Jumat 13 Mar 2015 14:00 WIB

Mana Logo Halal yang Resmi?

Red:

Cara mudah mengetahui kehalalan sebuah produk adalah dengan melihat logo halal yang tertera. Namun tak jarang ditemui, logo halal yang menempel pada sebuah produk bervariasi.

Ada yang menuliskan kata halal dalam aksara Arab dengan sebuah lingkaran, ada pula yang memakai logo Majelis Ulama Indonesia di tengahnya tulisan halal dalam aksara Arab. Ada pula produk yang beredar di pasaran, namun logo halalnya berasal dari badan halal luar negeri, seperti dari Malaysia atau Singapura. Manakah logo halal yang sebenarnya berlaku di Indonesia?

Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim mengatakan, logo yang digunakan oleh LPPOM MUI adalah logo lingkaran Majelis Ulama Indonesia dengan tulisan halal aksara Arab di tengahnya. Logo ini, menurutnya, sudah disepakati antara MUI dan BPOM. "Logo ini sudah digunakan bertahun-tahun dan atas kesepahaman dengan otoritas, dalam hal ini BPOM," kata Lukman kepada Republika, Selasa (11/3).

Lukman mengungkapkan, logo halal yang terstandar adalah cara berkomunikasi antara produsen dan konsumen. Apakah produknya benar tersertifikasi halal secara resmi atau tidak. "Sehingga, makna logo menjadi sangat penting dan kalau perlu dikuatkan dengan aturan baru," katanya memaparkan.

Mengenai masih beredarnya beberapa logo halal, Lukman tidak berani menjamin apakah produk yang menuliskan logo halal secara sederhana dengan lingkaran dan aksara Arab halal di tengahnya benar-benar halal. Pasalnya, yang disepakati antara produsen, LPPOM MUI, dan BPOM adalah logo yang menggunakan logo MUI.

"Jadi kalau hanya ada logo tulisan kha dan lal saja yang saya tidak tahu apakah mereka memiliki sertifikat halal atau tidak," katanya.

Sebelumnya, kata Lukman, beberapa produsen beralasan masih memakai logo tulisan kha dan lal saja karena alasan desain. Desain yang sederhana membuat produsen tidak perlu repot-repot mencetak logo halal MUI yang dinilai sangat rumit dari sisi produksi pencetakan.

Namun, Lukman mengingatkan, saat ini tidak ada alasan lagi bagi perusahaan untuk tidak menggunakan logo halal MUI. Pasalnya, teknologi percetakan sudah sangat maju. "Itu tinggal di-scan dan di-print sudah selesai," katanya.

Dengan mudahnya teknologi, ia berharap semua produsen yang mengajukan sertifikasi halal MUI seragam memakai logo halal.

Saat ditanya mengenai logo halal dari luar negeri, Lukman menjawab, sulit untuk mempertanggungjawabkan kebenaran logo tersebut. Ia beralasan, di Indonesia sebagai bentuk komunikasi produsen halal dengan konsumen sudah jamak dipakai logo halal MUI.

"Informasi dari MUI bisa dipertanggungjawabkan, sementara logo halal dari luar negeri kita susah mengomunikasikannya," ungkapnya

Ia menegaskan, untuk logo halal di Indonesia seharusnya tidak boleh berbeda karena perbedaan dapat memusingkan masyarakat sebagai konsumen.

Ketua Badan Halal Nahdlatul Ulama (BHNU) KH Maksum Mafoedz mengatakan, logo halal bertuliskan arab kha dan lal saja sebenarnya masih berlaku, akan tetapi logo tersebut sifatnya masih sukarela. "Kenapa harus volunteer karena masih banyak pengusaha kecil yang belum mampu memenuhi," katanya.

Menurut Kiai Maksum, jika logo itu menjadi wajib maka pemerintah harus mengeluarkan kebijakan untuk membiayai pengusaha kecil agar setiap produknya diberi logo halal.

Logo sebagai tanda sertifikasi halal memang penting. Kiai Maksum menilai, produk halal yang sudah tersertifikasi akan memiliki nilai insentif lebih. "Meski dibandingkan dengan produk yang sebenarnya halal juga tapi tak memiliki sertifikasi," ungkapnya.

Sertifikasi halal yang tercermin dalam logo, akan membuat konsumen percaya jika produk tersebut melalui proses sesuai standar halal dan berkualitas tinggi dalam pengolahannya. n c62 ed: hafidz muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement