Jumat 31 Jul 2015 13:32 WIB

Siti Bariyah, Pendidikan Bekal Utama Dakwah

Red:

Peribahasa mengatakan bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Artinya, tindak tanduk orang tua dan guru secara alamiah akan diikuti oleh anak dan muridnya. Begitu juga dengan metode atau cara orang tua dan guru saat menyampaikan sebuah pendidikan.

Hanya murid yang memiliki kecerdasan tinggi yang mampu memilah perilaku orang tua dan guru mana yang mesti diikuti yang hasilnya bisa bermanfaat bagi dirinya dan orang-orang sekitarnya.

Ketika mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912/8 Dzulhijah 1330 H di Kampung Kauman, Yogyakarta, KH Ahmad Dahlan menaruh perhatian yang begitu besar bagi pembinaan kaum wanita. Secara khusus, Kiai Dahlan mempersiapkan dan mendidik golongan perempuan di Kauman untuk menjadi tokoh dan pemimpin umat.

Di antara anak-anak perempuan yang digembleng itu, yakni Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busyro (putri KH Ahmad Dahlan), Siti Wadingah, dan Siti Badilah Zuber.

Salah seorang murid yang memiliki kecakapan dan intelektual tinggi adalah Siti Bariyah. Siti adalah santrinya pendiri organisasi Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, yang melanjutkan cara berdakwah KH Ahmad Dahlan.

Setelah KH Ahmad Dahal wafat pada Jumat tanggal 7 Rajab 1341 H/23 Februari 1923, Siti melanjutkan dakwah ke instansi-instansi pemerintah.

Siti Bariyah adalah satu dari beberapa murid KH Ahmad Dahlan yang sering diajak keliling keraton, rumah pejabat pemerintah untuk menyampaikan tausiyah. Pertimbangan KH Ahmad Dahlan mengajak Siti Bariyah karena Siti memiliki kelebihan dalam komunikasi, ditambah Siti Bariyah menguasai beberapa bahasa Asing. 

Siti Bariyah yang ketika itu menginjak usia remaja cakap menggunakan bahasa Belanda, Mandarin, Melayu, dan pandai menerjemahkan bahasa Alquran. Sehingga, jika ada kata asing yang disampaikan KH Ahmad Dahlan saat menyampaikan tausiyahnya, Siti selalu menjadi penerjemahnya.

Melalui kemampuannya ini, Siti Bariyah mendapat tugas menerjemahkan ayat Alquran yang dibacakan temannya ke dalam dua bahasa tersebut. Model pengajian yang dijalankan oleh Siti Bariyah ini konon menjadi daya tarik bagi warga untuk berbondong-bondong mengikuti pengajian serta diundang pemilik rumah.

Siti Bariyah binti Haji Hasyim Ismail lahir di Kauman pada 1325 H. Siti Bariyah merupakan satu dari tiga perempuan Kauman yang mengikuti pendidikan di sekolah netral. Sekolah milik pemerintahan Belanda yang saat itu masih menduduki Indonesia.

Meski visi-misi lembaga tempat Siti Bariyah mengembangkan ilmu pengetahuannya bertolak belakang dengan kebanyakan warga ketika itu, Siti Bariyah berhasil menamatkan pendidikannya di sekolah tersebut.

Manfaat dari menamatkan sekolah buat sekutu itu hasil pemikiran Siti Bariyah selalu diterima dalam forum-forum diskusi. Tak jarang dari hasil pemikirannya menjadi sebuah kebijakan yang selalu menjadi pertimbangan ketika itu.

Dalam situs resmi ‘Aisyiyah disebutkan, pada tahun 1917, HB (Pimpinan Pusat) Muhammadiyah melalui rapat mengangkat Siti Bariyah sebagai ketua 'Aisyiyah pertama. Sepak terjang Siti Bariyah bersama KH Ahmad Dahlan sejak awal mula dakwah Muhammadiyah menjadi pertimbangan. Siti Bariyah sejak awal aktif di pengajian Sapa Tresna yang tidak lain merupakan cikal bakal berdirinya 'Aisyiyah.

Selain keaktifannya dalam forum tersebut, Siti Bariyah yang berhasil tamat dari Neutraal Meisjes School ini dipercaya memiliki pemikiran modern yang bisa mengembangkan 'Aisyiyah. Siti Bariyah memimpin 'Aisyiyah dari tahun 1917 sampai 1920.

Setelah diangkat menjadi ketua ‘Aisyiyah, kiprah Siti Bariyah semakin menonjol. Tidak hanya di 'Aisyiyah, pada masa kepemimpinan KH Ibrahim, Siti Bariyah diberi otoritas untuk memberikan penafsiran terhadap rumusan tujuan Muhammadiyah yang saat itu dimuat dalam bentuk artikel di Suara Muhammadiyah dengan judul "Tafsir Maksoed Moehammadijah" edisi nomor 9 tahun Ke-4 September 1923.

Siti Bariyah juga terlibat dalam merintis majalah Soeara ‘Aisjijah pada tahun 1926. Satu tahun setelahnya, tepatnya 1927, pada kongres Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan, Siti Bariyah kembali terpilih sebagai ketua ‘Aisyiyah.

Selain aktif di organisasi, keseharian Siti Bariyah sama dengan kebanyakan penduduk Kauman menjadi saudagar batik. Beliau berbisnis batik dengan suaminya Muhammad Wasim putra KH Ibrahim yang tidak lain adalah adik dari Siti Walidah.

Siti Bariyah meninggal setelah melahirkan anaknya Fuad dalam usia yang relatif masih muda. Sepeninggalnya, ketiga anak Siti Bariyah diasuh dan dibesarkan oleh Siti Munjiyah kakak kandungnya.  c62 ed: Hafidz Muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement