Jumat 03 Jul 2015 16:00 WIB

Al Khansa Binti Umair, Penyair Kebanggaan Rasulullah

Red:

Nama lengkapnya Al-Khansa binti Amru bin al-Harth bin al-Sharid al-Sulamiyah. Ia lebih dikenal luas sebagai Al-Khansa, ibunda para syuhada dan penyair Muslimah masyhur.

Khansa dilahirkan dari keluarga berada di suku Sulamiyah. Seperti halnya suku-suku lain di Arab saat itu, kebanggaan atas suku masing-masing begitu tinggi. Jika salah seorang pemuka suku tewas karena ulah suku lain, aroma menuntut balas pasti akan terngiang.

Semangat itu pula yang membakar Al Khansa saat mendengar saudara lelakinya, Muawiyah, terbunuh oleh suku lain. Ia pun mendorong saudara lelakinya yang lain, Shakr, untuk menuntut balas. Shakr kembali justru dengan tubuh penuh luka. Setahun berselang, Shakr meninggal menyusul mendiang kakaknya.

Kehilangan dua saudara lelaki membuat Al Khansa goyah. Ia bersedih dengan kesedihan yang teramat dalam. Dua kaki yang selama ini mengayominya telah tiada. Ia pun mencurahkan semua kesedihannya itu dalam syair-syair kehilangan. Kata-katanya begitu dalam dan menyentuh. Sontak syair Al Khansa langsung menjadi buah bibir masyarakat Arab jahiliyah kala itu.

Beberapa syair Al Khansa tentang kesedihan di antaranya: "Air mata ini terus mengalir tanpa pernah kering. Apakah tangisan ini bukan karena kuatnya sebuah kerinduan? Apakah sebuah tangisan diperuntukkan hanya untuk mendatangkan sesuatu nan indah-indah?"

Meski belum memeluk Islam, Nabi Muhammad SAW sendiri menaruh perhatian terhadap karya-karya syair Al Khansa. Berkat hidayah Allah, Al Khansa pun masuk Islam bersama dengan Bani Sulamiyah. Karya-karya syairnya terus berkembang setelah memeluk Islam.

Dalam sebuah riwayat lain, sahabat Adi bin Hatim dan saudarinya Safanah binti Hatim datang ke Madinah dan menghadap Rasulullah. Adi berkata, "Ya Rasulullah, dalam golongan kami ada orang yang paling pandai dalam bersyair, orang yang paling pemurah hati, dan orang yang paling pandai berkuda."

Mendengar hal itu, Baginda SAW meminta Adi bin Hatim menyebutkannya. Adi bin Hatim pun menyebutkan orang-orang itu. "Yang paling pandai bersyair adalah Umru'ul Qais bin Hujr dan orang yang paling pemurah hati adalah Hatim Ath-Tha'i, ayahku. Sedangkan yang paling pandai berkuda adalah Amru bin Ma'dikariba."

Seketika, Rasulullah menukas nama-nama yang disebutkan Adi bin Hatim. Kemudian, Baginda SAW bersabda, "Apa yang telah engkau katakan itu salah, wahai Adi bin Hatim. Orang yang paling pandai bersyair adalah Al-Khansa binti Amru dan orang yang paling murah hati adalah Muhammad Rasulullah serta orang yang paling pandai berkuda adalah Ali bin Abi Thalib."

Syair-syair Al Khansa juga diperuntukkan menyemangati anak-anaknya untuk berjihad di jalan Allah. Suatu ketika anak-anaknya akan berangkat ke medan jihad Qodisiya. Al Khansa pun membakar semangat mereka.

"Wahai anak-anakku, kalian masuk Islam secara taat, tanpa ada tekanan dari siapa pun. Kalian sendiri yang telah memilih hijrah. Demi Allah yang tak ada lagi Tuhan selain Allah, kalian adalah laki-laki yang berasal dari satu wanita. Jadi, janganlah kamu mempermalukan ayah, bibi,  saudara, dan garis keturunanmu. Kalian semua telah mengetahui betapa besar pahala yang akan Allah berikan kepada orang-orang yang memerangi orang-orang kafir. Ketahuilah kalian semua bahwa kehidupan akhirat lebih utama daripada kehidupan dunia."

Al Khansa ingin memupuk kesadaran kepada anaknya jika jihad adalah jalan yang utama untuk menghadap Allah SWT. Kemuliaan justru didapatkan oleh orang-orang yang berjuang di jalan Allah.

Maka, dengan semangat membara, berangkatlah keempat anaknya menuju Qodisiya. Tak lama berselang, Al Khansa mendengar kabar jika keempat anaknya gugur bersamaan di medan perang. Mendengar kabar kehilangan tersebut, Al Khansa bukan bersedih, melainkan justru memuji Allah.

"Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan cara mematikan anak-anakku dalam keadaan syahid. Aku mohon kepada Allah agar bersedia menyatukanku kembali dengan anak-anakku di surga nanti." Al-Khansa sendiri meninggal dunia pada tahun 24 Hijriyah dengan usia sekitar 70 tahun.  c62 ed: Hafidz Muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement