku gimana-gimana, akhirnya aku nggak mau lepas jilbab lagi," ujarnya.

Kesungguhannya mengikuti bimbingan belajar membuahkan hasil. Tria mengakui, ia tak pernah libur selama ikut bimbel. Setiap hari ia berangkat bimbel dari tempat tinggalnya di Fatwamati ke Depok. "Itu jauh banget dan aku jalanin selama setahun," ucapnya.

Tria mengaku benar-benar mempersiapkan diri untuk mengikuti penerimaan PTN tahun berikutnya. Kadang ia belajar malam sampai pagi. "Ada rasa ketakutan kalau tidak diterima lagi. Malu sama ibu dan teman-teman kalau ditanya. Kadang aku baca surah Yasin untuk ibu. Setelah itu belajar lagi. Selama setahun begitu," katanya.

Tria mengatakan, keluarga terutama kakaknya sangat berharap ia bisa kuliah. "Kakakku bilang, ‘Aku punya uang Rp 10 juta. Pilihannya dua, untuk kamu kuliah atau untuk aku nikah’," kata Tria. Karena kakaknya sudah cukup berumur, Tria meminta uang tersebut dipakai untuk kakaknya menikah saja.

Akhirnya, Tria diterima di UNS. Ia mengaku di awal kuliah sama sekali tak menonjol di bidang apa-apa. Ia juga belum mendapatkan beasiswa. Jadi, ia pun mulai mencari-cari cara, bagaimana agar ia tetap kuliah tanpa membebani keluarga.

"Aku rencananya mau cari beasiswa Bidik Misi, tapi kan itu beasiswa untuk orang miskin. Ya udah, mending aku pura-pura pintar daripada pura-pura miskin untuk dapat beasiswa. Nanti dimiskinkan beneran, bagaimana?" jelasnya. Karena di semester satu nilainya tinggi, Tria bisa mendapat beasiswa PTA. Selanjutnya, ia menjadi penerima beasiswa Bank Indonesia (BI) hingga akhirnya menjadi penerima beasiswa Aktivis Nusantara dari Dompet Dhuafa (DD).

Tria tak ingin menyia-nyiakan anugerah beasiswa dari DD. Ia menyadari, dana beasiswa DD adalah dana zakat. "Kita berpikir dana kebaikan ini tidak berhenti di kita. Tetapi, kebermanfaatan itu bisa terus meluas. Selalu setiap kesempatan itu yang diingatkan," katanya memaparkan.

"Setelah aku pikir-pikir, uang (beasiswa DD) ini berlebih deh. Kalau dipakai untuk beli gadget segala macam tidak akan cocok," ujarnya.

Agar kebermanfaatan dana beasiswa tersebut bisa berkembang, ia bersama rekan-rekannya penerima beasiswa Bakti Nusa membuat usaha laundry. Tujuannya, agar dana beasiswa tersebut bisa makin meluas kebermanfaatannya. Selain itu, mereka juga bisa belajar dari pengalaman. "Mengapa buka laundry? Supaya kita bisa menyucikan mukena di mushala-mushala kampus itu gratis," ucapnya.

Masuk ke dunia wirausaha membuatnya banyak belajar dari pengalaman. Enam bulan pertama, usaha laundry-nya tekor. Terpaksa untuk membayar gaji karyawan, ia mengalokasikan hasil mengisi acara. "Bulan ketujuh baru kita untung Rp 100 ribu. Kita kembali muhasabah aja. Niat kita buka laundry bukan untuk kaya, melainkan untuk bermanfaat. Jadi, sukses atau tidaknya laundry ini, bermanfaat atau tidak. Bukan kita jadi kaya atau tidak," ujarnya.

Setelah satu tahun berjalan, usaha laundry Tria sudah mulai stabil. Namun, ia enggan menyebutkan omzetnya. "Alhamdulillah, bisa menutup semua biaya. Tidak kurang lagi," katanya.

Saat ini Tria sibuk bersama rekan-rekannya di berbagai aktivitas gerakan sosial. Mulai semester lima, ia sudah menggarap berbagai proyek dan aksi kemanusiaan. Ia menjadi founder Griya Schizofren Solo, founder sedekah botol Solo, tim kreatif di Youth Project Company, pembelajar Komunitas Ayo Belajar, dan masih banyak aksi-aksi sosial lainnya. Prinsipnya sederhana, ia ingin menebar manfaat sebanyak-banyaknya.

Ditanya soal mimpinya, ia menjawabnya sederhana. Ia ingin berkumpul bersama keluarga pada Hari Raya. Ia beradik-kakak empat orang, semuanya tinggal terpisah-pisah. Kakaknya ada di Bekasi dan Kalimantan, sedangkan adiknya di Palembang. Ia sendiri di Solo. "Mimpi kita sederhana. Kita ingin Idul Fitri itu kumpul lengkap sama keluarga. Itu belum kesampaian sampai sekarang. Kalau ada yang pulang, pasti ada yang tidak pulang," jelasnya.ed: hafidz muftisany

***

BIODATA

Nama Lengkap : Triana Rahmawati

Panggilan      : Tria

TTL          : Palembang, 15 Juli 1992

Alamat     : Griya Asri 2, Blok G3 No 27 Tambun, Bekasi

Facebook     : Triana Tria Rahmawati

Twitter     : @rahmawatitria

Blog        : triarahmawati.blogspot.com

Pendidikan     : S1 Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Sebelas Maret.

Pekerjaan    :

1. CEO Lova Laundry

2. Event director TEDxUNS

3. Tim Jendela Tapal Batas

4. Citizen journalist untuk Metro TV dan Net TV

5. Tim kreatif di Youth Project Company

6. Pembelajar Komunitas Ayo Belajar

7. Ketua Griya Schizofren Solo

Karya buku     :

1. Serenada Cinta dan Doa

2. Tim penulis untuk buku 100 Alumni Terbaik UNS

3. Tim penulis untuk buku Menagih Janji Negarawan

4. 2 negara, 3 musim, 4 sahabat (Coming soon)

5. Komunitas Griya Schizofren (Coming soon)

Organisasi     :

- Ketua angkatan Sekolah Penerus Bangsa BEM UNS 2011

- Ketua divisi Kajian Strategis BEM UNS 2013

- Menteri Luar Negeri BEM FISIP UNS 2014

- Wakil Menteri Kementerian Humas dan Jaringan BEM UNS 2014

- Founder Griya Schizofren Solo

- Founder Sedekah Botol Solo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement